Powered By Blogger

Sabtu, 17 Juli 2010

sosiologi ekonomi

PERKEMBANGAN DAN RUANG LINGKUP SOSIOLOGI EKONOMI
Secara historis perkembangan pemikiran Sosiologi Ekonomi antara lain disebabkan oleh berkembangnya paham-paham, pemikiran-pemikiran dan teori-teori tentang ekonomi yang melihat cara kerja sistem ekonomi dengan menekankan pula pada aspek-aspek non-ekonomi.
Paham-paham, pemikiran-pemikiran dan teori-teori yang mendukung perkembangan Sosiologi Ekonomi tersebut antara lain: Paham Merkantilisme, yang berpandangan, bahwa kekayaan dianggap sama dengan jumlah uang yang dimiliki oleh suatu negara dan cara untuk meningkatkan kekuasaan adalah dengan meningkatkan kekayaan negara.
Ekonomi Sebagai Subsistem Masyarakat
Di dalam kehidupan masyarakat sebagai satu sistem maka bidang ekonomi hanya sebagai salah satu bagian atau subsistem saja. Oleh karena itu, di dalam memahami aspek kehidupan ekonomi masyarakat maka perlu dihubungkan antara faktor ekonomi dengan faktor lain dalam kehidupan masyarakat tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain; faktor kebudayaan, kelompok solidaritas, dan stratifikasi sosial.
Faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh yang langsung terhadap perkembangan ekonomi. Faktor kebudayaan; ada nilai yang mendorong perkembangan ekonomi, akan tetapi ada pula nilai yang menghambat perkembangan ekonomi. Demikian pula dengan kelompok solidaritas, dalam hal ini yakni keluarga dan kelompok etnis, keluarga terkadang mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi terkadang pula memperlambat.
Pemahaman Ekonomi dan Sosiologi sebagai Disiplin Ilmu
Baik ekonomi maupun sosiologi merupakan disiplin ilmu dengan tradisi ilmu yang mapan. Munculnya ekonomi sebagai disiplin ilmu dapat terlihat dari fenomena ekonomi sebagai suatu gejala bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka yang diawali oleh proses produksi, konsumsi dan pertukaran.
Dengan sendirinya dalam pemenuhan kebutuhannya atau dalam melakukan tindakan ekonomi, seseorang akan berhubungan dengan institusi-institusi sosial seperti pasar, rumah sakit, keluarga dan lainnya. Smelser kemudian mendefinisikan ilmu ekonomi: “Studi mengenai cara manusia dan masyarakat memilih, dengan atau tanpa memakai uang, untuk menggunakan sumber daya produktif yang dapat mempunyai alternatif untuk menghasilkan berbagai komoditi dan mendistribusikannya untuk konsumsi, sekarang atau masa depan, di antara berbagai orang dan kelompok orang dalam masyarakat.
Sedangkan sosiologi merupakan disiplin ilmu yang berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal-hal yang selama ini dianggap sebagai hal-hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar dan nyata. Kelahiran sosiologi berawal dari Eropa Barat di mana terjadi proses-proses perubahan seperti pertumbuhan kapitalisme pada akhir abad ke-15; perubahan-perubahan di bidang sosial dan politik perubahan yang berkenaan dengan reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme; lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industri pada abad ke-18 serta revolusi Perancis.
Sosiologi Ekonomi
Sosiologi ekonomi mempelajari berbagai macam kegiatan yang sifatnya kompleks dan melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumen barang dan jasa yang bersifat langka dalam masyarakat.
Jadi, fokus analisis untuk sosiologi ekonomi adalah pada kegiatan ekonomi, dan mengenai hubungan antara variabel-variabel sosiologi yang terlihat dalam konteks non-ekonomis.
Proses Produksi
Dalam sebuah proses produksi, rumah tangga produksi (organisasi produksi) dan rumah tangga konsumen dilibatkan. Proses produksi membutuhkan perangkat teknis, yaitu faktor-faktor produksi (secara lebih spesifik adalah faktor modal seperti mesin-mesin pabrik dan sumber daya alam sebagai bahan baku). Untuk melangsungkan proses itu diperlukan tenaga kerja yang juga menjadi faktor produksi. Dalam sebuah proses produksi diperlukan pula peranan okupasi untuk memungkinkan produksi barang dan jasa oleh rumah tangga produksi (organisasi produksi). Terdapat dua macam organisasi produksi, yaitu organisasi formal dan informal.
Proses produksi ini dalam pandangan sosiologis ternyata memiliki peran yang cukup vital dalam rangka mempertahankan eksistensi (keberadaan) sebuah masyarakat. Proses produksi dilihat sebagai institusi ekonomi berperan untuk mengadakan kebutuhan-kebutuhan ekonomis sebuah masyarakat. Oleh karena itu, proses produksi tidak hanya dilihat dari segi ekonomis tetapi juga sosiologis yang mempunyai peran subsisten dalam sebuah struktur masyarakat.
Proses Distribusi atau Tukar-Menukar
Dengan mempelajari ciri-ciri pasar yang di dalamnya terdapat tukar-menukar dan menjadi ajang pertemuan antara produsen dan konsumen, kita dapat menilai apakah kepentingan ekonomis dapat dijembatani dengan kepentingan sosiologis. Akan lebih menguntungkan apabila keduanya dapat dijembatani sehingga kelanggengan masyarakat dapat dipertahankan.
Dalam proses pertukaran atau distribusi ini terlihat proses relasi antara rumah tangga produksi dan rumah tangga konsumsi. Sebenarnya bukan dalam hal distribusi barang hasil produksi saja proses ini terlihat tetapi ketika rumah tangga konsumsi menyediakan faktor-faktor produksi pun proses ini sudah terlihat yaitu distribusi faktor-faktor produksi yang meliputi: sumber daya alam, sumber daya manusia, dan modal. Dengan mencermati proses distribusi kita dapat melihat secara sosiologis bagaimana kegiatan masyarakat berkegiatan dalam bidang ekonomi. Dalam proses inilah yang merupakan relasi antara permintaan dan penawaran kita semakin melihat manusia sebagai makhluk ekonomis dan juga makhluk sosial.
Jenis Perubahan Sosial
Setiap masyarakat mempunyai kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Namun ciri penting kehidupan manusia adalah tingkat perubahan yang dialaminya.
Dalam mengamati perubahan ekonomi, sosial, politik, para teoritis menggunakan berbagai label dan kategori teoritis yang berbeda untuk menggambarkan ciri-ciri dan struktur masyarakat lama yang telah runtuh dan tatanan masyarakat baru yang sedang terbentuk. Tonnies menggunakan istilah Gemeinschaft dan Gesellschaft, Durkheim mengamati dengan solidaritas mekanik dan organik, Comte menguji dengan tiga tahap perkembangan, yaitu teologi, metafisik, dan positif.
Aspek Sosiologi Pembangunan Ekonomi
Proses pembangunan dalam sebuah masyarakat bergerak dalam suatu garis lurus, yaitu dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Rostow membagi proses perkembangan masyarakat menjadi lima tahap, yaitu masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas, lepas landas, bergerak ke kedewasaan, dan zaman konsumsi masal yang tinggi. Rostow juga membicarakan tentang akan adanya sekelompok wiraswasta, yaitu orang-orang yang berani melakukan tindakan ekonomi dengan risiko
Perubahan Struktur yang Terkait dengan Pembangunan
Dalam proses pembangunan akan selalu melibatkan diferensiasi struktural. Hal ini terjadi karena dalam proses pembangunan, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalani berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur untuk menjelaskan satu fungsi yang lebih khusus.
Demikian pula halnya dengan sistem ekonomi. Perubahan yang terjadi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern tentunya membawa pengaruh bagi sistem ekonomi yang berada di dalam struktur yang berubah itu. Diferensiasi dalam kegiatan ekonomi tersebut dapat dianalisis dalam tiga masalah pokok; teknologi yang diaplikasikan dalam industri; nilai-nilai yang mengatur tingkah laku ekonomi; dan organisasi industri.
Konsep Pasar dengan Persaingan Bebas
Pasar bebas yang dijiwai oleh individualisme terciri lewat prinsip kebebasan dan kemandirian manusia yang hakiki maka biarkanlah manusia mengatur perekonomiannya sendiri, negara tak perlu ikut campur karena hukum alam yang mewujud dalam the invisible hand akan mengatur itu (asumsi Laisser Faire). Negara pun sebagai institusi yang dibentuk oleh individu agar menjadi alat pencapaian kepentingan tidak perlu merisaukan kecenderungan manusia yang lebih mementingkan dirinya sendiri dan mencari nikmat. Walaupun manusia pencari kenikmatan tetapi kenikmatan itu adalah kenikmatan bagi sebagian besar orang bukan segelintir saja (utilitarianisme). Dan, mekanisme itu semakin dijaga dengan perencanaan dan penghitungan yang matang berdasarkan dalil optimalitas Pareto, karena pastilah sebuah sistem perekonomian, terlebih lagi sistem perekonomian pasar bebas, menginginkan alokasi yang efisien dan produktif.
Dengan memahami hal ini kita mengetahui bahwa pasar bebas sebagai sebuah sistem ekonomi yang meminimkan campur tangan negara bahkan jika dapat ditiadakan dan menyerahkan keberlangsungan sistem itu pada dinamika pasar (pertemuan permintaan dan penawaran), yang dilatarbelakangi oleh paham individualisme, utilitarianisme, optimalitas atau efisiensi Pareto, serta asumsi laissez faire. Masing-masing paham dan konsep memiliki andil dalam membentuk wajah pasar bebas yang ada saat ini (WTO).
Memahami Kritik terhadap Pasar Bebas Secara singkat kita melihat bahwa banyak kritik dapat dilontarkan terhadap pasar bebas karena secara etis pasar bebas sendiri tidak begitu mendapat dasar yang kuat dan secara praktis pasar bebas ternyata mengandung berbagai kelemahan yang mungkin sebelumnya tidak diperkirakan atau memang sudah tetapi dibiarkan saja, seperti: kecenderungan monopoli dan tidak meratanya pendapatan untuk setiap pelaku ekonomi.
Konsep Rasionalitas dalam Pengelolahan Pasar Bebas dan Kegagalannya
Rasionalitas yang kaku tanpa memikirkan kemultidimensionalan manusia akan menemui kegagalan seperti ketika para ekonom ortodoks memformulasikan pasar bebas (sistem ekonomi pasar) yang terwujud saat ini. Kegagalan itu tampak dalam adanya informasi asimetrik dalam pasar, eksternalitas, dan kecenderungan monopoli dalam pasar bebas. Sebelumnya, kegagalan itu ditandai dengan adanya banyak dilema seperti dilema efisiensi dan pemerataan serta kasus Nash (The Prisoner’s Dilemma). Untuk menyikapi, (kegagalan itu) reevaluasi atas rasionalitas perlu dilakukan dan dicoba diterapkan untuk memperbaiki kegagalan tersebut. Rasionalitas seperti itu telah dipaparkan dalam bagian tadi yang di antaranya meliputi: keterbukaan dan intervensi pemerintah.
Ukuran Dampak Mobilitas
Data dan informasi mengenai mobilitas penduduk sangat penting artinya bagi kebijakan persebaran penduduk dan pembangunan daerah, yang dikaitkan dengan daya dukung dan daya tampung suatu wilayah, dan dengan strategi penentuan tempat-tempat industri yang menarik penduduk untuk bermukim dan sebagainya. Akan tetapi untuk mendapatkan data yang akurat diperlukan pencatatan yang akurat pula, terlebih mengenai data mobilitas. Data mobilitas terbagi menjadi dua, yaitu data tentang individu, dan data tentang populasi atau agregat.
Mobilitas tidak hanya dipandang melalui pendekatan ekonomi, tetapi juga dilihat melalui pendekatan sosial dan politik. Namun karena sebagian besar dari alasan pindah ke kota adalah alasan ekonomi maka ada beberapa model ekonomi untuk migrasi dari desa ke kota, yaitu: model biaya (cost/benefit); model pendapatan yang diharap (expected income); model pertautan antarsektoral (intersectoral linkage).
Konsekuensi Sosial dan Mobilitas
Di antara banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya mobilitas penduduk, pada umumnya faktor ekonomi dianggap sebagai alasan utama mengapa terjadi mobilitas penduduk dari desa ke kota. Mobilitas penduduk mengubah struktur ekonomi masyarakat desa yang semula berorientasi pada ekonomi keluarga menjadi ekonomi pasar.
Di samping itu mobilitas penduduk dari desa ke kota menjadi salah satu kekuatan yang mengubah kehidupan sosial masyarakat desa. Perubahan-perubahan tersebut antara lain : perubahan gaya hidup, peranan wanita, kehidupan remaja, struktur keluarga dan jaringan kekerabatan, hubungan antara anak dan orang tua, solidaritas sosial, hubungan patron-klien, dan partisipasi politik.
Sumber Daya Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Dengan semakin berkembangnya teknologi yang mengelola sumber daya alam, teknologi harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat, dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup sehingga teknologi nantinya bukanlah menjadi masalah baru dan berat di dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Ekonomi Eksternal
Peranan relatif sumber daya alam dalam perkembangan ekonomi cenderung untuk turun bila perekonomian itu semakin berkembang. Hal ini disebabkan antara lain oleh karena ada beberapa kondisi terhambatnya penggunaan optimal dari sumber daya alam yang disebabkan oleh kegiatan perekonomian.
Dengan perkembangan ekonomi, banyak sumber daya alam yang harus diolah sehingga akan mengurangi sumber daya alam yang ada, khususnya sumber daya alam yang bersifat sebagai persediaan. Demikian pula sumber daya alam yang bersifat dapat pulih, bila penggunaannya tidak hati-hati maka sumber daya alam jenis ini akan menjadi langka. Namun dengan semakin langkanya sumber daya alam yang tersedia mendorong kemajuan dengan menciptakan barang-barang substitusi dan menimbulkan semangat menciptakan inovasi. Dengan demikian, manusia diharapkan dapat mengembangkan teknologi sambil memanfaatkan sumber daya alam lingkungan dan meningkatkan kualitas lingkungannya.
Analisis Ekologi, Organisasi Ekologi dan Stratifikasi
Pengelolaan lingkungan hidup oleh manusia adalah bagaimana manusia melakukan upaya agar kualitas manusia makin meningkat, sementara kualitas lingkungan juga makin baik. Dalam rangka pengembangan lingkungan hidup maka manusia dan masyarakat menduduki peranan sangat menentukan. Manusia dan masyarakat bisa jadi perusak, tetapi bisa juga menjadi pembangun lingkungan. Tanpa manusia dan masyarakat tidak ada masalah lingkungan hidup.
Sumber buku Sosiologi Ekonomi karya Manase Malo
Masalah lingkungan justru timbul akibat ulah manusia dan masyarakat. Dengan demikian yang perlu diusahakan adalah manusia dan masyarakat tergerak terdorong kesadaran diri untuk mengembangkan lingkungan hidup.
Pemahaman Aspek-aspek pemerataan pembangunan Nasional
Pembangunan suatu negara tidak hanya dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga harus dilihat dari segi pemerataan pembangunan itu sendiri sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan suatu negara. Ketidakmerataan dalam suatu pembangunan nasional sesungguhnya tidak terbatas dari masalah kemiskinan saja. Golongan masyarakat miskin muncul sebagai akibat perubahan struktur ekonomi menuju modern yang tidak seimbang. Model perubahan struktur yang disampaikan Lewis belum bisa menciptakan terwujudnya pertumbuhan dan pemerataan, khususnya di negara-negara berkembang. Teori trickle down effect yang menyatakan bahwa dengan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan-ketimpangan ekonomi dapat teratasi dengan jalan penetesan hasil pertumbuhan ekonomi dari lapisan atas ke lapisan bawah, tidak dapat digunakan lagi.
Pemerataan dan Masalah Kemiskinan
Ketidakmerataan dalam pembangunan nasional sesungguhnya tidak terlepas dari kemiskinan. Bila dalam suatu pembangunan mengabaikan pemerataan ekonomi maka dampak yang timbul dari pembangunan tersebut adalah masalah-masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Pemerataan input merupakan usaha untuk mendistribusikan kesempatan-kesempatan dalam segala sektor kehidupan masyarakat dengan seadil-adilnya dengan mengusahakan program-program penunjang sebagai suatu proses awal. Kemudian berlanjut pada pemerataan proses, yang mulai membedakan faktor status sosial, suku, pendidikan, agama dan kondisi ekonomi. Sedangkan pemerataan output cenderung melihat bagaimana keberhasilan seseorang dalam mengakomodasikan kesempatan-kesempatan pemerataan yang telah diberikan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.


Kerangka Pemikiran Menuju Pemahaman Realitas Sumber Daya Manusia
Dalam memahami realitas sumber daya manusia secara luas pada tempat tertentu, dibutuhkan beberapa pendekatan atau pun kerangka pandang yang cukup memadai. Salah satu pendekatan yang selama ini dipakai adalah pendekatan kependudukan.
Melalui pendekatan kependudukan dapat diambil berbagai macam keuntungan, antara lain: dapat diketahui informasi dasar tentang penduduk yang mencakup distribusi penduduk, karakteristik dan perubahan-perubahannya. Dengan melihat distribusi penduduk pada umumnya dimaksudkan untuk menganalisis dinamika perkembangan penduduk dan kebutuhannya. Hal ini terutama dikaitkan dengan variabel-variabel demografi, yaitu: kelahiran, kematian, perkawinan, gerak penduduk teritorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan status) yang mempengaruhi sumber daya masyarakat secara umum.
Kualitas Hidup sebagai Tolok Ukur Realitas Sumber Daya Manusia
Dalam memahami realitas sumber daya manusia, diperlukan kajian yang lebih operasional sehingga penjelasan yang memadai terhadapnya dapat diperoleh. Salah satu bentuk kajian operasional tersebut dapat dilihat dari kerangka pandang demografi atau studi tentang kependudukan. Banyak teori-teori dalam studi kependudukan, berkembang dan cukup dapat menjadi pisau analisis kita dalam memahami sumber daya manusia secara umum (walau kita tidak boleh lepas dari otokritik terhadapnya) seperti teori Malthus atau teori transisi demografis. Satu hal yang penting untuk diingat adalah bahwa mempelajari penduduk, tidak terbatas hanya dalam angka-angka saja. Para ahli kependudukan beraliran sosial malah mengatakan bahwa perubahan penduduk merupakan hasil dari kondisi sosial-ekonomi penduduk yang bersangkutan. Berarti selain studi-studi kuantitatif dapat diadakan, penduduk juga dapat dipelajari dengan pengamatan yang lebih mendalam menggunakan studi kualitatif guna mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi kondisi tertentu.
Sumber Buku Sosiologi Ekonomi Karya Manase Malo
Ruang Lingkup Sosiologi Ekonomi : struktur sosial dan sistem sosial.
a) Struktur Sosial adalah konsep untuk menggambarkan pola interaksi yang berulang-ulang. Satuan dasarnya bukan orang tapi aspek interaksinya, yakni : status sosial dan peranan sosial (suami/isteri, produsen/konsumen, buruh/majikan, guru/murid). Status sosial : posisi orang dalam struktur sosial, terkait hak dan kewajiban. Peranan sosial : perilaku yang diharapkan. Dalam struktur sosial ada : nilai-nilai (luhur), norma (aturan pelaksana), sanksi (imbalan/hukuman). Suatu perusahaan disebut institusi bila ada nilai, norma, dan sanksi yang langgeng.
Contoh sanksi dalam kelas sosial :
• sanksi ekonomi pembagian keuntungan, rekruitmen, terjadi pada masyarakat maju
• politik : tekanan politik
• sanksi integrative (pengucilan) : terkait kelompok askriptif, terjadi pada masyarakat tradisional
• sanksi nilai : budaya organisasi.
b) Sistem Sosial
Adalah : bagaimana struktur peranan jabatan dalam perusahaan, struktur peranan keluarga dalam masyarakat, konflik politik yang timbul akibat kegiatan ekonomi, jenis dan hubungan antara kelas sosial, kebijakan negara, konflik buruh dll.
Dalam ekonomi-kebudayaan, terdapat 2 macam pertanyaan :
1. Evaluational, seberapa jauh sistem nilai budaya dalam kegiatan ekonomi
2. Existensional, bagaimana keberadaan ekonomi dalam hakikat masyarakat & hakikat individu?
Max Weber : nilai keagamaan modern mendorong manusia untuk menilai lebih penguasaan atas kehidupan sosial-budaya, khususnya ekonomi. Sedangkan, nilai keagamaan tradisional tidak memberikan dorongan untuk motivasi ekonomi.
Kingsley Davis : kepercayaan-kepercayaan sekuler, khususnya nasionalisme berpengaruh langsung pada maju-mundurnya ekonomi.
Bert F Hozelitz : agama tradisional dan nasionalisme dapat menghambat ekonomi.
Ekonomi dan Kelompok Solidaritas, yaitu keluarga dan kelompok etnis. Keluarga : hubungan sosial atas dasar hubungan biologis perkawinan. Kelompok etnis : warisan sosial-budaya dari generasi ke generasi, warna kulit, daerah asal, agama, dan gabungan faktor itu. Keluarga kecil (ibu-bapak-anak) dan tradisional hidup dari mengejar binatang buruan (makanan). Keluarga extended (ibu-bapak-anak-kakek-nenek-paman-keponakan-dst) dan modern mengejar pekerjaan. Pada masyarakat petani tradisional : peranan ekonomi atas dasar posisi dalam keluarga (anak/ kakak/dst), tugas ekonomi atas dasar umur. Dalam masyarakat modern : alokasi itu tidak dibatasi. Di Jepang, Irlandia, dll yang berhak atas harta adalah anak lelaki tertua, sehingga yang lebih muda meninggalkan desa. Di Perancis enggan memisahkan urusan keuangan keluarga dengan keuangan perusahaan (firma), penerimaan pegawai bukan atas dasar kemampuan berbisnis, menye-babkan perusahaan tetap kecil dan memperlambat pembangunan.
Talcott Parsons : struktur baru keluarga akibat industrialisasi adalah keluarga kecil/inti lebih efektif daripada extended. Pendapat kedua, keluarga extended tetap hidup meskipun lokasi geografis terpisah.
R Bendix menemukan bahwa dalam proses manajemen, manajer membuat buruh takluk. Disimpulkan, fungsi ideologi adalah untuk melegitimasi dan mempertahankan pengaturan kelembagaan. Dalam hal kelompok etnis, ada fusi antara kelompok etnis dengan kelompok ekonomi. Interaksi antar-anggota lebih banyak daripada antar-kelompok.
Hubungan antara strata sosial dan kehidupan ekonomi. Arthur Combe : hubungan diantara usaha pertanian-pun ada strata.
Joseph Schumpeter sosiologi ekonomi berkaitan dengan konteks institusional ekonomi sedangkan ilmu ekonomi adalah ekonomi itu sendiri.
Alex Inkeles / Peter Rossi : hubungan strata terlihat dalam masyarakat industri. Okupasi yang berhubungan dengan industri mempunyai posisi reputasi yang sama. Okupasi yang tidak berhubungan dengan industri, misalnya ulama, perwira militer dan dokter sangat berbeda dalam prestige diantara masyarakat. Oleh karena itu, sangat penting untuk tidak menekankan identitas stratifikasi atas dasar prestige. Sistem stratifikasi yang betul/normal didasarkan atas askripsi (kekeluargaan, umur, jenis kelamin, suku, ras, lokasi) atau pencapaian prestasi (achievement), Bila masyarakat memegang achievement, maka masyarakat menekankan pada prestasi. Bila askriptif sangat melembaga, mobilitas cenderung kolektif (misalnya : India dengan sistem kasta). Bila achievement melembaga, maka mobilitas individualistik (misalnya : Amerika). Dimensi achivement menyebabkan penolakan atas "kesejahteraan sosial". Namun, mobilitas lebih erat dengan struktur sosial daripada sistem stratifikasi. Yaitu, pada saat orang mencapai okupasi tertentu dan umur 30 tahun maka mobilitasnya secara individu berakhir dan berganti dengan mobilitas kolektif dengan orang-orang pada posisi sama.
Lipset dan Bendix : bukan ideologi dan kebudayaan yang mempengaruhi mobilitas, tapi struktur okupasi. Contoh : spesialisasi tingkat bawah hilang karena otomatisasi mesin, tetapi spesialisasi tingkat atas (yang butuh keahlian) bertambah. Kenyataan lain : setiap konflik masyarakat di bidang ekonomi, politik, dll, akan membawa konflik antar-etnis. Konflik yang lebih besar bukan karena konflik kepentingan, tapi konflik nilai.
SUMBER DAYA
Sumber ekonomi/faktor produksi :
1. sumber alam (bahan mentah)
2. manusia (fisik/mental)
3. barang modal (mesin/alat)
4. kepengusahaan/wiraswasta (oleh Budiono, 1991)
Swedberg : fenomena ekonomi : gejala-gejala cara orang memenuhi kebutuhan hidup mereka atas barang/ jasa yang langka.
Smelser : ilmu ekonomi adalah studi mengenai cara manusia/masyarakat memilih menggunakan sumber daya untuk memproduksi, untuk distribusi sekarang dan masa depan di antara kelompok orang dalam masyarakat. Tindakan ekonomi didasari 3 kegiatan : a)produksi, b)teknik mengelola, c)distribusi penghasilan. Ketiganya dipengaruhi supply-demand.
Asumsi-asumsi Smelser/Swedberg :
• rasionalitas dalam analisa ekonomi
• hubungan ekonomi dan masyarakat terfokus pada jual-beli, pasar, dan ekonomi itu sendiri.
Granovette : fokus perhatian ekonomi = pasar dengan pendekatan jaringan sosial untuk memahami pasar.
Max Weber : sosiologi ekonomi memperhatikan tindakan ekonomi yang memiliki dimensi sosial dan melibatkan makna yang berhubungan dengan kekuasaan.
Richard Swedberg : ada kecenderungan : 1)ekonom memperluas kajian yang digeluti sosiolog, 2)sosiolog memperluas kajian yang digeluti ekonom, 3)muncul perpaduan baru antara ekonomi dan sosiologi.
Damsar : sosiologi ekonomi adalah studi mengenai cara individu/masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya atas barang dan jasa dengan pendekatan sosiologi. Sosiologi adalah kajian ilmiah tentang kehidupan sosial manusia, menjelaskan kenyataan/fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat, disiplin ilmu yang menganalisis interaksi individu yang terpolakan, tertarik pada pikiran dan tindakan seseorang sebagai anggota kelompok/masyarakat (bukan individu/Psikologi). Persfektif Sosiologi :
1. Persfektif Fungsional : (Augus Comte-1898, Herbert Spencer-1898, Talcott Parson-1937, Kingsley Davis-1937, Robert Merton-1957), masyarakat dianalogikan dengan organisme biologis, masing-masing unsur memiliki fungsi khas, anti-individualistis, titik berat perhatian pada kebutuhan sistem bukan kebutuhan individu.
2. Persfektif Konflik (Karl Marx-1818-1883, C Wright Mills 1956-1959, Lewis Coser-1956, Dahrendorf-1959, Chambliss-1973, Collins-1975), masyarakat bukan impersonal saja tapi pertemuan kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan. Keteraturan sosial, moral, norma adalah hasil dari kekuatan kelompok yang berkuasa merupa-kan hasil konflik terus-menerus dan berkala dengan kelompok lain yang ingin berkuasa.
Sistem sosial dilihat dari 2 sudut :
• Struktur Kelompok, sejumlah individu dalam satu kelompok yang berinteraksi – fokus pada : kolektivitas yang terorganisir
• Struktur Sosial, interaksi berulang-ulang 2 orang/lebih dengan melihat status dan peranan – fokus : hubungan antar-peranan.
Levi Strauss (1963) : struktur sosial adalah kumpulan aturan yang membuat masyarakat teratur.
Smelser : ada kondisi strain/ketidakseimbangan antar-individu sehingga sistem sosial tidak pernah terintegrasi sempurna. Tipe Strain :
a)keraguan dalam harapan peranan, misalnya : peran ibu atau karir
b)konflik antar-peranan
c)perbedaan antara harapan peranan dengan kenyataan masyarakat
d)konflik nilai-nilai.
Dalam Ekonomi : rasionalitas adalah asumsi. Dalam Sosiologi : rasionalitas hanya satu variable. Dalam Sosilogi Ekonomi, ekonomi dianggap salah satu subsistem saja. Sosiologi Ekonomi mencakup :
1. Fenomena Ekonomi. Holton : yaitu, konsumsi, produksi, produktivitas, inovasi teknologi, pasar, kontrak, uang, tabungan, organisasi ekonomi (bank, koperasi dll), kehidupan tempat kerja, pembagian kerja kelas ekonomi, faktor gender dan et-nik terhadap ekonomi, kekuatan ekonomi dan ideologi ekonomi
2. Pendekatan Sosiologis. Yaitu : kerangka acuan dan model-model yang digunakan sosiolog untuk menjelaskan fenomena dalam masyarakat. Weber : sosiolog harus bebas nilai.

mikro ekonomi (jenis-jenis eksternalitas)

JENIS-JENIS EKSTERNALITAS
Efisiensi alokasi sumber daya dan distribusi konsumsi dalam ekonomi pasar dengan kompetisi bebas dan sempurna bisa terganggu, jika aktivitas dan tindakan individu pelaku ekonomi baik produsen maupun konsumen mempunyai dampak (externality) baik terhadap mereka sendiri maupun terhadap pihak lain. Eksternalitas itu dapat terjadi dari empat interaksi ekonomi berikut ini (Pearee dan Nash, 1991; Bohm, 1991) :
1. Efek atau dampak satu produsen terhadap produsen lain (effects of producers on other producers)
2. Efek atau dampak samping kegiatan produksi terhadap konsumen (effects of producers on consumers)
3. Efek atau dampak dari suatu konsumen terhadap konsumen lain (effects of consumers on consumers)
4. Efek akan dampak dari suatu konsumen terhadap produsen (effects of consumers on producers)

1. Dampak Suatu Produsen Terhadap Produsen Lain
Suatu kegiatan produksi dikatakan mempunyai dampak eksternal terhadap produsen lain jika kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Dampak atau efek yang termasuk dalam kategori ini meliputi biaya pemurnian atau pembersihan air yang dipakai (eater intake clen-up costs) oleh produsen hilir (downstream producers) yang menghadapi pencemaran air (water polution) yang diakibatkan oleh produsen hulu (upstream producers). Hal ini terjadi ketika produsen hilir membutuhkan air bersih untuk proses produksinya. Dampak kategori ini bisa dipahami lebih jauh dengan contoh lain berikut ini. Suatu proses produksi (misalnya perusahaan pulp) menghasilkan limbah-residu-produk sisa yang beracun dan masuk ke aliran sungai, danau, atau semacamnya, sehingga produksi ikan terganggu dan akhirnya merugikan produsen lain yakni para penangkap ikan (nelayan). Dalam hal ini, kegiatan produksi pulp tersebut mempunyai dampak negatif terhadap produksi lain (ikan) atau nelayan, dan inilah yang dimaksud dengan efek suatu kegiatan produksi terhadap produksi komoditi lain.

2. Dampak Produsen Terhadap Konsumen
Suatu produsen dikatakan mempunyai ekternal efek terhadap konsumen, jika aktivitasnya merubah atau menggeser fungsi utilitas rumahtangga (konsumen). Dampak atau efek samping yang sangat populer dari kategori kedua yang populer adalah pencemaran atau polusi. Kategori ini meliputi polusi suara (noise), berkurangnya fasilitas daya tarik alam (amenity) karena pertambangan, bahaya radiasi dari stasiun pembangkit (polusi udara) serta polusi air, yang semuanya mempengaruhi kenyamanan konsumen atau masyarakat luas. Dalam hal ini, suatu agen ekonomi (perusahaan-produsen) yang menghasilkan limbah (wasteproducts) ke udara atau ke aliran sungai mempengaruhi pihak dan agen lain yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, kepuasan konsumen terhadap pemanfaatan daerah-daerah rekreasi akan berkurang dengan adanya polusi udara.

3. Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain
Dampak konsumen terhadap konsumen yang lain terjadi jika aktivitas seseorang atau kelompok tertentu mempengaruhi atau menggangu fungsi utilitas konsumen yang lain. Konsumen seorang individu bisa dipengaruhi tidak hanya oleh efek samping dari kegiatan produksi tetapi juga oleh konsumsi oleh individu yang lain. Dampak atau efek dari kegiatan suatu seorang konsumen yang lain dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, bisingnya suara alat pemotong rumput tetangga, kebisingan bunyi radio atau musik dari tetangga, asap rokok seseorang terhadap orang sekitarnya dan sebagainya.

4. Dampak Konsumen Terhadap Produsen
Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu. Dampak jenis ini misalnya terjadi ketika limbah rumahtangga terbuang ke aliran sungai dan mencemarinya sehingga menganggu perusahaan tertentu yang memanfaatkan air baik oleh ikan (nelayan) atau perusahaan yang memanfaatkan air bersih.

Lebih jauh Baumol dan Oates (1975) menjelaskan tentang konsep eksternalitas dalam dua pengertian yang berbeda :
1. Eksternalitas yang bisa habis (a deplatable externality) yaitu suatu dampak eksternal yang mempunyai ciri barang individu (private good or bad) yang mana jika barang itu dikonsumsi oleh seseorang individu, barang itu tidak bisa dikonsumsi oleh orang lain.
2. Eksternalitas yang tidak habis (an udeplatable externality) adalah suatu efek eksternal yang mempunyai ciri barang publik (public goods) yang mana barang tersebut bisa dikonsumsi oleh seseorang, dan juga bagi orang lain. Dengan kata lain, besarnya konsumsi seseorang akan barang tersebut tidak akan mengurangi konsumsi bagi yang lainnya.
Dari dua konsep eksternalitas ini, eksternalitas jenis kedua merupakan masalah pelik dalam ekonomi lingkungan. Keberadaan eksternalitas yang merupakan barang publik seperti polusi udara, air, dan suara merupakan contoh eksternalitas jenis yang tidak habis, yang memerlukan instrumen ekonomi untuk menginternalisasikan dampak tersebut dalam aktivitas dan analisa ekonomi.
B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EKSTERNALITAS
Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumber daya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemilikan atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang. Bagaimana mekanisme timbulnya eksternalitas dan ketidakefisienan dari alokasi sumber daya sebagai akibat dari adanya faktor diatas diuraikan satu per satu berikut ini.
1. Keberadaan Barang Publik

Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Selanjutnya, barang publik sempurna (pure public good) didefinisikan sebagai barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat.
Kajian ekonomi sumber daya dan lingkungan salah satunya menitikberatkan pada persoalan barang publik atau barang umum ini (common consumption, public goods, common property resources). Ada dua ciri utama dari barang publik ini. Pertama, barang ini merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran gabungan (joint supply) dan tidak bersaing dalam mengkonsumsinya (non-rivalry in consumption). Ciri kedua adalah tidak ekslusif (non-exclusion) dalam pengertian bahwa penawaran tidak hanya diperuntukkan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya. Barang publik yang berkaitan dengan lingkungan meliputi udara segar, pemandangan yang indah, rekreasi, air bersih, hidup yang nyaman dan sejenisnya.
Satu-satunya mekanisme yang membedakannya adalah dengan menetapkan harga (nilai moneter) terhadap barang publik tersebut sehingga menjadi bidang privat (dagang) sehingga benefit yang diperoleh dari harga itu bisa dipakai untuk mengendalikan atau memperbaiki kualitas lingkungan itu sendiri. Tapi dalam menetapkan harga ini menjadi masalah tersendiri dalam analisa ekonomi lingkungan. Karena ciri-cirinya diatas, barang publik tidak diperjualbelikan sehingga tidak memiliki harga, barang publik dimanfaatkan berlebihan dan tidak mempunyai insentif untuk melestarikannya. Masyarakat atau konsumen cenderung acuh tak acuh untuk menentukan harga sesungguhnya dari barang publik ini. Dalam hal ini, mendorong sebagain masyarakat sebagai “free rider”. Sebagai contoh, jika si A mengetahui bahwa barang tersebut akan disediakan oleh si B, maka si A tidak mau membayar untuk penyediaan barang tersebut dengan harapan bahwa barang itu akan disediakan oleh si B, maka si A tidak mau membayar untuk penyediaan barang tersebut dengan harapan bahwa barang itu akan disediakan oleh si B. Jika akhirnya si B berkeputusan untuk menyediakan barang tersebut, maka si A bisa ikut menikmatinya karena tidak seorangpun yang bisa menghalanginya untuk mengkonsumsi barang tersebut, karena sifat barang publik yang tidak ekslusif dan merupakan konsumsi umum. Keadaan seperti ini akhirnya cenderung mengakibatkan berkurangnya insentif atau rangsangan untuk memberikan kontribusi terhadap penyediaan dan pengelolaan barang publik. Kalaupun ada kontribusi, maka sumbangan itu tidaklah cukup besar untuk membiayai penyediaan barang publik yang efisien, karena masyarakat cenderung memberikan nilai yang lebih rendah dari yang seharusnya (undervalued).

2. Sumber Daya Bersama

Keberadaan sumber daya bersama–SDB (common resources) atau akses terbuka terhadap sumber daya tertentu ini tidak jauh berbeda dengan keberadaan barang publik diatas.
Sumber-sumber daya milik bersama, sama halnya dengan barang-barang publik, tidak ekskludabel. Sumber-sumber daya ini terbuka bagi siapa saja yang ingin memanfaatkannya, dan Cuma-Cuma. Namun tidak seperti barang publik, sumber daya milik bersama memiliki sifat bersaingan. Pemanfaatannya oleh seseorang, akan mengurangi peluang bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Jadi, keberadaan sumber daya milik bersama ini, pemerintah juga perlu mempertimbangkan seberapa banyak pemanfaatannya yang efisien. Contoh klasik tentang bagaimana eksternalitas terjadi pada kasus SDB ini adalah seperti yang diperkenalkan oleh Hardin (1968) yang dikenal dengan istilah Tragedi Barang Umum (the Tragedy of the Commons).

TRAGEDI BARANG UMUM
Andaikanlah anda hidup di sebuah kota kecil di abad pertengahan. Dari sekian banyak kegiatan ekonomi yang berlangsung di kota itu, yang paling menonjol adalah pemeliharaan domba. Banyak keluarga di kota itu yang mengandalkan asap dapurnya, dari pemeliharaan domba yang mereka ambil bulunya ( wol ) untuk dijual sebagai bahan pakaian.
Domba-domba itu dilepas begitu saja di lahan rumput penggembalaan yang mengelilingi Kota Umum. Tidak ada yang memiliki lahan tersebut, bahkan lahan itu sudah dianggap milik bersama, sehingga setiap orang bisa melepas kawanan dombanya ke sana untuk memakan rumputnya. Selama ini kepemilikan bersama itu tidak menimbulkan masalah. Selama setiap orang bisa memperoleh sebidang lahan untuk menggembalakan dombanya, Kota Umum itu tidak bersifat bersaingan. Siapa saja bisa memanfaatkannya tanpa biaya. Pokoknya tidak ada masalah.
Lambat laun, seiring dengan waktu, jumlah penduduk dan jumlah domba di Kota Umum terus bertambah, sedangkan lahan penggembalaan tidak bertambah luas. Karena jumlah domba yang memakan rumputnya sedemikian banyak, pada akhirnya padang rumput itu kehilangan kemampuan dan kesempatan untuk memulihkan diri. Belum sempat rumput baru tumbuh, sudah ada banyak domba yang menunggunya, sehingga pada akhirnya padang rumput itu pun menjadi padang gersang. Tanpa rumput, tidak mungkin pemeliharaan domba secara masal berlangsung terus. Jumlah domba pun segera menyusut, dan pada gilirannya Industri wol di kota Umum juga ditutup. Banyak keluarga di kota itu yang kehilangan mata pencaharian.
Apa sesungguhnya yang menimbulkan tragedi itu ? Mengapa penduduk membiarkan populasi domba bertambah begitu cepat sehingga justru menghancurkan lahan penggembalaan Kota Umum ? Jawabannya bersumber pada perbedaan antara insentif pribadi dan insentif sosial. Pencegahan padang rumput di Kota Umum berubah menjadi padang pasir hanya dapat terjadi jika semua pemilik domba bekerja sama mengupayakan hal itu secara kolektif. Hanya dengan kerja sama, para pemilik domba itu dapat mengatur keseluruhan populasi hewan ternaknya agar tidak melebih daya dukung padang. Rumput itu. Namun secara individual, masing-masing keluarga pemilik domba tidak memiliki insentif untuk memulai usaha mulia tersebut, karena mereka, secara individual hanya merupakan bagian dari seluruh penduduk pemilik domba. Disamping itu jika tidak diikuti oleh yang lain, kesadaran suatu keluarga untuk membatasi jumlah dombanya juga tidak akan ada gunanya.
Pada intinya, Tragedi Barang Umum terjadi akibat adanya masalah eksternalitas. Pada saat sebuah keluarga mengiring domba-dombanya ke padang rumput itu, maka kesempatan keluarga lain untuk melakukan hal yang sama menjadi berkurang. Mengingat masing-masing keluarga mengabaikan dampak eksternal dalam memutuskan jumlah domba yang hendak dipelihara, maka pada akhirnya jumlah domba secara keseluruhan menjadi terlalu banyak.
Jika mau berpikir lebih panjang, penduduk Kota Umum sebenarnya bisa mencegah terjadinya tragedi itu. Mereka bisa berembug bersama untuk menentukan jumlah maksimal domba yang yang dapat dipelihara oleh setiap keluarga. Atau, mereka bisa menginternalisasikan eksternalitas itu, dengan cara mengenakan pajak kepemilikkan domba, atau menerbitkan dan melelang izin penggembalaan terbatas. Artinya, penduduk kota di abad pertengahan itu bisa mngatasi masalah pemanfaatan padang rumput secara berlebihan, dengan cara seperti yang ditempuh masyarakat modern untuk memecahkan persoalan polusi.
Bahkan sebenarnya ada solusi yang lebih sederhana untuk Kota Umum. Mereka dapat membagi-bagi lahan penggembalaan itu kepada masing-masing keluarga. Setia keluarga mendapat sebidang lahannya sendiri. Dengan cara ini, status padang rumput akan berubah dari sumber daya milik bersama menjadi barang pribadi, sehingga masing-masing keluarga akan berusaha agar lahannya terus ditumbuhi rumput secara berkesinambungan. Para pendatang juga tidak akan ikut memelihara domba-domba baru, karena lahan penggembalaannya sudah habis terbagi. Dalam kenyataannya, hal inilah yang terjadi di Inggris pada abad ketujuhbelas.
Ada satu pelajaran penting yang terkandung dalam kisah Tragedi Barang Umum ini, yakni pada saat seseorang memanfaatkan suatu sumber daya milik bersama, pada saat itu pula ia mengurangi kesempatan bagi orang lain untuk melakukan tindakan serupa. Akibat adanya eksternalitas negatif, pemanfaatan setiap sumber daya milik bersama selalu cenderung berlebihan. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dapat menerapkan regulasi atau memberlakukan pajak. Atau, pemerintah bisa mengubah sumber daya milik bersama itu menjadi barang swasta.
Pelajaran dasar ini ternyata sudah diketahui sejak ribuan tahun yang lampau. Filsuf Yunani kuno, Aristoteles, pernah mengutarakan masalah yang terkandung dalam sumber daya milik bersama : “Apa yang diperuntukkan bagi orang banyak, tidak akan dipelihara secara memadai, karena semua orang mengutamakan kepentingannya sendiri dibanding kepentingan orang lain”.
3. Ketidaksempurnaan Pasar
Masalah lingkungan bisa juga terjadi ketika salah satu partisipan didalam suatu tukar manukar hak-hak kepemilikan (property rights) mampu mempengaruhi hasil yang terjadi (outcome). Hal ini bisa terjadi pada pasar yang tidak sempuna (Inperfect Market) seperti pada kasus monopoli (penjual tunggal).
Ketidaksempurnaan pasar ini misalnya terjadi pada praktek monopoli dan kartel. Contoh konkrit dari praktek kartel ini adalah Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dengan memproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit sehingga mengakibatkan meningkatknya harga yang lebih tinggi dari normal. Pada kondisi yang demikian akan hanya berakibat terjadinya penignkatan surplus produsen yang nilainya jauh lebih kecil dari kehilangan surplus konsumen, sehingga secara keseluruhan, praktek monopoli ini merugikan masyarakat (worse-off).
4. Kegagalan Pemerintah
Sumber ketidakefisienan dan atau eksternalitas tidak saja diakibatkan oleh kegagalan pasar tetapi juga karena kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan pemerintah banyak diakibatkan tarikan kepentinan pemerintah sendiri atau kelompok tertentu (interest groups) yang tidak mendorong efisiensi. Kelompok tertentu ini memanfaatkan pemerintah untuk mencari keuntungan (rent seeking) melalui proses politik, melalui kebijaksanaan dan sebagainya. Aksi pencarian keuntungan (rent seeking) bisa dalam berbagai bentuk :
1. Kelompok yang punya kepentingan tertentu (interest groups) melakukan loby dan usaha-usaha lain yang memungkinkan diberlakukannya aturan yang melindungi serta menguntungkan mereka
2. Praktek mencari keuntungan bisa juga berasal dari pemerintah sendiri secara sah misalnya memberlakukan proteksi berlebihan untuk barang-barang tertentu seperti menegnakan pajak impor yang tinggi dengan alasan meningkatkan efisiensi perusahaan dalam negeri.
3. Praktek mencari keuntungan ini bisa juga dilakukan oleh aparat atau oknum tertentu yang emmpunyai otoritas tertentu, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan bisa memberikan uang jasa atau uang pelicin untuk keperluan tertentu, untuk menghindari resiko yang lebih besar kalau ketentuan atau aturan diberlakukan dengan sebenarnya. Praktek mencari keuntungan ini membuat alokasi sumber daya menjadi tidak efisien dan pelaksanaan atuan-aturan yang mendorong efisiensi tidak berjalan dengan semestinya. Praktek jenis ini bisa mendorong terjadinya eksternalitas. Sebagi contoh, Perusahaaan A yang mengeluarkan limbah yang merusak lingkungan. Berdasarkan perhitungan atau estimasi perusahaan A harus mengeluarkan biaya (denda) yang besar (misalnya Rp. 1 milyar) untuk menanggulangi efek dari limbah yang dihasilkan itu. Pencari keuntungan (rent seeker) bisa dari perusahaan itu sendiri atau dari pemerintah atau oknum memungkinkan membayar kurang dari 1 milyar agar peraturan sesungguhnya tidak diberlakukan, dan denda informal ini belum tentu menjadi revenue pemerintah. Sehingga akhirnya dampak lingkungan yang seharusnya diselidiki dan ditangani tidak dilaksanakan dengan semestinya sehingga masalahnya menjadi bertambah serius dari waktu ke waktu.