Powered By Blogger

Sabtu, 26 Februari 2011

RESENSI

TUGAS KELOMPOK BAHASA INDONESIA
"RESENSI"

IESP SEMESTER 5 KELAS A KELOMPOK 10
DISUSUN OLEH :
WISNU WIDAYAT NIM :108084000032
ANGGA WIGUNA NIM :108084000026


RESENSI

Menulis resensi merupakan proses menuangkan atau memaparkan nilai sebuah hasil karya atau buku berdasarkan tataan tertentu. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pertimbangan baik-buruknya, cermat-cerobohnya, benar-salahnya, kuat-lemahnya, dan manfaat-mubazirnya suatu topik buku (Saryono, 1997:54).
Pada dasarnya, keterampilan menulis resensi tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. Selain itu, menulis resensi merupakan suatu proses perkembangan. Seperti halnya, dengan kegiatan menulis pada umumnya, menulis resensi menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan, dan keterampilan- keterampilan khusus, serta pengajaran langsung menjadi seorang peresensi.
Dalam menulis resensi, peresensi perlu memperhatikan pola tulisan resensi. Ada tiga pola tulisan resensi buku, yaitu meringkas, menjabarkan, dan mengulas. Meringkas (sinopsis) berarti menyajikan semua persoalan buku secara padat dan jelas. Menjabarkan berarti mendeskripsikan hal-hal menonjol dari sinopsis yang sudah dilakukan. Bila perlu bagian-bagian yang mendukung uraian dikutip.
Mengulas berarti menyajikan ulasan sebagai berikut: (1) isi pernyataan atau materi buku sudah dipadatkan dan dijabarkan kemudian diinterpretasikan, (2) organisasi atau kerangka buku, (3) bahasa, (4) kesalahan cetak, (5) komparasi dengan buku-buku sejenis, baik karya pengarang sendiri maupun pengarang lain, dan (6) menilai, mencakup kesan peresensi terhadap buku terutama keunggulan dan kelemahan buku (Samad, 1997:5—6).
Hakikat Resensi
Dunia perbukuan di tanah air semakin marak pada tahun-tahun terakhir. Para penulis, baik yang sudah profesional maupun pemula, berlomba-lomba untuk mengirimkan tulisannya ke penerbit. Beberapa penerbit pun tidak segan-segan untuk mengumumkan secara terbuka akan kebutuhannya terhadap naskah. Perkembangan aktivitas perbukuan pun dibarengi dengan perkembangan media massa.
Media massa berani memberikan ruang untuk para pembaca yang ingin menuangkan gagasan, pikiran, atau perasaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kolom surat pembaca, artikel, dan opini untuk edisi harian. Sedangkan tiap minggu tersedia kolom cerpen, humor, dan resensi. Hal ini tentunya merupakan pertanda budaya menulis di Indonesia mulai tumbuh dan berkembang.
Akan tetapi, perkembangan budaya menulis di tanah air belum sepenuhnya dibarengi dengan budaya membaca. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengetahui dan memahami pentingnya membaca. Hal ini seolah menjadi dua sisi mata uang. Namun, dari sudut pandang lain akan menjadi sebuah simbiosis mutualisme antara budaya menulis dengan budaya membaca.
Mengapa bisa dikatakan seperti itu? Dunia perbukuan yang ramai memberi peluang banyaknya buku yang diterbitkan dengan tema serupa. Hal tersebut akan mengakibatkan masyarakat pembaca kebingungan untuk membeli dan membaca buku-buku tersebut. Di sinilah letak hubungan yang saling menguntungkan tersebut. Para penulis yang peduli dengan keadaan ini berusaha untuk memecahkan masalah tersebut dengan menyusun resensi. Bentuk tulisan resensi akan sangat membantu para pembaca yang kebingungan ingin memilih, membeli, atau sekedar membaca buku-buku yang terbit tersebut.
Resensi merupakan salah satu bentuk tulisan jurnalistik yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan memberi pertimbangan kepada pembaca mengenai sebuah buku yang baru diterbitkan. Secara sederhana, resensi dapat dianggap sebagai bentuk tulisan yang merupakan perpaduan antara ringkasan dan ikhtisar berisi penilaian, ringkasan isi buku, pembahasan, atau kritik terhadap buku tersebut. Bentuk tulisan ini bergerak di subyektivitas peresensinya dengan bekal pengetahuan yang dimilikinya tentang bidang itu. Resensi memiliki bagian-bagian penting di dalamnya, diantaranya judul resensi, identitas buku, bagian pembuka resensi yang memaparkan kepengarangan, tema, golongan buku, isi atau tubuh resensi yang memaparkan ikhtisar, ulasan serta kutipan, dan kelemahan juga kelebihan buku, dan bagian penutup.
Resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere yang artinya melihat kembali, menimbang atau menilai. Arti yang sama untuk istilah tersebut dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah recensie. Tiga istilah tersebut mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas sebuah buku.
Merujuk pada pengertian secara istilah tersebut, WJS. Poerwadarminta (dalam Romli, 2003:75) mendefinisikan resensi secara bahasa sebagai pertimbangan atau perbincangan tentang sebuah buku yang menilai kelebihan atau kekurangan buku tersebut, menarik-tidaknya tema dan isi buku, kritikan, dan memberi dorongan kepada khalayak tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca dan dimiliki atau dibeli. Perbincangan buku tersebut dimuat di surat kabar atau majalah. Pendapat ini diperkuat oleh Samad (1997:1) yang menyatakan bahwa tindakan meresensi buku dapat berarti memberikan penilaian, mengungkap kembali isi buku,
membahas, atau mengritik buku.
Pendapat yang berbeda diungkapkan oleh Saryono (1997:56) mengenai definisi resensi, yaitu sebuah tulisan berupa esai dan bukan merupakan bagian suatu ulasan yang lebih besar mengenai sebuah buku. Isinya adalah laporan, ulasan, dan pertimbangan baik-buruknya, kuat-lemahnya, bermanfaat-tidaknya , benar-salahnya, argumentatif- tidaknya buku tersebut. Tulisan tersebut didukung dengan ilustrasi buku yang diresensi, baik berupa foto buku atau foto copi sampul buku.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai definisi resensi, dapat disimpulkan bahwa resensi adalah suatu karangan atau tulisan yang mencakup judul resensi, identitas buku, pembukaan dengan memaparkan kepengarangan, tema, golongan buku, isi atau tubuh resensi yang memaparkan ikhtisar, ulasan serta kutipan, dan kelemahan juga kelebihan buku, dan penutup kepada khalayak tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca, dimiliki, atau dibeli.
Resensi? Apakah itu? Bagaimana ya cara menulisnya, Secara etimologis, kata resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Kedua kata tersebut berarti melihat kembali, menimbang, atau menilai. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah recensie dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Berbagai istilah tersebut mengacu kepada hal yang sama yaitu mengulas sebuah buku. Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan resensi sebagai ”Pertim-bangan atau pembicaraan buku, ulasan buku”Gorys Keraf mendefinisikan resensi sebagai ”Suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku” (Keraf, 2001 : 274). Dari pengertian tersebut muncul istilah lain dari kata resensi yaitu kata pertimbangan buku, pembicaraan buku, dan ulasan buku. Intinya membahas tentang isi sebuah buku baik berupa fiksi maupun nonfiksi. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa resensi adalah tulisan ilmiah yang membahas isi sebuah buku, kelemahan, dan keunggulannya untuk diberitahukan kepada masyarakat pembaca.
Sebagaimana menulis jenis karangan lainnya, menulis resensi juga memiliki tujuan. Gorys Keraf mengemukakan tujuan menulis resensi sebagai berikut: ”…menyampaikan kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya sastra patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak?” (Keraf, 2001 : 274). Lebih jauh Daniel Samad (1997 : 2) mengemukakan tujuan penulisan resensi yang meliputi lima tujuan antara lain:
a) Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah buku.
b) Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah buku.
c) Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku pantas mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
d) Menjawab pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat buku yang baru terbit seperti: siapa pengarangnya, mengapa ia menulis buku itu, bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis karya pengarang yang sama, dan bagaimana hubungannya dengan buku sejenis karya pengarang lain?
Menulis sebuah resensi tidaklah mudah. Untuk melakukan kegiatan ini diperlukan beberapa persyaratan seorang penulis. Menurut Brotowojoyo (1985, 125), ada tiga syarat utama seorang penulis agar mampu menulis resensi antara lain:
a) Penulis harus memiliki pengetahuan dalam bidangnya. Artinya, jika seorang penulis akan meresensi sebuah buku novel, maka ia harus memiliki pengetahuan tentang teori novel dan perkembangannya. Hal ini diperlukan agar penulis dapat memberikan perbandingan terhadap karya lain yang sejenis. Kepekaan analisis juga sangat dipengaruhi unsur tersebut.
b) Penulis harus memiliki kemampuan analisis. Sebuah buku novel terdiri atas unsur internal dan eksternal. Seorang penulis resensi harus mampu menggali unsur-unsur tersebut. Unsur tersebut dianalisis untuk dinilai kelayakannya. Kemampuan analisis ini akan mengantarkan penulis kepada kemampuan menilai apakah sebuah buku layak dibaca masyarakat atau tidak.
c) Seorang penulis juga dituntut memiliki pengetahuan dalam acuan yang sebanding. Artinya, penulis akan membandingkan sebuah karya dengan karya lain yang sejenis. Dengan demikian ia akan mampu menemukan kelemahan dan kekurangan sebuah karya.

Sistematika Resensi
Sistematika resensi atau bagian-bagian resensi dikenal juga dengan istilah unsur resensi. Unsur yang membangun sebuah resensi menurut Samad (1997 : 7-8) adalah sebagai berikut: (1) judul resensi; (2) data buku; (3) pembukaan; (4) tubuh resensi; dan (5) penutup. Penjelasan tentang bagian-bagian tersebut penulis kemukakan berikut ini.
a) Judul Resensi
Judul resensi harus menggambarkan isi resensi. Penulisan judul resensi harus jelas, singkat, dan tidak menimbulkan kesalahan penafsiran. Judul resensi juga harus menarik sehingga menimbulkan minat membaca bagi calon pembaca. Sebab awal keinginan membaca seseorang didahului dengan melihat judul tulisan. Jika judulnya menarik maka orang akan membaca tulisannya. Sebaliknya, jika judul tidak menarik maka tidak akan dibaca. Namun perlu diingat bahwa judul yang menarik pun harus sesuai dengan isinya. Artinya, jangan sampai hanya menulis judulnya saja yang menarik, sedangkan isi tulisannya tidak sesuai, maka tentu saja hal ini akan mengecewakan pembaca.
b) Data Buku
Secara umum ada dua cara penulisan data buku yang biasa ditemukan dalam penulisan resensi dimedia cetak antara lain:
a. Judul buku, pengarang (editor, penyunting, penerjemah, atau kata pengantar), penerbit, tahun terbit, tebal buku, dan harga buku.
b. Pengarang (editor, penyunting, penerjemah, atau kata pengantar, penerbit, tahun terbit, tebal buku, dan harga buku.
c) Pendahuluan
Bagian pendahuluan dapat dimulai dengan memaparkan tentang pengarang buku, seperti namanya, atau prestasinya. Ada juga resensi novel yang pada bagian pendahuluan ini memperkenalkan secara garis besar apa isi buku novel tersebut. Dapat pula diberikan berupa sinopsis novel tersebut.
d) Tubuh Resensi
Pada bagian tubuh resensi ini penulis resensi (peresensi) boleh mengawali dengan sinopsis novel. Biasanya yang dikemukakan pokok isi novel secara ringkas. Tujuan penulisan sinopsis pada bagian ini adalah untuk memberi gambaran secara global tentang apa yang ingin disampaikan dalam tubuh resensi. Jika sinopsisnya telah diperkenalkan peresensi selanjutnya mengemukakan kelebihan dan kekurangan isi novel tersebut ditinjau dari berbagai sudut pandang—tergantung kepada kepekaan peresensi.
e) Penutup
Bagian akhir resensi biasanya diakhiri dengan sasaran yang dituju oleh buku itu. Kemudian diberikan penjelasan juga apakah memang buku itu cocok dibaca oleh sasaran yang ingin dituju oleh pengarang atau tidak. Berikan pula alasan-alasan yang logis.

Bagaimana Meresensi Buku Novel?
Untuk meresensi novel terlebih dahulu kita harus memahami unsur-unsur pembangun novel. Unsur pembangun novel tersebut antara lain sebagai berikut: latar, perwatakan, cerita, alur, dan tema. Latar biasanya mencakup lingkungan geografis, dimana cerita tersebut berlangsung. Latar juga dapat dikaitkan dengan segi sosial, sejarah, bahkan lingkungan politik dan waktu. Perwatakan artinya gambaran perilaku tokoh yang terdapat dalam novel. Pembaca harus dapat menafsirkan perwatakan seorang tokoh. Cara penggambaran watak ini biasanya bermacam-macam. Ada penggambaran watak secara deskriptif dan ada pula secara ilustratif. Cerita novel bisa meliputi peristiwa secara fisik—seperti perampokan, pembunuhan, dan kematian mendadak, namun juga peristiwa kejiwaan yang biasanya berupa konflik batiniah pelaku. Alur berkenaan dengan kronologis peristiwa yang disampaikan pengarang. Sedangkan tema merupakan kesimpulan dari seluruh analisis fakta-fakta dalam cerita yang sudah dicerna.
Sebelum menulis resensi perlu memahami terlebih dahulu langkah-langkah yang harus ditempuh. Berkenaan dengan itu Samad (1997 : 6-7) memberikan langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
a) Penjajakan atau pengelanaan terhadap buku yang akan diresensi;
b) Membaca buku yang akan diresensi secara konprehensif, cermat, dan teliti.
c) Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan menentukan bagian-bagian yang dikutif untuk dijadikan data;
d) Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi;
e) Menentukan sikap dan menilai hal-hal yang berkenaan dengan organisasi penulisan, bobot ide, aspek bahasanya, dan aspek teknisnya;
Mengoreksi dan merevisi hasil resensi atas dasar kriteria yang kita tentukan sebelumnya. Berbagai buku paket mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia juga menganjurkan langkah-langkah menulis resensi novel. Buku Berbahasa dan Sastra Indonesia yang ditulis Syamsudin (2004 : 81) menyarankan langkah-langkah menulis resensi novel sebagai berikut:
a) Tuliskan identitas buku pada awal tulisan;
b) Kemukakan sinopsis atau ringkasan novel tersebut;
c) Kemukakan pembahasan novel tersebut dilihat dari unsur-unsur pembentuknya. Tunjukkan kelebihan dan kekurangan novel tersebut disertai bukti berupa kutipan-kutipan;
d) Bagian akhir diisi dengan simpulan, apakah novel itu cukup baik untuk dibaca serta siapa yang layak membaca novel tersebut.
Pendapat yang lebih ringkas tentang langkah menulis resensi novel dikemukakan dalam buku paket lain yang ditulis Permadi (2005 : 233) sebagai berikut:
a) Pilihlah novel yang baru diterbitkan, biasanya 3 tahun terakhir;
b) Kemukakan identitas buku novel secara singkat berkenaan dengan pengarang, tahun terbit, dan jumlah halaman, serta katalog;
c) Kemukakan garis besar novel secara ringkat, kelebihan dan kekurangannya.
Pendapat lain tentang langkah menulis resensi dikemukakan oleh Raharjo (2004 : 54) sebagai berikut:
a) Membaca contoh-contoh resensi;
b) Menentukan buku yang akan diresensi;
c) Membaca buku yang akan diresensi secara teliti;
d) Mencatat hal-hal yang menarik dan yang tidak menarik dari buku yang akan diresensi;
e) Berlatih menyusun resensi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis melihat banyak persamaan tentang langkah-langkah penulisan resensi. Jika semua pendapat tersebut digabungkan maka secara garis besar langkah menulis resensi terbagi atas tiga tahapan. Tahapan menulis resensi adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan meliputi: (a) Membaca contoh-contoh resensi; dan (b) Menentukan buku yang akan diresensi.
2. Tahap Pengumpulan data: (a) Membaca buku yang akan diresensi; (b) Menandai bagian-bagian yang akan dijadikan kutipan sebagai data; (c) Menuliskan data-data penulisan resensi.
3. Tahap penulisan meliputi: (a) Menuliskan identisa buku; (b) Mengemukakan sinopsis novel; (c) Mengemukakan kelebihan dan kekurang-an buku novel; (d) Mengemukakan sasaran pembaca; dan (e) Mengoreksi dan memperbaiki resensi berdasarkan susunan kalimatnya, kohesi dan koherensi karangan, diksi, ejaan dan tanda bacanya.

Contoh resensi buku
Romantisme Cinta Yang Tak Pernah Pudar
Judul buku : Atas Nama Cinta
Penulis : Adam Dewi
Penyunting : Quito R Motinggo
Penerbit : Azalea PT Mijan Pustaka
Cetakan :1 Mei 2005
Tebal : vii+246 Halaman


Atas Nama Cinta


Cinta adalah kata paling menyihir, iya bermakna demikian luar biasa, sehingga mampu membius umat manusia. Tak heran jika setiap pribadi mempunya definisi yang berbeda-beda tentang cinta. Bahkan dalam situs internet www.heartnsoul.com makna cinta itu begitu leluasa di artikan oleh siapa saja tanpa ada penyusunan kecuali di beri catatan " tanpa nama ".

Prinsip-Prinsip Resensi Buku

Resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Arti yang sama untuk istilah itu dalam bahasa Belanda dikenal dengan recensie, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Tiga istilah itu mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas sebuah buku. Tindakan meresensi buku dapat berarti memberikan penilaian, mengungkap kembali isi buku, membahas, atau mengkritik buku. Dengan pengertian yang cukup luas itu, maksud ditulisnya resensi buku tentu menginformasikan isi buku kepada masyarakat luas.
Apakah hanya buku yang bisa diresensi? Sebenarnya bidang garapan resensi cukup luas. Apabila diklasifikasikan, ada tiga bidang garapan resensi, yaitu (a) buku, baik fiksi maupun nonfiksi; (b) pementasan seni, seperti film, sinetron, tari, drama, musik, atau kaset; (c) pameran seni, baik seni lukismaupun seni patung.

1. Tujuan Resensi

Sebelum meresensi, hendaknya peresensi memahami tujuan resensi.
Apa sebenarnya tujuan resensi. Jika diamati, pemuatan resensi buku sekurang-kurangnya mempunyai lima tujuan, yaitu sebagai berikut.
a. Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah buku.

b. Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah buku.

c. Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah buku itu
pantas mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.

d. Menjawab pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat buku yang baru terbit, seperti berikut.
- Siapa pengarangnya?
- Mengapa ia menulis buku itu?
- Apa pernyataannya?
- Bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis karya pengarang yang sama?
- Bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis yang dihasilkan oleh pengarang-pengarang lain?
e. Untuk segolongan pembaca, resensi mempunyai tujuan berikut:
- membaca agar mendapatkan bimbingan dalam memilih buku;
- setelah membaca resensi berminat untuk membaca atau mencocokkan seperti apa yang ditulis dalam resensi;
- tidak ada waktu untuk membaca buku, kemudian mengandalkan resensi sebagai sumber informasi.

2. Dasar-Dasar Resensi

Sebelum meresensi, peresensi perlu memahami dasar-dasar resensi. Apa sajakah dasar-dasarnya? Berikut ini penjelasannya.
a. Peresensi memahami sepenuhnya tujuan pengarang buku itu.
Tujuan pengarang dapat diketahui dari kata pengantar atau bagian pendahuluan buku. Kemudian, dicari apakah tujuan itu direalisasikan dalam seluruh bagian buku.
b. Peresensi menyadari sepenuhnya tujuan meresensi karena sangat menentukan corak resensi yang akan dibuat.
c. Peresensi memahami betul latar belakang pembaca yang menjadi sasarannya: selera, tingkat pendidikan, dari kalangan macam apa asalnya, dan sebagainya. Atas dasar itu, resensi yang dimuat surat kabar atau majalah tidak sama dengan yang dimuat pada surat kabar atau majalah yang lain.
d. Peresensi memahami karakteristik media cetak yang akan memuat resensi. Setiap media cetak ini mempunyai identitas, termasuk dalam visi dan misi. Dengan demikian, kita akan mengetahui kebijakan dan resensi macam apa yang disukai oleh redaksi. Kesukaan redaksi ini akan tampak pada frekuensi jenis buku yang dimuat. Demikian pula, jenis buku yang dimuat biasanya sesuai dengan visi dan misinya. Misalnya, majalah sastra tidak menampilkan resensi buku tentang teknik. Jenis buku yang dimuat pasti buku yang berkaitan dengan masalah ekonomi. Demikian pula dengan majalah teknik dan filsafat.
Selain itu, peresensi ada baiknya mengetahui media yang akan dituju, seperti surat kabar (nasional atau daerah), dan majalah (ilmiah, ilmiah populer, atau hiburan).

3. Nilai Buku

Kegiatan meresensi buku pada hakikatnya melakukan penilaian terhadap buku. Menilai berarti mengulas, mempertimbangkan, mengkritik, dan menunjukkan kelebihan-kelebihan serta kekurangan-kekurangan buku dengan penuh tanggung jawab. Dengan penuh tanggung jawab artinya mengajukan dasar-dasar atau argumen terhadap pendapatnya, dan kriteria-kriteria yang dipergunakan untuk membentuk pendapatnya itu, serta data yang meyakinkan (dengan
menyajikan kutipan-kutipan yang tepat dan relevan). Akan tetapi, sasaran penilaian (organisasi, isi, bahasa, dan teknik) itu sering sulit diterapkan secara mekanis. Suatu unsur, sering lebih mendapat tekanan daripada unsur yang lain. Hal yang patut diperhatikan sebaiknya tidak menggunakan salah satu unsur untuk menilai keseluruhan buku.
Nilai buku akan lebih jelas apabila dibandingkan dengan karyakarya sejenis, baik yang ditulis oleh pengarang itu sendiri maupun yang ditulis oleh pengarang lain.


4. Bahasa Resensi

Bahasa resensi biasanya bernas (singkat-padat), tegas, dan tandas. Pemilihan karakter bahasa yang digunakan disesuaikan dengan karakter media cetak yang akan memuatnya dan karakter pembaca yang akan menjadi sasarannya.
Pemilihan karakter bahasa berkaitan erat dengan masalah penyajian tulisan. Misalnya, tulisan yang runtut kalimatnya, ejaannya benar, tidak panjang lebar (bertele-tele), dan tidak terlalu banyak coretan atau bekas hapusan.
Di samping itu, penyajian tulisan resensi bersifat padat, singkat, mudah ditangkap, menarik, dan enak dibaca. Tulisan yang menarik dan enak dibaca artinya enak dibaca baik oleh redaktur (penanggung jawab rubrik) maupun pembaca. Kita perlu membiasakan diri membaca resensi itu dengan menempatkan diri sebagai redaktur atau pembaca. Untuk itu, kita mengambil jarak. Jadikanlah diri kita seolah-olah redaktur atau pembaca. Dengan cara ini, emosi kita sebagai penulis bisa ditanggalkan. Kita akan mampu melihat kekuatan dan kelemahan resensi kita.

5. Kelebihan Resensi

a. Tidak Basi
Jika dibandingkan dengan tulisan lain, seperti berita, artikel, dan karangan khas (features), resensi lebihtahan lama. Artinya, andaipun resensi dikembalikan oleh redaksi, resensi itu masih dapat dikirim ke media lain. Demikian pula buku yang diresensi tidak harus buku yang baru terbit. Kita boleh meresensi buku yang terbit setahun yang lalu, asalkan buku itu belum pernah dimuat di media yang akan dituju. Meskipun demikian, pada umumnya buku yang diresensi, buku-buku yang baru terbit.
b. Menambah Wawasan
Informasi dari buku sangat berguna untuk menambah wawasan berpikir dan mengasah daya kritis. Kita juga bisa menilai apakah buku itu bermutu atau tidak. c. Keuntungan Finansial
Jika resensi kita dimuat, kita tidak menerima honor dari redaksi saja, tetapi juga dari penerbit. Kalau fotokopi resensi itu dikirim ke penerbit, minimal buku baru yang kita dapat (jika penerbit tidak bersedia memberi honor). Biasanya penerbit akan memberi beberapa buah buku baru untuk diresensi kalau resensi buku kita sering dimuat di media cetak. Jadi, lumayan koleksi buku kita bertambah tanpa harus membeli.

6. Pola Tulisan Resensi

Ada tiga pola tulisan resensi buku, yaitu meringkas, menjabarkan, dan mengulas.
a. Meringkas (sinopsis) berarti menyajikan semua persoalan buku secara padat dan jelas. Sebuah buku biasanya menyajikan banyak persoalan. Persoalan-persoalan itu sebaiknya diringkas. Untuk itu, perlu dipilih sejumlah masalah yang dianggap penting dan ditulis dalam suatu uraian yang bernas.
b. Menjabarkan (deskripsi) berarti mengungkapkan hal-hal menonjol dari sinopsis yang sudah dibuat. Jika perlu, bagian-bagian yang mendukung uraian itu dikutip.
c. Mengulas berarti menyajikan uraian sebagai berikut:
- isi pernyataan atau materi buku yang sudah dipadatkan dan dijabarkan kemudian diinterpretasikan;
- organisasi atau kerangka buku;
- bahasa;
- kesalahan cetak;
- membandingkan (komparasi) dengan buku-buku sejenis, baik karya pengarang sendiri maupun karya pengarang lain;
- menilai, mencakup kesan peresensi terhadap buku, terutama yang berkaitan dengan keunggulan dan kelemahan buku.
Urutan pola meringkas, menjabarkan, dan mengulas itu dapat pula dipertukarkan. Kita bisa langsung mengulas, menjabarkan, dan meringkas. Misalnya, kita mulai dari kesan terhadap buku, membandingkan, lalu masuk ke bagian meringkas. Sesudah itu, kita memadatkan persoalan utama atau bagian terpenting dalam uraian yang singkat dan jelas. Kemudian, kita perlu menjabarkan bagian-bagian terpenting dari sinopsis. Kita pun dapat mulai dari menjabarkan, meringkas, dan mengulas. Namun, satu hal terpenting, isi pernyataan dalam buku itu dipahami terlebih dahulu.
Dari pemahaman itu, kita akan tahu pola mana yang tepat untuk menyajikannya.

7. Langkah-Langkah Meresensi Buku

Langkah-langkah meresensi buku sebagai berikut.
a. Penjajakan atau pengenalan terhadap buku yang diresensi.
- Mulai dari tema buku yang diresensi, disertai deskripsi isi buku.
- Siapa yang menerbitkan buku itu, kapan dan di mana diterbitkan, tebal (jumlah bab dan halaman), format, hingga harga.
- Siapa pengarangnya: nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan prestasi, buku atau karya apa saja yang ditulis, hingga mengapa ia menulis buku itu.
- Buku itu termasuk golongan buku yang mana: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi, sosiologi, filsafat, bahasa, atau sastra.
b. Membaca buku yang akan diresensi secara komprehensif, cermat, dan teliti. Peta permasalahan dalam buku itu perlu dipahami secara tepat dan akurat.
c. Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan menentukan bagian-bagian yang dikutip untuk dijadikan data.
d. Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi.
e. Menentukan sikap dan menilai hal-hal berikut.
- Organisasi atau kerangka penulisan; bagaimana hubungan antara bagian yang satu dan bagian yang lain, bagaimana sistematikanya, dan bagaimana dinamikanya.
- Isi pernyataan; bagaimana bobot ide, analisis, penyajian data, dan kreativitas pemikirannya.
- Bahasa; bagaimana ejaan yang disempurnakan diterapkan, kalimat dan penggunaan kata, terutama untukbuku ilmiah.
- Aspek teknis; bagaimana tata letak, tata wajah, kerapian dan kebersihan, dan pencetakannya (banyak salah cetak atau tidak).
Sebelum menilai, alangkah baiknya jika terlebih dahulu dibuat semacam garis besar (outline) resensi itu. Outline ini sangat membantu kita ketika menulis. Mengoreksi dan merevisi hasil resensi dengan menggunakan dasar dan kriteria yang kita tentukan sebelumnya.

8. Unsur-Unsur Resensi

Kita perlu mengetahui unsur-unsur yang membangun resensi buku. Apa saja unsur-unsur yang membangun resensi buku?
a. Membuat Judul Resensi
Judul resensi yang menarik dan benar-benar menjiwai seluruh tulisan atau inti tulisan, tidak harus ditetapkan terlebih dahulu. Judul dapat dibuat sesudah resensi selesai. Hal yang perlu diingat, judul resensi selaras dengan keseluruhan isi resensi.
b. Menyusun Data Buku
Data buku biasanya disusun sebagai berikut:
- judul buku (Apakah buku itu termasuk buku hasil terjemahan.
Kalau demikian, tuliskan juga judul aslinya.);
- pengarang (Kalau ada, tulislah juga penerjemah, editor, atau penyunting seperti yang tertera pada buku.);
- penerbit;
- tahun terbit beserta cetakannya (cetakan ke berapa);
- tebal buku;
- harga buku (jika diperlukan).
c. Membuat Pembukaan (lead)
Pembukaan dapat dimulai dengan hal-hal berikut:
- memperkenalkan siapa pengarangnya, karyanya berbentuk apa saja, dan prestasi apa saja yang diperoleh;
- membandingkan dengan buku sejenis yang sudah ditulis, baik oleh pengarang sendiri maupun oleh pengarang lain;
- memaparkan kekhasan atau sosok pengarang;
- memaparkan keunikan buku;
- merumuskan tema buku
- mengungkapkan kritik terhadap kelemahan buku;
- mengungkapkan kesan terhadap buku;
- memperkenalkan penerbit;
- mengajukan pertanyaan;
- membuka dialog.
d. Tubuh atau Isi Pernyataan Resensi Buku
Tubuh atau isi pernyataan resensi biasanya memuat hal-hal berikut:
a. sinopsis atau isi buku secara bernas dan kronologis;
b. ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya;
c. keunggulan buku;
d. kelemahan buku;
e. rumusan kerangka buku;
f. tinjauan bahasa (mudah atau berbelit-belit);
g. adanya kesalahan cetak.

DAFTAR PUSTAKA :

http://www.elvinmiradi.com/topik/definisi+resensi.html

http://www.artikata.com/arti-347740-resensi.php

http://ilmuherry.blogspot.com/2010/06/pengertian-resensi.html

http://www.sentra-edukasi.com/2009/11/cara-menulis-resensi-nonsastra.html

Dari Ejaan van Ophuijsen Hingga EYD

Dari Ejaan van Ophuijsen Hingga EYD
1. Ejaan van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai berikut.
a. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
b. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
c. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer, 'akal, ta', pa', dinamai'.
2. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
a. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
3. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sebagai berikut.
1. Perubahan Huruf
Ejaan Soewandi Ejaan yang Disempurnakan
dj djalan, djauh J jalan, jauh
j pajung, laju Y payung, layu
nj njonja, bunji ny nyonya, bunyi
sj isjarat, masjarakat Sy isyarat, masyarakat
tj tjukup, tjutji C cukup, cuci
ch tarich, achir kh tarikh, akhir
2. Pemakaian Huruf
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf Aa, Bb, Cc, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Jj, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo, Pp, Qq, Rr, Ss, Tt, Uu, Vv, Ww, Xx, Yy, Zz
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Huruf Diftong Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
ai Ain syaitan Pandai
au Aula saudara Harimau
oi – boikot Amboi

E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Konsonan Di Awal Di Tengah Di Akhir
Kh khusus akhir Tarikh
Ng ngilu bangun Senang
Ny nyata hanyut –
Sy syarat isyarat Arasy
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya: ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir
c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya : man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makh-luk
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya : in-strumen, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trik, ikh-las
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya : makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah

3. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
• Dia mengantuk.
• Apa maksudnya?
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya:
• Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
• Bapak menasihatkan, "Berhati-hatilah, Nak!"
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
• Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen
4. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
• Mahaputra Yamin
• Sultan Hasanuddin
b.Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
• Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
• Tahun ini ia pergi naik haji.
9. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
• Asia Tenggara
• Danau Toba
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
Misalnya:
• berlayar ke teluk
• pergi ke arah tenggara
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya:
• gula jawa
• pisang ambon
10. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya:
• Majelis Permusyawaratan Rakyat
• Republik Indonesia
b.Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
• kerja sama antara pemerintah dan rakyat
• menjadi sebuah republik
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
• Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
• Perserikatan Bangsa-Bangsa
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
• Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
• Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
13. huruf capital dipakai sebagai huruf pertama unsure singkatan nama gelar ,pangkat dan sapaan.
Misalnya:
• Dr. = doktor
• M.A. = master of arts
14. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
• Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
• "Silakan duduk, Dik!" kata Ucok.
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
• Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
• Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya:
• Sudahkah Anda tahu?
• Surat Anda telah kami terima.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
• buku Negarakertagama karangan Prapanca
• majalah Bahasa dan Kesusastraan
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
• Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital
• Huruf pertama kata abad ialah a.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
• Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
• Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.
4. Penulisan Kata
A. Kata Dasar
1. Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
• Ibu percaya bahwa engkau tahu.
• Kantor pajak penuh sesak.
• Buku itu sangat tebal.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
• bergeletar
• dikelola
• penetapan
• menengok
• mempermainkan
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya:
• bertepuk tangan
• garis bawahi
• menganak sungai
• sebar luaskan
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
• menggarisbawahi
• menyebarluaskan
• dilipatgandakan
• penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:

adipati mahasiswa
aerodinamika mancanegara
antarkota multilateral
anumerta narapidana
audiogram nonkolaborasi
awahama Pancasila
bikarbonat panteisme
biokimia paripurna
caturtunggal poligami
dasawarsa pramuniaga
dekameter prasangka
demoralisasi purnawirawan
dwiwarna reinkarnasi
ekawarna saptakrida
ekstrakurikuler semiprofesional
elektroteknik subseksi
infrastruktur swadaya
inkonvensional telepon
introspeksi transmigrasi
kolonialisme tritunggal
kosponsor ultramodern

Catatan:
1. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
• non-Indonesia
• pan-Afrikanisme
2. Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
• Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
• Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
C. Kata Ulang
1. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk, mondar-mandir, ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang-langgang, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar-menukar, hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra.
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, orang-tua muda.
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam.
E. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
5. Penulisan Huruf Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.
1. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle cock, I'exploitation de l'homme par I'homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
2. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
6. Kaidah ejaan
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu sebagai berikut.
aa (Belanda) menjadi a
paal
baal
octaaf pal
bal
oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
aerobe
aerodinamics aerob
aerodinamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin
haematite hemoglobin
hematit
ai tetap ai
trailer
caisson trailer
kaison
au tetap au
audiogram
autotroph
tautomer
hydraulic
caustic audiogram
autotrof
tautomer
hidraulik
kaustik
c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k
calomel
construction
cubic
coup
classification
crystal kalomel
konstruksi
kubik
kup
klasifikasi
kristal
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s
central
cent
cybernetics
circulation
cylinder
coelom sentral
sen
sibernetika
sirkulasi
silinder
selom
cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k
accomodation
acculturation
acclimatization
accumulation
acclamation akomodasi
akulturasi
aklimatisasi
akumulasi
aklamasi
cc di muka e dan i menjadi ks
accent
accessory
vaccine aksen
aksesori
vaksin
cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k
saccharin
charisma
cholera
chromosome
technique sakarin
karisma
kolera
kromosom
teknik
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon
machine eselon
mesin
ch yang lafalnya c menjadi c
check
China cek
Cina
ç (Sanskerta) menjadi s
çabda
çastra sabda
sastra
e tetap e
effect
description
synthesis efek
deskripsi
sintesis
ea tetap ea
idealist
habeas idealis
habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer
systeem stratosfer
sistem
ei tetap ei
eicosane
eidetic
einsteinium eikosan
eidetik
einsteinium
eo tetap eo
stereo
geometry
zeolite stereo
geometri
zeolit
eu tetap eu
neutron
eugenol
europium neutron
eugenol
europium
f tetap f
fanatic
factor
fossil fanatik
faktor
fosil
gh menjadi g
sorghum sorgum
gue menjadi ge
igue
gigue ige
gige
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
iambus
ion
iota iambus
ion
iota
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
politiek
riem politik
rim
ie tetap ie jika lafalnya bukan i
variety
patient
efficient varietas
pasien
efisien
kh (Arab) tetap kh
khusus
akhir khusus
akhir
ng tetap ng
contingent
congress
linguistics kontingen
kongres
linguistik
oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen
oenology
foetus estrogen
enologi
fetus
oo (Belanda) menjadi o
cartoon
proof
pool kartun
pruf
pul
oo (vokal ganda) tetap oo
zoology
coordination zoologi
koordinasi
ou menjadi u jika lafalnya u
gouverneur
coupon
contour gubernur
kupon
kontur
ph menjadi f
phase
physiology
spectograph fase
fisiologi
spektograf
ps tetap ps
pseudo
psychiatry
psychosomatic pseudo
psikiatri
psikosomatik
pt tetap pt
pterosaur
pteridology
ptyalin pterosaur
pteridologi
ptialin
q menjadi k
aquarium
frequency
equator akuarium
frekuensi
ekuator
rh menjadi r
rhapsody
rhombus
rhythm
rhetoric rapsodi
rombus
ritme
retorika
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium
scotapia
scutella
sclerosis
scriptie skandium
skotapia
skutela
sklerosis
skripsi
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography
scintillation
scyphistoma senografi
sintilasi
sifistoma
sch di muka vokal menjadi sk
schema
schizophrenia
scholasticism skema
skizofrenia
skolastisisme
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
ratio
action
patient rasio
aksi
pasien
th menjadi t
theocracy
orthography
thiopental
thrombosis
methode teokrasi
ortografi
tiopental
trombosis
metode
u tetap u
unit
nucleolus
structure
institute unit
nukleolus
struktur
institut
ua tetap ua
dualisme
aquarium dualisme
akuarium
ue tetap ue
suede
duet sued
duet
ui tetap ui
equinox
conduite ekuinoks
konduite
uo tetap uo
fluorescein
quorum
quota fluoresein
kuorum
kuota
uu menjadi u
prematuur
vacuum prematur
vakum
v tetap v
vitamin
television
cavalry vitamin
televisi
kavaleri
x pada awal kata tetap x
xanthate
xenon
xylophone xantat
xenon
xilofon
x pada posisi lain menjadi ks
executive
taxi
exudation
latex eksekutif
taksi
eksudasi
lateks
xc di muka e dan i menjadi ks
exception
excess
excision
excitation eksepsi
ekses
eksisi
eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation
excommunication
excursive
exclusive ekskavasi
ekskomunikasi
ekskursif
eksklusif
y tetap y jika lafalnya y
yakitori
yangonin
yen
yuan yakitori
yangonin
yen
yuan
y menjadi i jika lafalnya i
yttrium
dynamo
propyl
psychology itrium
dinamo
propil
psikologi
z tetap z
zenith
zirconium
zodiac
zygote zenith
zirkonium
zodiak
zigot
7. Konsonan ganda
Konsonan ganda menjadi konsonan tunggal kecuali kalau dapat membingungkan.
Misalnya:
gabbro
accu
effect
commision
ferrum
solfeggio gabro
aki
efek
komisi
ferum
solfegio
tetapi:
mass massa
Catatan
1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi diubah
Misalnya: kabar, sirsak, iklan, perlu, bengkel, hadir.
Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu digunakan dalam penggunaan tertentu saja seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.
8. Akhiran asing
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh.
Kata seperti standardisasi, efektif, dan implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.

-aat (Belanda) menjadi -at
advokaat advokat
-age menjadi -ase
percentage
etalage persentase
etalase
-al, -eel (Belanda) menjadi -al
structural, structureel
formal, formeel
normal, normaal struktural
formal
normal
-ant menjadi -an
accountant
informant akuntan
informan
-ary, -air (Belanda) menjadi -er
complementary, complementair
primary, primair
secondary, secundair komplementer
primer
sekunder
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si
action, actie
publication, publicatie aksi
publikasi
-eel (Belanda) menjadi -el
ideëel
materieel
moreel ideel
materiel
morel
-ein tetap -ein
casein
protein kasein
protein
-ic, -ics, -ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika
logic, logica
phonetics, phonetiek
physics, physica
dialectics, dialektica
technique, techniek logika
fonetik
fisika
dialektika
teknik
-ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ik
electronic, electronisch
mechanic, mechanisch
ballistic, ballistisch elektronik
mekanik
balistik
-ical, -isch (Belanda) menjadi -is
economical, economisch
practical, practisch
logical, logisch ekonomis
praktis
logis
-ile, iel menjadi -il
percentile, percentiel
mobile, mobiel
-ism, -isme (Belanda) menjadi -isme
modernism, modernisme
communism, communisme modernisme
komunisme
-ist menjadi -is
publicist
egoist publisis
egois
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if
descriptive, descriptief
demonstrative, demonstratief deskriptif
demonstratif
-logue menjadi -log
catalogue
dialogue katalog
dialog
-logy, -logie (Belanda) menjadi -logi
technology, technologie
physiology, physiologie
analogy, analogie teknologi
fisiologi
analogi
-loog (Belanda) menjadi -log
analoog
epiloog analog
epilog
-oid, -oide (Belanda) menjadi -oid
hominoid, hominoide
anthropoid, anthropoide hominoid
anthropoid
-oir(e) menjadi -oar
trottoir
repertoire trotoar
repertoar
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir
director, directeur
inspector, inspecteur
amateur
formateur direktur
inspektur
amatir
formatur
-or tetap -or
dictator
corrector diktator
korektor
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas
university, universiteit
quality, qualiteit universitas
kualitas
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur
structure, struktuur
premature, prematuur struktur
prematur

PENGARUH BAHASA DAERAH DAN BAHASA ASING TERHADAP BAHASA INDONESIA

I. PENDAHULUAN
Seperti yang kita ketahui, banyak sekali bahasa daerah digunakan sebagai bahasa berkomunikasi setiap harinya di masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan tidak semua masyarakat memahami penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Selain itu masyarakat merasa canggung menggunakan bahasa Indonesia yang baku di luar acara formal atau resmi. Oleh karena itu, masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia yang telah terafiliasi oleh bahasa daerah, baik secara pengucapaan maupun arti bahasa tersebut. Kebiasaan penggunaan bahasa daerah ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa resmi negara Indonesia.

II. PEMBAHASAN
PENGARUH BAHASA DAERAH DAN BAHASA ASING TERHADAP BAHASA INDONESIA

II.1 Pengaruh Bahasa Daerah Terhadap Bahasa Indonesia
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh seseorang pada tahapan berikutnya, khususnya bahasa formal atau resmi yaitu bahasa Indonesia. Sebagai contoh, seorang anak memiliki ibu yang berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang Palembang. Dalam mengucapkan sebuah kata misalnya “mengapa”, sang ibu yang berasal dari Sekayu mengucapkannya ngape (e dibaca kuat) sedangkan bapaknya yang dari Pagaralam mengucapkannya ngape (e dibaca lemah) dan di lingkungannya kata “megapa” diucapkan ngapo. Ketika sang anak mulai bersekolah, ia mendapat seorang teman yang berasal dari Jawa dan mengucapkan “mengapa” dengan ngopo. Hal ini dapat menimbulkan kebinggungan bagi sang anak untuk memilih ucapan apa yang akan digunakan.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa keanekaragaman budaya dan bahasa daerah merupakan keunikan tersendiri bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan yang harus dilestarikan. Dengan keanekaragaman ini akan mencirikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan kebudayaannya. Berbedannya bahasa di tiap-tiap daerah menandakan identitas dan ciri khas masing-masing daerah. Masyarakat yang merantau ke ibukota Jakarta mungkin lebih senang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah dengan orang berasal dari daerah yang sama, salah satunya dikarenakan agar menambah keakraban diantara mereka. Tidak jarang pula orang mempelajari sedikit atau hanya bisa-bisaan untuk berbahasa daerah yang tidak dikuasainya agar terjadi suasana yang lebih akrab. Beberapa kata dari bahasa daerah juga diserap menjadi Bahasa Indonesia yang baku, antara lain kata nyeri (Sunda) dan kiat (Minangkabau).

Berikut beberapa pengaruh atau dampak penggunaan bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia:
• Dampak Positif:

a) Bahasa Indonesia memiliki banyak kosakata.
b) Sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia.
c) Sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah.
d) Menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi.

• Dampak Negatif:

a) Bahasa daerah yang satu sulit dipahami oleh daerah lain.
b) Warga negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia menjadi kesulitan karena terlalu banyak kosakata.
c) Masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baku karena sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah.
d) Dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Pada bahasa-bahasa daerah di Indonesia juga terdapat beberapa kata yang sama dalam tulisan dan pelafalan tetapi memiliki makna yang berbeda, berikut beberapa contohnya:
a. Suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak ada.
Suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek.
b. Kenek dalam bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir).
Kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena.
c. Abang dalam bahasa Batak dan Jakarta bermakna kakak.
Abang dalam bahasa Jawa bermakna merah.
d. Mangga dalam bahasa Indonesia bermakna buah mangga.
Mangga dalam bahasa Sunda bermakna silakan.
e. Maen dalam bahasa Indonesia bermakna bermain.
Maen dalam bahasa Batak bermakna gadis.
f. Gedang dalam bahasa Sunda bermakna pepaya.
Gedang dalam bahasa Jawa bermakna pisang.
g. Cungur dalam bahasa Sunda bermakna sejenis kikil.
Cungur dalam bahasa Jawa bermakna hidung.
h. Jagong dalam bahasa Sunda bermakna jagung.
Jagong dalam bahasa Jawa bermakna duduk.
i. Nini dalam bahasa Sunda bermakna nenek.
Nini dalam bahasa Batak bermakna anak dari cucu laki-laki.
j. Tulang dalam bahasa Indonesia bermakna tulang.
Tulang dalam bahasa Batak bermakna abang atau adik dari ibu.
k. Iba dalam bahasa Indonesia bermakna merasa kasihan.
Iba dalam bahasa Batak bermakna saya.
l. Bere dalam bahasa Sunda bermakna memberi.
Bere dalam bahasa Batak bermakna anak dari kakak atau adik perempuan kita.

Melalui beberapa contoh itu ternyata penggunaan bahasa daerah memiliki tafsiran yang berbeda dengan bahasa lain. Jika hal tersebut digunakan dalam situasi formal seperti seminar, lokakarya, simposium, proses belajar mengajar yang pesertanya beragam daerahnya akan memiliki tafsiran makna yang beragam. Oleh karena itu, penggunaan bahasa daerah haruslah pada waktu, tempat, situasi, dan kondisi yang tepat.

II.2 Pengaruh Bahasa Asing Terhadap Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dari awal pertumbuhannya sampai sekarang telah banyak menyerap unsur-unsur asing terutarna dalam hal kosa kata. Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diintegrasikan kedalam suatu bahasa dan diterima pemakaiannya secara umum. Bahasa Indonesia menyerap banyak kata dari bahasa-bahasa lain, terutama dari negara yang pernah berhubungan langsung dengan Indonesia baik melalui perdagangan (Sansekerta, Arab, dan Tionghoa), melalui penjajahan (Portugis, Jepang, Belanda), maupun dari perkembangan ilmu pengetahuan (Inggris).
Asal Bahasa Jumlah Kata
Arab 1.495 kata
Belanda 3.280 kata
Tionghoa 290 kata
Hindi 7 kata
Inggris 1.610 kata
Parsi 63 kata
Portugis 131 kata
Sanskerta-Jawa Kuna 677 kata
Tamil 83 kata

SUMBER: Wikipedia Indonesia, Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia.

II.2.1 Pengaruh bahasa Sansekerta
Seperti yang kita ketahui dari pelajaran sejarah, bahasa Sansekerta telah dipakai di Nusantara sejak masa lampau. Bahasa Sansekerta tercatat paling awal masuk ke Nusantara (Indonesia). Bahasa ini dipakai mula-mula di salah satu peradaban tertua, peradaban Sungai Indus, dan menyebar ke hampir seluruh dunia besamaan meyebarnya kepercayaan Hindu. Salah satu tempat menyebarnya kepecayaan Hindu adalah daerah Asia Tenggara. Kerajaan Sriwijaya, dari namanya pun sudah memakai Bahasa Sansekerta. Sampai di masa kerajaan-kerajaan Islam, Bahasa Sansekerta masih dipakai, contohnya adalah nama-nama raja di Jawa. Beberapa kata serapan dari bahasa Sansekerta antara lain: bencana (vāñcana), anugerah (anugraha), busana (bhūṣaṇa), payudara (payodhara), sahaja (sahaja), istana (āsthāna), istri (strī), dsb.
II.2.2 Pengaruh bahasa Tionghoa
Hubungan ini sudah terjadi sejak abad ke-7 ketika para saudagar Cina berdagang ke Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur, bahkan sampai juga ke Maluku Utara. Pada saat Kerajaan Sriwijaya muncul dan kukuh, Cina membuka hubungan diplomatik dengannya untuk mengamankan usaha perdagangan dan pelayarannya. Pada tahun 922 musafir Cina melawat ke Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur. Sejak abad ke-11 ratusan ribu perantau meninggalkan tanah leluhurnya dan menetap di banyak bagian Nusantara (Kepulauan Antara, sebutan bagi Indonesia).
Yang disebut dengan bahasa Tionghoa adalah bahasa di negara Cina (banyak bahasa). Empat di antara bahasa-bahasa itu yang di kenal di Indonesia yakni Amoi, Hakka, Kanton, dan Mandarin. Kontak yang begitu lama dengan penutur bahasa Tionghoa ini mengakibatkan perolehan kata serapan yang banyak pula dari bahasa Tionghoa, namun penggunaannya tidak digunakan sebagai perantara keagamaan, keilmuan, dan kesusastraan di Indonesia sehingga ia tidak terpelihara keasliannya dan sangat mungkin banyak ia berbaur dengan bahasa di Indonesia. Contohnya: anglo, bakso, cat, giwang, kue/ kuih, sampan, tahu, dsb.





II.2.3. Pengaruh bahasa Arab dan Persia
Bahasa Arab dibawa ke Indonesia mulai abada ketujuh oleh saudagar dari Persia, India, dan Arab yang juga menjadi penyebar agama Islam. Kosakata bahasa Arab yang merupakan bahasa pengungkapan agama Islam mulai berpengaruh ke dalam bahasa Melayu terutama sejak abad ke-12 saat banyak raja memeluk agama Islam. Kata-kata serapan dari bahasa Arab misalnya abad, bandar, daftar, edar, kursi, gairah, hadiah, hakim, ibarat, jilid, kudus, mimbar, sehat, taat, wajah, koran, dsb. Karena banyak di antara pedagang itu adalah penutur bahasa Parsi maka tidak sedikit kosakatanya juga pada akhirnya diserap, seperti acar, baju, domba, kenduri, piala, saudagar, topan, dsb.
II.3.4 Pengaruh bahasa Portugis
Masa penjajahan di Indonesia pertama kali dimulai oleh masuknya bangsa Portugis yang ingin mencari rempah-rempah yang pada saat itu nilainya sangat tinggi. Bahasa Portugis dikenali masyarakat penutur bahasa Melayu sejak bangsa Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511 setelah setahun sebelumnya ia menduduki Goa. Portugis disingkirkan Belanda yang datang kemudian dan Portugis harus menyingkir ke daerah timur Nusantara. Meski demikian, pada abad ke-17 bahasa Portugis sudah menjadi bahasa penghubung antaretnis di samping bahasa Melayu. Kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Portugis seperti algojo, bangku, dadu, gardu, meja, picu, renda, tenda, dsb.
II.2.5 Pengaruh bahasa Belanda
Belanda mendatangi Nusantara pada awal abad ke-17 ketika ia mengusir Portugis dari Maluku pada tahun 1606, kemudian ia menuju ke pulau Jawa dan daerah lain di sebelah barat. Sejak itulah, secara bertahap Belanda menguasai banyak daerah di Indonesia. Bahasa Belanda tidak sepenuhnya dapat menggeser kedudukan bahasa Portugis, karena pada dasarnya bahasa Belanda lebih sukar untuk dipelajari, lagipula orang-orang Belanda sendiri tidak suka membuka diri bagi orang-orang yang ingin memepelajari kebudayaan Belanda termasuk bahasanya. Hanya saja pendudukannya semakin luas meliputi hampir di seluruh negeri dalam kurun waktu yang lama (± 350 tahun penjajahan). Belanda juga merupakan sumber utama dalam menimba ilmu bagi kaum pergerakan. Oleh karena itu, komunikasi gagasan kenegaraan pada saat negara Indonesia didirikan banyak mengacu pada bahasa Belanda. Kata-kata serapan dari bahasa Belanda seperti abodemen, bangrut, dongkrak, ember, formulir, tekor, dsb.
II.2.6 Pengaruh bahasa Jepang
Pendududkan Jepang di Indonesia yang selama tiga setengah tahun tidak meninggalkan warisan yang dapat bertahan melawati beberapa angkatan. Kata-kata serapan dari bahasa Jepang yang digunakan umumnya bukanlah hasil hubungan bahasa pada masa pendudukan, melainkan imbas kekuatan ekonomi dan teknologinya. Kata serapan dari bahasa Jepang antara lain: ebi, judo, karaoke, kimono, samurai, dsb.

II.2.7 Pengaruh bahasa Inggris
Bangsa Inggris tercatat pernah menduduki Indonesia yaitu ketika Raffles menginvasi Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1811. Kata serapan dari bahasa Inggris ke dalam kosa kata Indonesia umumnya terjadi pada zaman kemerdekaan Indonesia, namun ada juga kata-kata Inggris yang sudah dikenal, diserap, dan disesuaikan pelafalannya ke dalam bahasa Melayu sejak zaman Belanda yang pada saat Inggris berkoloni di Indonesia antara masa kolonialisme Belanda.. Kata-kata itu seperti badminton, kiper, gol, bridge, dsb. Banyaknya kosakata bahasa Inggris yang diserap kedalam bahasa Indonesia dikarenakan bahasa Inggris telah diakui sebagai bahasa internasional atau bahasa dunia. Dengan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknolgi yang sebagian besar informasinya ditulis dalam bahasa Inggris, beberapa istilah-istilah penting akan tertulis dalam bahasa Inggris juga.
Ada dua cara penyerapan kata-kata dan ungkapan-ungkapan dari bahasa inggris ke dalam bahasa Indonesia. Cara pertama adalah dengan menyerap secara seluruhnya, baik dalam ejaan maupun pada ucapannya. Cara kedua adalah dengan menyesuaikan ejaan maupun ucapannya. Berikut ini dapat dilihat beberapa macam pola penyerapan kata-kata dalam bahasa inggris ke dalam bahasa Indonesia.
1. Kata-kata dalam bahasa Inggris yang berawal dengan huruf C,Ch, dan Q.
Contoh:
Inggris Ucapan Indonesia
Certificate Se(r)tifikeit Sertifikat
Corruption Korapsien Korupsi
Chocolate Cokeleit Coklat
Quota Kwota Kuota

2. Suku kata bahasa inggris yang berakhir dengan “-tion” dan “-sion”, berubah menjadi “-si”
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
Attension Atensi Perhatian
Calculation Kalkulasi Perhitungan
Condition Kondisi Keadaan
Deportasion Deportasi Pengusiran WNA dari suatu Negara






3. Kata-kata dalam bahasa Inggris yang mempunyai suku-kata akhir “-ty” akan berubah menjadi “-tas” dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
Activity Aktivitas Kegiatan
Integrity Integritas Sifat jujur
Priority Prioritas Yang diutamakan

Namun, hal ini tidak berlaku untuk kata:
Inggris Indonesia Arti
Comodity Komoditi Barang dagangan
Penalty Penalty Hukuman
Royalty Royalty Pembayaran kepada pemegang hak cipta.


4. Kata-kata dalam bahasa Inggris mempunyai suku kata akhir “-nt” akan berubah menjadi “-n” dalam bahasa Indonesia
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
Argument Argument Bantahan
Component Komponen Bagian dari suatu alat
Statement Statemen pernyataan

Namun, Hal ini tidak berlaku untuk kata-kata berikut:
Inggris Indonesia Arti
Comment Komentar Pendapat
Investment Investasi Penanaman modal
Argument Argumentasi/argument sanggahan

5. K ata-kata dalam bahasa Inggris mempunyai suku kata akhir “-ism” akan berubah menjadi “-isme” dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
Egoism Egoism Mementingkan diri sendiri
Organism Organism Mahluk hidup
Optism Optismisme Rasa percaya diri yang kuat

6. K ata-kata dalam bahasa Inggris mempunyai suku kata akhir “-ive” akan berubah menjadi “-if” dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
Attracktive Atraktif Menarik
Competitive Kompetitif Bersaing
Destructive Destruktif Bersifat merusak

7. K ata-kata dalam bahasa Inggris mempunyai suku kata akhir “-nal” akan berubah menjadi “-nal” dalam bahasa Indonesia, namun ejaan keseluruhan berubah sesuai dengan ucapannya.
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
Emotional Emosional Perasa
Functional Fungsional Berkenaan dengan kerjanya dan tugasnya
Traditional Tradisional Adat,kebiasan


8. K ata-kata dalam bahasa Inggris mempunyai suku kata awal “ph-” sesuai dengan ucapannya menjadi “f-“ dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
Phrase Frasa Untaian kata
Physics Fisika Ilmu fisika
Physiologi Fisiologi Ilmu faal

9. K ata-kata dalam bahasa Inggris mempunyai suku kata awal “th-” akan berubah menjadi “t-” dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
Theatre Teater Gedung pertunjukkan
Therapy Terapi Pengobatan
Thermometer Thermometer Alat pengukur suhu

10. K ata-kata dalam bahasa Inggris mempunyai suku kata akhir “-y” akan berubah menjadi “-i” dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
Anarchy Anarki Kekacauan
Biography Biografi Riwayat hidup
Pathology Patologi Ilmu tentang penyakit






11. Akhiran suku-kata “-ic” dalam bahasa Inggris dapat menjadi beberapa bentuk.
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
1.Athelete
Athletic
Athletics Atlit
Atletis
Atletik Olahragawan
Sifat badan yang kokoh
Cabang olah raga atletik
2. Fantasy
Fantasia
Fantastic Fantasi
Fantasia
Fantastis Khayalan
Karya seni penuh fantasi
Sesuatu yang menakjubkan
3. Politics
Political
Politic Ilmu politik
Politisi
Politik Ilmu tentang tata-cara mengelola negara
Berkaitan dengan politik
Berkaitan dengan pemerintahan

12. Kata-kata dalam bahsa Inggris yang berawal dengan huruf C dapat berubah menjadi S, K, atau diawali dengan huruf C dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan ucapannya.
Contoh:
Inggris Indonesia Arti
Ceremony Seremoni Upacara
Celebrity Selebriti Orang terkenal
Check Cek Memeriksa
Café Kafe Semacam kedai atau restoran





III. PENUTUP

KESIMPULAN :
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa Indonesia di karenakan masyarakat dalam berkomunikasi setiap hari lebih cenderung menggunakan bahasa daerah di bandingkan menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan merasa canggung apabila bahasa Indonesia itu digunakan untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

SARAN :
Sebaiknya masyarakat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan jangan mencampur adukan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia karena akan menimbulkan banyak kosakata baru dan akan mempengaruhi pengucapan saat menggunakan bahasa Indonesia baku.








DAFTAR PUSTAKA

1. Abidin, Yunus (2007). Keterampilan Menulis dan Membaca Akademik di Perguruan Tinggi. Tasikmalaya: HZAA Pers.
2. Arifin, E. Zaenal dan Farid Hadi. 1991. 1001 Kesalahan Berbahasa. Jakarta:CV Akademika Pressindo.
3. Badudu, J.S (1992). Cakrawala Bahasa Indonesia II. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
4. Badudu, J.S (1993). Pelik-pelik Bahasa Indonesia. Bandung: CV.Pustaka Prima
5. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
6. Effendi,S. 1994. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya

Hakikat, Fungsi, dan Ragam Bahasa Indonesia

Hakikat, Fungsi, dan Ragam Bahasa Indonesia
Definisi/Pengertian Bahasa, Ragam dan Fungsi Bahasa - Pelajaran Bahasa Indonesia.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.
Hakikat, Fungsi, dan Ragam Bahasa Indonesia
Hakikat, Fungsi, dan Ragam Bahasa Indonesia
Tujuan mempelajari kajian bahasa indonesia :
1. menjelaskan hakikat bahasa Indonesia,
2. menjelaskan fungsi bahasa Indonesia,
3. menjelaskan ragam bahasa Indonesia.
4. membedakan ragam baku dan tidak baku
5. membedakan ragam tulis dan lisan
6. membedakan bahasa Indonesia yang baik dan benar



1
Hakikat dan fungsi bahasa Indonesia
Pengertian bahasa.
Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia perlu berinteraksi dengan manusia yang lainnya. Pada saat manusia membutuhkan eksistensinya diakui, maka interaksi itu terasa semakin penting.
Kegiatan berinteraksi ini membutuhkan alat, sarana atau media, yaitu bahasa. Sejak saat itulah bahasa menjadi alat, sarana atau media. Bentuk dasar bahasa adalah ujaran. Ujaranlah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Bahasa = sarana komunikasi mencakup aspek bunyi dan makna
Sifat – sifat bahasa :
• Sistematik karena bahasa memiliki pola dan kaidah yang harus ditaati agar dapat dipahami oleh pemakainya
• Mana suka karena unsur-unsur bahasa dipilih secara acak tanpa dasar
• Ujar , karena bentuk dasar bahasa
• Manusiawi, karena dimanfaatkan manusia.

Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.



2
Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.

2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.

3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.

4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.

5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.

6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).
Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.


3
1. Pengertian dan Fungsi Bahasa
Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Gorys Keraf (1994:1) memberikan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa juga mencakup dua bidang, yaitu bunyi vokal dan arti atau makna. Bahasa sebagai bunyi vokal berarti sesuatu yang dihasilkan oleh alat ucap manusia berupa bunyi yang merupakan getaran yang merangsang alat pendengar. Sedangkan bahasa sebagai arti atau makna berarti isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan orang lain.
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian bahasa mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem lambing bunyi yang arbitrer
2. Alat komunikasi
3. Simbol bunyi yang memiliki arti serta makna
4. Digunakan oleh masyarakat untuk beriteraksi

Sementara fungsi bahasa menurut Mahmudah dan Ramlan (2007:2-3) adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat Indonesia. Bahsa juga menunjukkan perbedaan antara satu penutur dengan penutur lainnya, tetapi masing-masing tetap mengikat kelompok penuturnya dalam satu kesatuan sehingga mampu menyesuaikan dengan adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat.
Selain itu, fungsi bahasa juga melambangkan pikiran atau gagasan tertentu, dan juga melambangkan perasaan, kemauan bahkan dapat melambangkan tingkah laku seseorang.

4

Gorys Keraf, menyatakan bahwa ada empat fungsi bahasa, yaitu:
1. Alat untuk menyatakan ekspresi diri.
Bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita.

2. Alat komunikasi
Bahasa merupakan saluran perumusan maksud yang melahirkan perasaan dan memungkinkan adanya kerja sama individu.
3. Alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.
Bahasa merupakan salah satu unsure kebudayaan yang memungkinkan manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman tersebut, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain.
4. Alat mengadakan control sosial.
Bahasa merupakan alat yang dipergunakan dalam usaha mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Bahasa juga mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat.
Fungsi Bahasa Indonesia

•Secara umum fungsi bahsa sebagai alat komunikasi: lisan maupun tulis



5
•Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut:
1)Fungsi informasi
2)Fungsi ekspresi diri
3)Fungsi adaptasi dan integrasi
4)Fungsi kontrol sosial


Sedangkan Menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:

1)Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu
2)Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain
3)Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
4)Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
5)Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu
6)Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi
7)Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi


•Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:
1)Bahasa resmi kenegaraan
2)Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan


6
3)Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
4)Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi


•Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:
1)Bahasa resmi kenegaraan
2)Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
3)Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
4)Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

•Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan atau distandarkan.
1)Ejaan Van Ophuijen (1901)
2)Ejaan Soewandi (1947)
3)Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
4)Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah (1975)
5)Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)






7
RAGAM BAHASA INDONESIA

1.Klasifikasi Ragam Bahasa Indonesia
2.Ragam Bahasa Baku dan Tidak Baku
3.Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan
4.Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Ragam Bahasa Berdasarkan Wacana
1.Ragam Ilmiah: bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, ceramah, tulisan-tulisan ilmiah
2.Ragam Populer: bahasa yang digunakan dalam tulisan sehari-hari dan dalam pergaulan sehari-hari

1. Klasifikasi Ragam Bahasa Indonesia

1) Ragam menurut golongan penutur bahasa, terdiri atas:
a) Ragam Daerah, dikenal dengan nama logat atau dialek
b) Ragam Pendidikan, terdiri atas ragam bahasa baku dan ragam bahasa tidak baku
c) Sikap penutur, dikenal dengan langgam atau gaya

2) Ragam menurut jenis pemakaian bahasa, terdiri atas
a)Ragam dari sudut pandang bidang/pokok persoalan. Misalnya, ragam bahasa bidang politik (istilah khusus)
b) Ragam menurut sarananya: ragam lisan dan tulisan


9
Karakteristik Ragam Bahasa Tulis

•Accuracy (akurat) yaitu kelogisan segala informasi atau gagasan yang dituliskan
•Bravety (ringkas) yaitu pengungkapan gagasan yang ringkas, tidak menggunakan kata-kata mubazir
•Clarity (jelas) yaitu tulisan mudah dipahami, penalaran jelas, tidak menimbulkan tafsir ganda.


Ragam Bahasa Baku

•Ciri Ragam Bahasa Baku
1.Kemantapan dinamis
2.Kecendekiaan
3.Keseragaman kaidah

•Ciri Struktur bahasa Indonesia Baku
1.Lengkap secara morfologis
2.Lengkap secara struktur
3.Penggunaan jenis kata/diksi yang tepat
4.Penggunaan kalimat yang efektif
5.Keparalelan/kesejajaran

11
Ragam bahasa baku dan tidak baku
Ciri – ciri ragam bahasa baku :
• kemantapan dinamis, memiliki kaidah dan aturan yang relatif tetap dan luwes.
• Kecendekiaan, sanggup mengungkap proses pemikiran yang rumit diberbagai ilmu dan tekhnologi
• Keseragaman kaidah adalah keseragaman aturan atau norma

Proses pembakuan bahasa terjadi karena keperluan komunikasi. Dalam proses pembakuan atau standardisasi variasi bahasa, bahasa itu disebut bahasa baku atau standard. Pembakuan tidak bermaksud untuk mematikan variasi-variasi bahasa tidak baku. Untuk mengatasi keanekaragaman pemakaian bahasa yang merupakan variasi dari bahasa tidak baku maka diperlukan bahasa bahasa baku atau bahasa standard.

Bahasa Indonesia baku adalah ragam bahasa yang dipergunakan dalam:
• komunikasi resmi, yakni surat-menyurat resmi, pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan sebagainya.
• wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karangan ilmiah.
• pembicaraan di depan umum yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah
• pembicaraan dengan orang yang dihormati yakni orang yang lebih tua, lebih tinggi status sosialnya dan orang yang baru dikenal.



12
Ciri struktur (unsur-unsur) bahasa Indonesia baku adalah sebagai berikut.
1. Pemakaian awalan me- dan ber- (bila ada) secara eksplisit dan konsisten.
2. b. Pemakaian fungsi gramatikal (subyek, predikat, dan sebagainya secara eksplisit dan konsisten.
3. c. Pemakaian fungsi bahwa dan karena (bila ada) secara eksplisit dan konsisten (pemakaian kata penghubung secara tepat dan ajeg.
4. d. Pemakaian pola frase verbal aspek + agen + verba (bila ada) secara konsisten (penggunaan urutan kata yang tepat).
5. e. Pemakaian konstruksi sintesis (lawan analitis).
6. f. Pemakaian partikel kah, lah, dan pun secara konsisten.
7. g. Pemakaian preposisi yang tepat.
8. h. Pemakaian bentuk ulang yang tepat menurut fungsi dan tempatnya.
9. i. Pemakaian unsur-unsur leksikal berikut berbeda dari unsur-unsur yang menandai bahasa Indonesia baku.
10. j. Pemakaian ejaan resmi yang sedang berlaku (EYD).
11. k. Pemakaian peristilahan resmi.
12. Pemakaian kaidah yang baku







13
Ragam Bahasa Tulis dan Bahasa Lisan
Ada dua perbedaan yang mencolok mata yang dapat diamati antara ragam bahas tulis dengan ragam bahasa lisan, yaitu :
1. a. Dari segi suasana peristiwa
Jika menggunakan bahasa tulisan tentu saja orang yang diajak berbahasa tidak ada dihadapan kita. Olehnya itu, bahasa yang digunakan perlu lebih jelas. Fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, objek, dan hubungan antara setiap fungsi itu harus nyata dan erat. Sedangkan dalam bahasa lisan, karena pembicara berhadapan langsung dengan pendengar, unsur (subjek-predikat-objek) kadangkala dapat diabaikan.

2. b. Dari segi intonasi
Yang membedakan bahasa lisan dan tulisan adalah berkaitan dengan intonasi (panjang-pendek suara/tempo, tinggi-rendah suara/nada, keras-lembut suara/tekanan) yang sulit dilambangkan dalam ejaan dan tanda baca, serta tata tulis yang dimiliki.
Goeller (1980) mengemukakan bahwa ada tiga krakteristik bahasa tulisan yaitu acuracy, brevety, claryty (ABC).
Acuracy (akurat) adalah segala informasi atau gagasan yang dituliskan

PERENCANAAN DAN PENALARAN KARANGAN

PERENCANAAN DAN PENALARAN KARANGAN
PERENCANAAN KARANGAN
Untuk menulis karangan formal seperti makalah, skripsi, tesis dan disertasi, dan sebagainya, seorang penulis dituntut memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut anatara lain teknik penyajian, isi dan bahasa. Dengan begitu, seorang penulis benar-benar siap mengemukakan gagasannya dalam bahasa tulis secara terorganisasi. Ini mengisyaratkan bahwa penulis bukan sesuatu yang kebetulan, namun, memang sudah direncanakan. Semua tahap persiapan penulisan itu disebut perencanaan.
Pengertian
1. Mengarang adalah pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan paragraf (alenia) untuk menjabarkan dan atau mengulas topik dan tema tertentu guna memperoleh hasil akhir berupa karangan. Atau bisa dikatakan adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.
2. Karangan adalah hasil penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau pokok bahasan.
A. Hakikat Perencanaan Karangan
1. Proses Kreatif,
Menulis merupakan proses kreatif:
Pertama Tahap persiapan yaitu mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan arah dan fokus penulisan, mengamati objek yang akan ditulis, dan memperkaya pengalaman kognitif untuk proses selanjutnya.
Kedua Tahap inkubasi (pendadaran) yaitu proses logis dengan memanfaatkan seluruh informasi yang akan dikumpulkan dari sebab ke akibat atau tesis – antitesis sampai dengan sintesis yang merupakan pemikiran sinergi kreatif yang juga bersifat khas sampai dengan pembahasan yang lebih luas yang merupakan solusi, pemecahan masalah, atau jalan keluar atas pemikiran yang dihadapi.
Ketiga Tahap iluminasi atau kejelasan yang ditandai dengan adanya inspirasi pemecahan masalah.
Keempat Tahap verifikasi yaitu mengevaluasi, memeriksa kembali, atau menyeleksi seluruh tahapan, dan menyusunnya kembali sesuai dengan fokus tujuan penulisan.

Karangan ilmiah mempunyai karakteristik umum yaitu:
a. Objektif artinya setiap pernyataan (kata, frasa, kalimat, paragraf) dapat diukur. Untuk itu penulis harus menggunakan kata-kata denotatif bukan konotatif;
b. Logis yaitu menggunakan penalaran yang sistematis dari topik, permasalahan, tujuan, analisis atau pembahasan, sampai dengan kesimpulan dan saran;
c. Empirik yaitu menggunakan data yang diperoleh melalui pengalaman, pengamatan, atau penelitian.
2. Menentukan jenis Karangan
Perencanaan karangan ilmiah pada tahap awal yaitu menentukan jenis karangan yang akan ditulis: makalah, artikel jurnal, proposal, laporan, atau jurnal.
a. Makalah
Makalah membahas sebuah topik yang terkait dengan perkuliahan atau tema dalam suatu seminar, simposium, kongres, atau seminar dan lokakarya.
Makalah diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu: makalah biasa dan makalah posisi.
1) Makalah biasa cenderung lebih bebas, tidak terikat oleh posisinya sebagai mahasiswa, profesi keahlian, atau posisi lain.
2) Makalah posisi yaitu makalah yang ditulis berdasarkan posisi penulisnya, misalnya orang diminta menulis makalah dalam posisinya sebagai gubernur, menteri, ilmuan, atau posisi lain.
Sistematika makalah : judul, abstrak, pendahuluan, pembahasan isi, kesimpulan, dan daftar pustaka.
Langkah-langkah penulisan: menentuklan dan membatasi topik, membuat kerangka dan mengumpulkan bahan, membaca buku sumber (pustaka) dan menentukan bagian yang akan dirujuk, menulis draf atau rencana konsep makalah, menyunting sendiri draf yang ditulisnya, dan menyempurnakan makalah sehingga siap cetak.
b. Artikel Jurnal
Artikel jurnal adalah karangan ilmiah dalam bidang ilmu tertentu yang diterbitkan dalam sebuah jurnal yang khusus menerbitkan bidang kajian ilmu tersebut.
Artikel jurnal diklasifikasikan ke dalam dua kategori: pertama artikel ilmiah yang bertujuan membuka forum diskusi, argumentasi, analisis, dan sintesis sejumlah pendapat dan temuan para ahli dan pemerhati dalam kajian ilmu tertentu yang sama-sama ditekuninya. Kedua artikel yang berisi kajian hasil penelitian. Kesimpulan hasil ini terkait dengan variabel bebas dan variabel terikat yang diteliti.
Judul artikel:
(1) mencerminkan materi bahasan pada kata atau istilah yang digunakan dalam judul.
(2) Berdaya tarik kuat untuk merangsang pembaca, boleh menggunakan kata yang “provokatif” agar merangsang orang untuk membacanya.
(3) Dapat dirumuskan dalam kalimat berita atau kalimat tanya.
Nama penulis:
(1) ditulis lengkap, tanpa gelar akademis atau gelar profesi untuk mencegah timbulnya kesan senioritas;
(2) boleh mencantumkan gelar kebangsawanan atau keagamaan;
(3) jika ditulis dua orang atau lebih hanya mencantumkan penulis utama disertai kata dkk, nama seluruh penulis lengkap boleh dituliskan pada catatan kaki.
(4) Nama lembaga penulis dapat dituliskan tepat di bawah namanya pada catatan kaki.
Abstrak:
(1) penyajian ringkas dari seluruh artikel, bukan komentar atau pengantar,
(2) diketik dengan spasi tunggal, ditempatkan menjorok lima ketikan dari margin kiri maupun kanan
(3) kata kunci merujuk bidang ilmu yang dikaji, ditulis di bawah abstrak.
Pendahuluan:
(1) menarik perhatian pembaca, mengacu pada permasalahan yang dibahas, menekankan masalah yang kontroversial.
(2) Menyajikan sari artikel terdahulu, menyajikan pembahasan masalah yang belum tuntas.
(3) Diakhiri dengan rumusan masalah atau tujuan singkat yang akan dibahas.

Bagian inti:
(1) berisi pembahasan, analisis, argumentasi, komparasi, dan pendirian penulis tentang masalah yang ditulis.
(2) Pembahasan yang bersifat argumentatif, analitis, kritis, sistematis, dan logis,
(3) Tidak bersifat instruktif dan diusahakan bersifat komparatif juga bukan enumerasi (pecahan materi, komplikasi seperti diktat).

Penutup atau Kesimpulan:
(1) menandai akhir artikel hasil pemikiran,
(2) merupakan paduan hasil pemikiran, pendapat ahli, dan teori yang digunakan,
(3) merupakan jawaban/solusi masalah atau pendirian penulis atas pembahasan,
(4) menyajikan rekemendasi yang ditujuakan kepada seseorang atau suatu lembaga
Daftar Pustaka
(1) mencatumkan pustaka yang benar-benar dirujuk dalam pembahasan artikel
(2) daftar rujukan ditulis pada halaman terakhir bukan halaman baru
(3) disusun berdasarkan alfabetik penulis
(4) mengiktui standar internasional.
c. Proposal adalah karangan ilmiah yang berisi rancangan kerja. Proposal mempunyai beberapa jenis seperti: proposal skripsi mahasiswa, proposal penelitian (rancangan penelitian yang didanai oleh lembaga), proposal kerjasama untuk melakukan suatu kegiatan yang didanai oleh sponsor.
d. Laporan Ilmiah Berbentuk Naskah
Laporan adalah penyampaian informasi yang ditulis secara lengkap, jelas, sistematis, objektif, dan tepat waktu oleh seseorang kepada orang lain atau pejabat.
3. Perencanaan Karangan ilmiah
Perencanaan karangan ilmiah adalah proses awal mengarang sampai dengan penulisan akhir. Perencanaan ini mencakup prapenulisan, peng-organisasian keseluruhan penulisan, penulisan, penyuntingan, dan presentasi. Penulisan karangan formal, seperti makalah penelitian, skripsi, tesis, disertasi, atau karangan ilmiah lainnya menuntut beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan ini menyangkut isi, bahasa, metode analisis, dan teknik penyajian.
Tahap-Tahap Penulisan
a. Prapenulisan
1) Menyusun daftar pustaka sementara, dan menentukan topik atau judul, masalah, tujuan, dan kalimat tesis,
2) Menyusun garis besar isi dan menyem-purnakannya menjadi kerangka karangan lengkap setelah datanya lengkap,
3) Menetapkan landasan teoritis,
4) Menetapkan sumber data (primer, sekunder) dan cara mengumpulkannya,
5) Menetapkan metode pembahasan,
6) Menyusun daftar pustaka sementara,
7) Menjadwalkan pelaksanaanya.
b. Penulisan
1) Menuliskan keseluruhan naskah secara konseptual, disertai kutipan atau data yang diperlukan,
2) Penulisan tersebut mencakup:
a) Bagian pelengkap pendahuluan (halaman judul, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel),
b) Bagian naskah utama:

(1) Pendahuluan:
(a) Latar belakang menguraikan kesen-jangan antara kondisi ideal dengan fakta, alasan mengapa topik kajian perlu dibahas, studi pustaka sebagai landasan ideal dan kesenjangannya dengan kenyataan yang dihadapi,
(b) Masalah berupa pertanyaan yang timbul sebagai konsekuensi pemba-hasan pada latar belakang.
(c) Tujuan menjelaskan upaya yang hendak dicapai,
(d) Pembahasan masalah menjelaskan bagaimana menjawab masalah dan tujuan yang hendak dicapai atau ruang lingkup yang hendak dibahas, dan metode pembahasan yang digunakan.
(2) Bahasan utama:
(a) Deskripsi teori menggambarkan teori variabel pertama dan variabel kedua,
(b) Metode penelitian menjelaskan jenis metode yang digunakan (misalnya: deskriptif, kualitatif, analisis fungsi x terhadap y). Penjelasan metode pengumpulan data yang digunakan (misalnya: observasi, wawancara, pengujian, angket), cara menganalisis data, dll Bahasan selanjutnya:
(c) Deskripsi data yang sudah diolah,
(d) Analisis data dilakukan dengan metode penelitian di atas, dan
(e) Hasil analisis menyajikan temuan yang diperoleh melalui analisis data.
(3) Kesimpulan dan saran:
(a) Kesimpulan menyajikan penafsiran atas hasil analisis
(b) Saran (rekomendasi) menyajikan usulan kepada seseorang, sekelom-pok orang, atau pimpinan lembaga untuk melakukan suatu perbaikan atas kekurangan yang ditemukan dalam penelitian atau pembahasan.
(c) Pelengkap kesimpulan (daftar pustaka, lampiran, indeks).
c. Penyuntingan (Editing) : Penyuntingan naskah, penyuntingan materi, dan penyuntingan bahasa.
d. Penulisan naskah yang sudah sempurna, tanpa kesalahan.
e. Presentasi yaitu menyajikan hasil akhir penulisan makalah atau skripsi.




B. Topik Karangan
Topik karangan adalah ide sentral yang berfungsi mengikat keseluruhan uraian, deskripsi, penjelasan, dan seluruh pembuktian. Topik merupakan inti bahasan yang menjiwai seluruh karangan. Seluruh karangan harus mencerminkan topik tersebut.
Fungsi topik karangan
1. Mengikat keseluruhan isi,
2. Menjiwai seluruh pembahasan: pendahuluan (latar belakang, masalah, tujuan, ruang lingkup); bahasan utama (uraian, ilustrasi, deskripsi, pembuktian, narasi, penjelasan); dan singkatan;
3. Mengendalikan variabel : topik yang terikat dua variabel, pembahasanya juga terdiri atas dua bagian, jika topik menyatakan hubungan kedua variabel, pembahasanya juga juga terkait dengan hubungan tersebut;
4. Memudahkan pengembangan ide bagi penulis, bagi pembaca memudahkan pemahaman,
5. Memberikan daya tarik pembaca.

Indikator topik yang baik:
1. Topik yang baik
a. Topik yang baik bagi penulis, sesuai dengan: bidang keahliannya, bidang studi yang didalami, pengalaman penulis, pengalaman kerja, praktik di lapangan, penelitian, partisipasi dalam bidang ilmiah, bidang kerja atau profesi, karakter penulis (baik, cerdas, inovatif da kreatif), temuan yang pernah diteliti, kualifikasi pengalaman nasional, internasional) kemam-puan memenuhi tuntutan masyarakat, kemam-puan memenuhi kebutuhan pembacanya, dan temuan baru dalam bidang iptek yang diper-lukan pembaca.
b. Topik yang baik bagi pembaca, adalah topik yang dapat mengembangkan poptensi pem-bacanya, yaitu untuk mencapai target informasi yang diharapkan, untuk meningkatkan kecerdasan, meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengembangkan dan meningkatkan karier dan profesinya, upaya mempertajam dan memperhalus daya nalar, sesuai dengan kebutuhan informasi iptek yang diperlukan dll.
2. Menarik untuk ditulis dan dibaca,
Topik yang menarik bagi penulis akan meningkatkan kegairahannya dalam mengem-bangkan penulisannya, dan bagi pembaca akan mengundang untuk membacanya.

3. Dikuasai dengan baik
Untuk menghasilkan karangan yang baik, penulis harus menguasai teori-teori (data sekunder), data di lapangan (data primer).
4. Terbatas
Topik harus terbatas. Pembatasan mancakup: konsep, variabel, data, lokasi (lembaga) pengum-pulan data, dan waktu pengumpulan data.
5. Didukung data
Data merupakan bagian dari pembuktian. Oleh karena itu data harus relevan dengan pembatasan masalah. Selain itu data juga berfungsi untuk mendukung proses penalaran, terutama dalam menarik kesimpulan. Jenis data yang diperlukan yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Sekunder
Data sekunder ialah bukti teoritik yang diperoleh melalui studi pustaka.
b. Data Primer
Data primer adalah bukti penulisan yang diperoleh di lapangan yang dilakukan secara langsung oleh penulisnya. Untuk pembuktian suatu kasus penulisan ilmiah (laporan), penulis harus mengumpulkan data atau informasi secara cermat dan tuntas. Jika data tidak lengkap kesimpulan yang dihasilkan tidak valid (tidak sah). Selain itu data juga harus diuji kebenaran dan keabsahannya. Oleh karena itu, sebelum digunakan dalam karangan data harus diuji atau dievaluasi kebenaranya sehingga diketahui secara pasti data itu merupakan fakta. Data dapat diuji dengan wawancara, angket, observasi/penelitian lapangan, atau pene-litian kepustakaan.
Pengumpulan Data Primer
1) Pengalaman Kerja,
Pengalaman kerja di lapangan merupakan sumber data primer yang sangat berharga. Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dalam bidang profesi sama dengan bidang yang ditekuni di bangku kuliah dapat menulis karangan ilmiah (skripsi, makalah karya, dan sejenisnya) berdasarkan sumber data di tempat ia bekerja.
2) Wawancara
Wawancara atau interview adalah cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada seseorang informan yaitu orang yang ahli dan berwenang dalam masalah yang Anda tulis.

Keuntungan wawancara antara lain:
(a) secara kualitatif hasilnya wawancara dapat dipertanggungjawabkan,
(b) nilainya tinggi,
(c) kesalahan dapat dihindari,
(d) informan dapat memberikan keterangan tambahan, dan
(e) pernyataan dapat dikembangkan lebih lanjut.
Kelemahan wawancara antara lain:
(a) informasi yang terkumpul terbatas,
(b) memerlukan waktu yang lama, dan
(c) pelaksanaannya tergantung kepada kesiapan informan dan pewanwancara.
Langkah-langkah wawancara:
(a) Siapkan daftar pertanyaan sesuai data yang diinginkan.
(b) Ajukan pertanyaan berdasarkan data tersebut, jika terdapat informasi yang menarik dan relevan dengan data yang diperlukan, Anda dapat menggunakan pertanyaan di luar daftar tersebut.
(c) Daftar pertanyaan sebaiknya dijawab langsung oleh informan.
3) Angket
Angket adalah pengumpulan data dengan daftar pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang disertai jawaban pilihan. Infroman cukup memberikan jawaban berdasarkan data yang diketahuinya.
Keuntungan angket: secara kuantitatif dapat mengumpulkan data yang banyak dalam waktu singkat.
Kelemahan angket: dapat terjadi salah paham antara informan dan pencari data karena ketidakjelasan pertanyaan sehingga menghasilkan data yang salah.
4) Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung kepada objek yang diteliti.
Keuntungan observasi:
(a) dapat menjaring data secara intensif,
(b) analisis dan pengujian kembali dapat dilakukan
(c) diperoleh gambaran yang menyeluruh dan lebih akurat
(d) dapat dilakukan sesudah wawancara dan angket, dan
(e) objektif dan sesuai dengan keadaan fakta yang diperlukan.
Kelemahan observasi:
Dalam kondisi tertentu observasi memer-lukan biaya yang sangat besar, sulit dijangkau, serta tergantung pada tempat dan lokasi.
5) Pendapat dan Sikap
Penelitian pendapat dan sikap memerlukan dukungan data yang diperoleh secara langsung dari orang yang diteliti melalui:
(a) wawancara langsung kepada orang yang diteliti,
(b) tes skala sikap/pendapat, misalnya: amat setuju, agak setuju, ragu-tagu, kurang stuju, tidak setju. Penilaian pernyataan opsitif 5, 4, 3, 2, dan 1. Pernyataan negative, kebalikan dari penilaian 1, 2, 3, 4, dan 5. Jawaban tes ini dapat dianalisis secara kuantitatif,
(c) Analisis kualitatif dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan budaya, psikis, dan agama, serta,
(d) Pengamatan langsung kepada orang yang akan diteliti dengan mendes-kripsikan segala informasi yang diperlukan.
C. Judul Karangan
Topik ialah pokok pembicaraan dalam keseluruhan karangan yang akan dibahas. Setelah diperoleh topik yang sesuai, topik tersebut dinyatakan dalam suatu judul yaitu nama atau title karangan. Dalam karangan fiktif (roman, novel, cerita pendek), topik tidak sama dengan judul, misalnya : judul buku Siti Nurbaya, topik yang dibahas “kasih tak sampai.”
Syarat judul yang baik:
1) Sesuai dengan topik
Karangan ilmiah formal judul karangan sama dengan topiknya.
Contoh: Topik: Analisis fungsi penjualan produk terhadap kinerja bisnis
Judul: Analisis fungsi penjualan terhadap kinerja bisnis PT Semen Cibinong pada 2009.
2) Sesuai dengan isi karangan
Karangan ilmiah harus membatasi konsep, lokasi, dan tempat, untuk memastikan data sekunder, data primer yang diperlukan.
3) Berbentuk frasa (bukan kalimat)
Judul dinyatakan dalam bentuk frasa dan bukan kalimat. Frasa adalah kelompok kata yang mengandung makna. Frasa tidak mengandung unsur subjek dan predikat, sedang kalimat mengandung unsur subjek dan predikat.
Contoh:
a) Upaya mengembangkan inovasi kabel listrik dengan serat optik (benar)
b) Inovasi baru mengubah kabel listrik dengan serat optik (salah)
4) Singkat
Indikator singkat: mudah dipahami, mudah diingat, tidak melebihi 9 kata (tidak termasuk kata tugas)
Contoh:
(a) Analisis fungsi bahasa Indonesia dalam komunikasi bisnis pada pelayanan pajak di DKI Jakarta
(b) Pengaruh penjualan terhadap laba usaha PT Semen CIbinong 2009
(c) Upaya meningkatkan pendapatan melalui sektor pajak
5) Jelas
Topik karangan yang jelas sangat membantu penulis mengendalikan variable.
Indikator topik yang jelas ditandai berikut ini:
a) menggunakan kata lugas (denotasi).
b) fungsi setiap kata dapat diukur secara operasional,
c) tidak menggunakan kata kias
d) hubungan variabel bebas dan terikat menunjukan arah yang jelas.
Contoh:
a) Pengembangan sumber daya laut terhadap peningkatan pendapatan daerah (kurang jelas)
b) Upaya meningkatkan pendapatan daerah melalui sektor perikanan laut pada Pemerintah DKI Jakarta (lebih jelas).
D. Kalimat Tesis
Untuk menyusun sebuah kerangka karangan diperlukan kalimat tesis. Kalimat tesis adalah rumusan singkat gagasan sentral sebuah karangan. Kalimat tesis merupakan ide sentral karangan yang disusun secara teknis.
Ciri-ciri tesis yang baik:
1. berisi gabungan rumusan topik dan tujuan;
2. penekanan topik sebagai suatu pengungkapan pikiran;
3. pembatasan dan ketepatan rumusan;
4. berupa kalimat lengkap terdapat subjek dan predikat (objek);
5. Menggunakan kata khusus dan denotatif (lugas);
6. berupa pernyataan positif – bukan kalimat tanya, bukan kalimat seru, dan bukan kalimat negatif;
7. dapat mengarahkan, mengembangkan, dan mengendalikan penulisan, dan
8. dapat diukur dan dibuktikan kebenaranya.
Contoh:
Topik : Upaya meingkatkan penjualan sepatu bata di Asean 2009.
Tujuan : Membuktikan bahwa sepatu bata Indonesia diminati oleh konsumen di Asean 2009.
Tesis : Pemasaran sepatu bata di Asean 2009 dapat dingkatkan dengan mempertinggi daya saing terhadap produk lain.


E. Kerangka Karangan
Mengarang adalah mengorganisasi ide. Pengorganisasian ide diawali dengan menyusun kerangka karangan. Dengan kerangka karangan, rangkaian ide dapat disusun secara sistematis, logis, terstruktur, dan teratur.
Kerangka karangan merupakan rencana penulisan yang mengandung ketentuan bagaimana kita menyusun karangan itu. Kerangka karangan juga akan menjamin bahwa penulisan akan bersifat konseptual, menyeluruh, terarah, dan bersasaran bagi target pembacanya. Selain itu kerangka karangan akan menghindarkan kemungkinan kesalahan terutama dalam mengembangkan detail-detailnya.
Fungsi kerangka karangan:
1. memudahkan pengendalian variabel,
2. memperlihatkan pokok bahasan, sub-sub-bahasan, dan memberi kemungkinan perluasan bahasan tersebut sehingga memungkinkan penulis menciptakan suasana kreatif sesuai variasi yang diinginkan.
3. mencegah pembahasan keluar dari sasaran yang sudah dirmuskan dalam topik, judul, masalah, tujuan, dan kalimat tesis,
4. memudahkan penulis menyusun karangan secara menyeluruh
5. mencegah ketidaklengkapan pembahasan ide,
6. memperlihatkan kekurangan atau kelebihan materi pembahasan.
Bentuk kerangka karangan dapat dibedakan atas kerangka kalimat dan kerangka topik.
1. Kerangka kalimat menggunakan kalimat deklaratif (berita) yang lengkap untuk merumuskan setiap topik, subtopik maupun sub-sub topik.
Contoh:
I. Pendahuluan
1. Latar belakang membahas kesenjangan konsep ideal dan fakta, kajian pustaka, dan penalaran yang menimbulkan masalah.
2. Masalah merumuskan pernyataan yang hendak dibahas.
3. Tujuan berisi upaya yang hendak dicapai.
4. Pembatasan masalah merinci ruang lingkup pembahasan konsep, tempat penelitian dan waktu penelitian.
5. Metode pembahasan menguraikan cara menganalisis.
II. Deskripsi teori berisi kajian teoritik variable pertama dan kedua.
1. Deskripsi variable pertama, teori x berisi definisi dan deskripsi singkat.
2. Deskripsi variable kedua, teori y berisi definisi dan deskripsi singkat.
III. Metode Penelitian membahas cara meneliti, cara mengumpulkan data, dan cara menganalisis sampai mendapatkan hasil analisis data.
IV. Deskripsi data menggambarkan data, menganalisis data, dan hasil analisis.
V. Keimpulan menafsirkan hasil analisis, dan menyampaikan saran atau rekomendasi.
2. Kerangka topik berisi topik dan sub-subtopik yang berupa frasa, nukan kalimat lengkap.
Menyusun kerangka karangan berarti merinci topik berdasarkan kalimat tesis ke dalam subtopik, merinci subtopik menjadi unsur-unsur subtopi yang lebih kecil. Untuk menyusun kerangka karangan perhatikan proses berikut ini:
a. Merumuskan topik menjadi rumusan masalah, tujuan, dan kalimat tesis,
b. Menyusun rincian kalimat tesis menjadi tesis kerangka dasar/ ragangan yang terdiri pendahuluan dan bahasan utama, masing-masing disertai judul bab.
c. Merinci kerangka dasar (ragangan) menjadi kerangka sempurna dengan merinci bab menjadi subbab, dan merinci subbab menjadi sub-subjudul yang lebih kecil, serta tambahan unsur pembuka dan unsur penutup.
Misalnya, kita akan menulis karangan mengenai kegiatan sebuah universitas pada periode tertentu. Mula-mula kita memecahkan merinci kaimat tesis menjadi topik tersebut ke dalam suatu babakan besar. Perhatikan contoh berikut ini.
Tesis : Manajemen pemasaran sepatu bata di Asean sampai dengan pertengahan 2009 belum optimal sehingga perlu diupayakan peningkatannya dengan mempertinggi daya saing terhadap produk lain.



Kerangka kasar menuju kerangka sempurna
Kerangka kasar (ragangan)
I. Penjualan yang sedang berlangsung
II. Peningkatan penjualan
III. Prospek penjualan 2009
Setelah diperoleh kerangka dasar, penulis memikirkan rincian setiap bab kasar di atas menjadi sebuah kerangka yang lebih terinci.
Upaya meningkatkan penjualan sepatu bata di Asean 2009.
I. Penjualan yang Sedang Berlangsung
1.1 Konsep Penjualan Tradisional
1.2 Kualitas Produk
1.3 Promosi
II. Peningkatan Penjualan Periode 2009
2.1 Strategi Penjualan
2.2 Kualitas Produk Standar Internasional.
2.3 Promosi Multimedia.
Untuk Menyusun kerangka karangan yang baik, penulis perlu memperhatikan kriteria berikut:
1. Menggunakan bentuk kerangka standar,
2. Menggunakan inden atau lurud secara konsisten, dan tidak mengombinasikan bentuk-bentuk tersebut secara bersamaan dalam sbuah kerangka karangan,
3. Menggunakan penomoran secara konsisten (angka desimal; angka romawi; kombinasi angka romawi, huruf, dan angka arab),
4. Setiap judul bab diberi nomor secara konsisten,
5. Setiap detai unsure diberi nomor secara konsisten,
6. Penomoran tidak melebihi empat angka (digit), dan
7. Kerangka karangan tidak sama dengan daftar isi.
Kerangka sistem lekuk, dengan angka romawi, huruf kapital, dan angka arab.
Upaya Meningkatkan Krativitas Baru Mahasiswa dalam Kewirausahaan
I. Pendahuluan
II. Potensi Akademik Mahasiswa
A. Potensi Kecerdasan
B. Keahlian BIdang Studi
C. Tenaga Kerja Intelektual
III. Paradigma Kewirausahaan
A. Potensi Kewirausahaan
B. Sumber Kreativitas Baru
C. Budaya Kewirausahaan
IV. Strategi Berwirausaha
A. Staregi Awal
1. Konsep
2. Modal
3. Produk
4. Pasar
B. Evaluasi Perencanaan dan Pengembangan
C. Perencanaan Awal
D. Pengembangan Semester Pertama
E. Evaluasi dan Pengembangan Semester Kedua
F. Evaluasi, Prencanaan, dan Pengembangan Tahun Kedua.
Kerangka sistem Lurus dengan angka romawi dan desimal
Upaya Meningkatkan Krativitas Baru Mahasiswa dalam Kewirausahaan
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Pembatasan Masalah
1.5 Manfaat Penelitian
BAB II KERANGKA TEORI
1.1 Deskripsi Teori
1.1.1 Deskripsi teoritik variable pertama (definisi, gambaran konsep)
1.1.2 Deskripsi teoritik variable kedua (definisi, gambaran, konsep)
1.2 Kerangka Berpikir
1.3 Rumusan Hipotesis

BAB III METODE PENELITIAN
1.1 Metode Penelitian
1.2 Populasi dan Sampel
1.3 Variabel
1.4 Instrumen
1.5 Prosedur Pengukuran
1.6 Teknik Analisis
BAB IV HASIL PENELITIAN
1.1 Deskripsi Data
1.2 Pengujian Data
1.3 Hasil Pengujian
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan (interpretasi atas hasil penelitian)
1.2 Saran
















PENALARAN KARANGAN
A. Pengertian
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empiric) yang menghasilkan sejumlah kkonsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proporsi-proporsi yang sejenis. Berdasarkan sejumlah proporsi yang diketahui atau di anggap benar, orang menyimpulkan sebuah proporsi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Kata nalar berasl dari kata bahasa arab “nazara” yang artinya “melihat”. Berlainan dengan kara ra” yang artinya meliaht juga. Kata ini mengisyaratkan bahwa menalar tidak sekedar melihat dengan mata, namun, memandang sesuatu dari sudut logikanya. Dengan nalarnya, orang menghubungkan pengamatan (observasi berdasarakan empiric) dengan kejadian-kejadian yang ada di dunia ini. Kemudian, pengamatan dan kejadian tersebut menjadi suatu konsep dan pengertian baru.
Penalaran karangan memilki beberapa pengertian:
1. Proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan,
2. Menghubung-hubungkan fakta atau data sampai dengan suatu simpulan,
3. Proses menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru,
4. Dalam karangan terdiri dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas, atau menganalisis dengan menghubung-hubungkan variabel yang dikaji sampai menghasilkan suatu derajat hubungan dan simpulan,
5. Pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru.

Unsur penalaran karangan ilmiah:
1. Topik yaitu ide sentral dalam bidang kajian tertentu yang spesifik dan berisi sekurang-kurangnya dua variabel.
2. Dasar pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan dalam bentuk proposisi yaitu kalimat pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau kesalahannya.
3. Proses berpikir ilmiah yaitu kegiatan yang dilakukan secara sadar, teliti, dan terarah menuju suatu kesimpulan.
4. Logika yaitu metode pengujian ketepatan penalaran, penggunaan argumen (alasan), argumentasi (pembuktian), fenomena, dan justifikasi/pembenaran.
5. Sistematika yaitu seperangkat proses atas bagian-bagian atau unsur-unsur proses berpikir ke dalam suatu kesatuan.
6. Permasalahan yaitu pertanyaan yang harus dijawab (dibahas) dalam karangan.
7. Variabel yaitu unsur satuan pikiran dalam sebuah topik yang akan dianalisis.
8. Analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi, mengklasifikasi, mencari hubungan (korelasi), membandingkan, dll.
9. Pembuktian (argumentasi) yaitu proses pembenaran bahwa proposisi itu terbukti kebenarannya atau kesalahannya.
10. Hasil yaitu akibat yang ditimbulkan dari sebuah analisis induktif atau deduktif.
11. Kesimpulan (simpulan) yaitu penafsiran atas hasil pembahasan, dapat berupa implikasi dan inferensi.
B. Penalaran Induktif
Penalaran Induktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri kesimpulan umum.
Penalaran induktif pada dasarnya terdiri tiga macam: generalisasi, analogi, dan sebab akibat.
1. Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala (data) yang bersifat khusus, serupa, atau sejenis yang disusun secara logis dan diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat umum.
2. Analogi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan terhadap gejala khusus dengan membandingkan atau mengumpamakan suatu objek yang sudah teridentifikasi secara jelas terhadap objek yang dianalogikan sampai dengan kesimpulan yang berlaku umum.
3. Sebab akibat adalah proses penalaran ber-dasarkan hubungan ketergantungan antargejala yang mengikuti pola sebab-akibat, akibat-sebab, atau sebab-akibat-akibat.
C. Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan penyajian fakta yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus, dan diakhiri simpulan khusus yang berupa prinsip, sikap, atau fakta yang berlaku khusus.

D. Isi Karangan
Isi karangan dapat berupa sajian fakta (benda, kejadian, gejala, sifat atau ciri sesuatu), pendapat/sikap tanggapan, imajinasi, ramalan dan sebagainya.
Karya ilmiah berisi sajian Ilmu Pengatahuan dan teknologi, membahas permasalahan, pembahasan, dan pembuktian. Dalam bagian ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan fakta, generalisai, spesifikasi, klasifikasi, perbandingan dan pertentangan, sebab-akibat, analogi, dan perkiraan (ramalan).
1. Generasilasi dan Spesifikasi
Generasilasi adalah pernyataan yang berlaku untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati.
2. Klasifikasi
Klasifikasi adalah pengelompokan fakta berdasarkan atas ciri atau kreiteria tertentu.
3. Perbandingan dan Pertentangan
Perbandingan membahas kesamaan dan kemiripan sedangkan pertentangan membahas perbedaaan dan ketidaksamaan.
4. Sebab dan Akibat
Suatu peristiwa dapat menyebabkan serangkaian akibat sehingga timbulah serangkaian sebab-akibat.
5. Analogi
Analogi adalah suatu bentuk kias persamaan atau perbandingan dua atau lebih objek yang berlainan, misalnya manusia dan semut, malaekat dan manusia. Kedua objek tersebut dicari persa-maannya (bukan perbedaannya).
6. Ramalan dan Perkiraan
Ramalan adalah semacam inferensi yang berisi pernyataan tentang sesuatu yang terjadi pada waktu yang akan datang.



E. Kesimpulan (Simpulan)
Data yang dianalisis dan dievaluasi menghasilkan fakta. Fakta hasil analisis dapat diinterpretasikan menjadi suatu kesimpulan yang dapat berupa: perkiraan, implikasi, inferensi, atau tindakan.
1. Implikasi adalah simpulan yang bersifat melihat data, artinya dalam kesimpulan itu terkandung hasil analisis data. Misalnya: “Sore hari ini tidak hujan.” Kesimpulan ini diambil berdasarkan fakta yang masih terlihat pada saat simpulan dibuat, cuaca langit tampak cerah, matahari bersinar terang, tanpa awan hitam.
2. Inferensi diambil berdasarkan analisis yang bersumber pada referensi atau rujukan yang datanya tidak dapat diamati secara langsung dan tidak terkait langsung dengan kalimat simpulan. Misalnya: Majapahit kerajaan di Jawa Timur mengalami kejayaan pada masa kekuasaan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Simpulan atas data ini didasarkan pada tanda-tanda atau sisa-sisa yang masih dapat diamati sebagai argumentasi (pembuktian) – tidak secara langsung.
3. Tindakan adalah simpulan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari suatu kajian. Misalnya, setelah dilakukan studi yang mendalam, sebuah perusahaan hampir bangkrut karena mesin (teknologi) yang digunakan sudah usang. Alternatif solusi: menjual perusahaan dengan harga murah atau meminjam uang di bank untuk peremajaan mesin produksi maka simpulan yang diambil berupa tindakan.












DAFTAR PUSTAKA
http://speak-in-bahasa.blogspot.com/2010/07 penalaran-karangan.html
Gani A.Ramlan dan Z.A Fitriyah Mahmudah, Disiplin Berbahasa Indonesia, FITK PRESS, Jakarta, 2010.