Powered By Blogger

Sabtu, 04 Mei 2013

PERBANDINGAN TOKOH EKONOMI ISLAM DAN TOKOH EKONOMI KONVENSIONAL


PERBANDINGAN TOKOH EKONOMI ISLAM DAN TOKOH EKONOMI KONVENSIONAL

PENDAHULUAN
Selama ini, mungkin kita hanya mengetahui tokoh-tokoh ekonomi dunia yang berasal dari barat saja. Memang, Negara Barat adalah poros segala macam aktivitas dan salah satunya aktivitas ekonomi. Negara-negara lain banyak yang mengadopsi teori-teori ekonomi yang berasal dari barat. Tentu saja karena barat dinilai melahirkan tokoh-tokoh ekonomi yang terkenal dengan pemikirannya yang ekstrem, seperti Adam Smith, David Ricardo, Irving Fisher, dll.
Sebenarnya, jauh sebelum barat menghasilkan tokoh-tokoh ekonomi yang terkenal diseluruh dunia, Islam sudah memiliki tokoh-tokoh ekonomi dengan pemikirannya yang cemerlang. Hanya saja mungkin kurang terekspos, terlebih setelah islam mengalami kemunduran. Pemikiran-pemikiran islam dari tokoh-tokoh ekonomi tersebut, banyak mengilhami pemikiran ekonomi dari Negara lain.
Makalah saya ini akan membahas siapa saja tokoh-tokoh ekonomi Islam dan tokoh-tokoh  ekonomi konvensional. Didalam makalah ini saya hanya akan membahas sebagian dari tokoh-tokoh ekonomi tersebut, seperti Ibnu Khaldun, Al-Ghazali, Adam Smith, dll.
ANALISIS
TOKOH EKONOMI ISLAM 
AL-GHAZALI
Dasar-Dasar Ekonomi Al-Ghazali
Gelar Hujjah al-Islam yang disandang al-Ghazali sebenarnya dinisbatkan kepada keberhasilannya dalam mengawinkan hukum Islam (fiqh) dengan ajaran moral (al-Tashawwuf). Di sisi lain beliau juga sebagai tokoh filsafat dan teolog. Ternyata dalam beberapa tulisannya, al-Ghazali juga banyak memunculkan konsep-konsep ekonomi (iqtishadi) khususnya dalam Ihya’ Ulum al-Din. Dalam buku ini al-Ghazali memaparkan konsep ekonomi yang berwawasan etika dan moral (syari’ah), bahkan banyak pemikirannya yang masih relevan serta tak kalah istimewanya dengan konsep ekonomi kontemporer dewasa ini. Persepsi al-Ghazali tentang ekonomi tidak terpilah-pilah. Artinya, al-Ghazali meletakkan satu pemahaman tentang definisi ilmu ekonomi dalam bentuk kesatuan teoritik yang menjurus kepada pemahaman bahwa ilmu ekonomi (al-Iqtishad) adalah ilmu yang mempelajari tentang upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan (al-Iktisab) yang wajib dituntut (fardhu kifayah) berlandaskan etika (syari’ah) dalam upaya membawa dunia ke gerbang kemaslahatan menuju akhirat. Di sini nampak jelas bahwa ilmu ekonomi yang dibangun oleh al-Ghazali adalah ekonomi bercirikan :
1.   Dimensi Ilahiah yaitu ekonomi yang berasaskan ketuhanan (Ilahiah) , bertolak dari Allah, bertujuan akhirkepada Allah (akhirat) dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari norma dan etika syari’ah.
2.   Dimensi Insaniah artinya ekonomi al-Ghazali berupaya menciptakan kesejahteraan umat (maslahah).
            Definisi ilmu ekonomi menurut al-Ghazali tersebut didasarkan pada empat konsep, yakni : pertama, al-Ghazali  menyatakan bahwa salah satu sarana untuk mencapai tujuan akhirat adalah dengan mencari nafkah (harta yang halal) serta melalui sarana yang didasarkan pada syari’ah dalam menjalankan aktivitas ekonomi (dunia). Kedua, ketika al-Ghazali menyatakan tentang pentingnya mencari nafkah (al-Iktisab) maka bagi pelaku ekonomi hal ini adalah suatu keharusan karena merupakan sarana menuju akhirat. Ketiga, ketika al-Ghazali mengklarifikasi ilmu yang berkembang pesat pada masanya, al-Ghazali menegaskan bahwa semua ilmu itu bermanfaat dan dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu wajib dituntut secara fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Al-Ghazali memasukkan pentingnya belajar ilmu ekonomi termasuk wajib (fardhu kifayah) . keempat,  ketika al-Ghazali menjelaskan tentang tujuan  hidup manusia adalah untuk mencapai kemaslahatan/kesejahteraan hidup (maslahah). Dengan demikian, model ekonomi Islam yang diinginkan oleh al-Ghazali adalah model ekonomi Ilahiah dan Insaniah, yakni model ekonomi yang tidak pernah lepas dari nilai-nilai moral, yang sarat nilai (value loaded), bukan sekadar memberi nilai tambah (added value) apalagi bebas nilai (value neutral). Bagi paham ekonomi naturalistik, sumber daya alam adalah faktor paling penting. Sedangkan bagi aliran monetaris yang terpenting adalah modal finansial. Tapi bagi ekonomi Islam, model al-Ghazali, sumber daya manusialah (human capital)  yang menjadi kuncinya. Al-Qur’an memposisikan manusia sebagai pusat sirkulasi manfaat ekonomi dari berbagai sumber daya yang ada.

Sejarah Mekanisme Pasar Menurut Al-Ghazali
Al-Ghazali dalam magnum opus­-nya Ihya’ Ulum al-Din menerangkan secara rinci tentang peranan aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang di dalamnya harga barang dapat bergerak sesuai dengan permintaan dan penawaran. Pendapat al-Ghazali ini cukup mengejutkan bagi sejumlah pakar ekonomi terutama ekonom muslim. Bagi al-Ghazali, pasar merupakan bagian dari keteraturan alami (natural order). Al-Ghazali menjelaskan bagaimana evolusi pasar tercipta : 
Dapat saja petani hidup di tempat alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian tidak ada. Namun secara alami, mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat pula terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi para petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut atau sebaliknya. Keadaan itu menimbulkan masalah. Oleh karena itu secara alami juga orang akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat di satu pihak dan penyimpanan tempat hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah kemudian didatangi oleh para pembeli sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, sehingga terbentuklah pasar. Petani, tukang kayu dan pandai besi yang tidak melakuka barter, juga terdorong untuk pergi ke pasar ini. Bila di pasar juga tidak ditemukan orang yang mau melakukan barter, ia akan menjual pada pedagang dengan harga yang relatif murah, untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang kemudian menjual dengan suatu tingkat keuntungan. Hal ini berlaku pada setiap jenis barang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa al-Ghazali telah mengasumsikan, bahwa aktor ekonomi adalah penjual dan pembeli. Sedang manusia memiliki kecenderungan untuk memindahkan, menukar, dan memperjualbelikan suatu barang kepada orang lain. Sebagai akibat dari mekanisme pasar terbuka yang telah digambarkan al-Ghazali di atas, masyarakat luas mendapat kesempatan untuk ambil bagian dalam menentukan harga. Dalam konsep ekonomi Islam, wujud pasar merupakan refleksi dari kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Meski al-Ghazali tidak menjelaskan konsep permintaan dan penawaran (demand and suply) dalam terminologi modern, namun beberapa paragraf tulisannya menunjukkan konsep permintaan dan penawaran.
Berdasarkan pandangan al-Ghazali, untuk kurva penawaran “naik dari kiri bawah ke kanan atas” dinyatakan sebagai “jika petani tidak mendapatkan pembeli barangnya, maka ia akan menjualnya dengan harga murah”. Sementara untuk kurva permintaan yang “turun dari kiri atas ke kanan bawah” dijelaskan olehnya sebagai “harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”. Dalam literatur ekonomi konvensional sebenarnya konsep permintaan (demand) dan penawaran (suply) masih sangat baru, kira-kira ditulis pada abad 19 bahkan permulaan abad 20. Para ekonom praklasikal seperti William Petty (1623-1687), Richard Cantillon (1680-1734), James Stewart (1712-1780) bahkan Adam Smith (1723-1790) belum berbicara konsep demand and suply dalam memnentukan harga. Umumnya mereka berbicara tentang ongkos produksi terutama tenaga kerja dalam menentukan nilai suatu barang. Suatu hal yang mengejutkan bahwa al-Ghazali juga memahami konsep elastisitas permintaan “mengurangi margin keuntungan dengan menjual pada harga yang lebih murah akan meningkatkan volume penjualan dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan”.


Al-Ghazali dan Kebijakan Moneter
Menurut Yusuf Qardhawi, kedalaman pengetahuan al-Ghazali tentang ekonomi yang paling berharga adalah mengenai keuangan dan fungsinya di abad pertengahan. Pada Ihya’ Ulum al-Din pada bab as-Syukru membicarakan masalah uang yang dipergunakan manusia dan sekaligus merupakan nikmat dari Allah. Al-Ghazali berpendapat bahwa uang adalah sesuatu yang amat penting dalam aktivitas bisnis, karena uang merupakan salah satu nikmat Allah. Keduanya (dinar dan dirham) merupakan penegak dunia, dan manusia akan selalu membutuhkannya sehingga harus ditempatkan sesuai dengan aturan-aturan Allah. Al-Ghazali menghimbau bahwa dalam penggunaannya, uang jangan sampai disalahgunakan. Penyebab utama runtuhnya tata moneter secara makro harus disadari, karena uang bukan lagi sebagai alat tukar (medium of change), akan tetapi sudah menjadi komoditas. Padahal dalam tata aturan syari’ah, uang hanya boleh dipergunakan sebagai alat tukar barang dan jasa. Apabila uang dikembalikan pada posisinya sebagai alat tukar, maka dapat dipastikan tidak akan terjadi krisis moneter. Uang bukan komoditi dan oleh karenanya tidak dapat diperjualbelikan dengan harga tertentu. Al-Ghazali juga mengatakan bahwa memperjualbelikan uang ibarat memenjarakan fungsi uang. Jika banyak uang yang diperjualbelikan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.
Ekonomi Islam hanya mengenal uang dalam fungsinya sebagai alat pertukaran (medium of change), yakni uang sebagai media untuk mengubah barang dari satu bentuk ke bentuk lain dan uang sebagai satuan unit (unit of account) yaitu kebiasaan menyatakan harga dalam satuan uang untuk menyederhanakan berbagai kalkulasi ekonomi. Hal itu memudahkan perbandingan harga aneka komoditi. Bayangkan saja apa yang terjadi seumpama setiap kali kita harus menghitung harga berbagai barang dan jasa yang kita konsumsi dalam nilai satuan barang dan jasa lainnya. Teori ekonomi konvensional memasukkan alat penyimpan nilai (store of value) sebagai salah satu fungsi uang; di dalamnya termasuk motif uang yaitu demand for speculation. Namun hal semacam ini tidak diperbolehkan dalam Islam. Islam hanya memperbolehkan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Islam sama sekali menolak penggunaan uang untuk spekulasi. Al-Ghazali pun mengingatkan, “memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang. Jika banyak uang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang”. Bila hal ini terjadi, maka dapat mengakibatkan deflasi dan kehancuran ekonomi secara menyeluruh. Sebagai kesimpulan akhir, upaya al-Ghazali dalam mengedepankan norma dan etika (syari’ah) untuk mewujudkan kesejahteraan umat sebagai visi ekonomi al-Ghazali, merupakan bagian esensial dalam mengarahkan ekonomi yang lebih etis, manusiawi dan berkeadilan. Visi ekonomi al-Ghazali masih sangat memungkinkan untuk dikembangkan di masa sekarang dan mendatang.
IBNU KHALDUN
Jika kita berbicara tentang seorang cendekiawan yang satu ini, memang cukup unik dan mengagumkan. Sebenarnya, dialah yang patut dikatakan sebagai pendiri ilmu sosial. Ia lahir dan wafat di saat bulan suci Ramadan. Nama lengkapnya adalah Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan yang kemudian masyhur dengan sebutan Ibnu Khaldun. Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan Barat dan Timur, baik Muslim maupun non-Muslim. Dalam perjalanan hidupnya, Ibnu Khaldun dipenuhi dengan berbagai peristiwa, pengembaraan, dan perubahan dengan sejumlah tugas besar serta jabatan politis, ilmiah dan peradilan. Perlawatannya antara  Maghrib dan Andalusia, kemudian antara Maghrib dan negara-negara Timur memberikan hikmah yang cukup besar. Ia adalah keturunan dari sahabat Rasulullah saw. bernama Wail bin Hujr dari kabilah Kindah.
Lelaki yang lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M. adalah dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alquran sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula. Selain itu dalam tugas-tugas yang diembannya penuh dengan berbagai peristiwa, baik suka dan duka. Ia pun pernah menduduki jabatan penting di Fez, Granada, dan Afrika Utara serta pernah menjadi guru besar di Universitas al-Azhar, Kairo yang dibangun oleh dinasti Fathimiyyah. Dari sinilah ia melahirkan karya-karya yang monumental hingga saat ini. Nama dan karyanya harum dan dikenal di berbagai penjuru dunia. Panjang sekali jika kita berbicara tentang biografi Ibnu Khaldun, namun ada tiga periode yang bisa kita ingat kembali dalam perjalan hidup beliau. Periode pertama, masa dimana Ibnu Khaldun menuntut berbagai bidang ilmu pengetahuan. Yakni, ia belajar Alquran, tafsir, hadist, usul fikih, tauhid, fikih madzhab Maliki, ilmu nahwu dan sharaf, ilmu balaghah, fisika dan matematika.
Dalam semua bidang studinya mendapatkan nilai yang sangat memuaskan dari para gurunya. Namun studinya terhenti karena penyakit pes telah melanda selatan Afrika pada tahun 749 H. yang merenggut ribuan nyawa. Ayahnya dan sebagian besar gurunya meninggal dunia. Ia pun berhijrah ke Maroko selanjutnya ke Mesir; Periode kedua, ia terjun dalam dunia politik dan sempat menjabat berbagai posisi penting kenegaraan seperti qadhi al-qudhat (Hakim Tertinggi). Namun, akibat fitnah dari lawan-lawan politiknya, Ibnu Khaldun sempat juga dijebloskan ke dalam penjara. Setelah keluar dari penjara, dimulailah periode ketiga kehidupan Ibnu Khaldun, yaitu berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan, ia pun melengkapi dan merevisi catatan-catatannya yang telah lama dibuatnya. Seperti kitab al-’ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya bab-bab baru di dalamnya, nama kitab ini pun menjadi Kitab al-’Ibar wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.
Kitab al-i’bar ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun. Namun pengaruhnya baru terlihat setelah 27 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun 1890, yakni saat pendapat-pendapat Ibnu Khaldun dikaji dan diadaptasi oleh sosiolog-sosiolog German dan Austria yang memberikan pencerahan bagi para sosiolog modern. Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).

UMER CHAPRA
M. Umer Chapra (1 Februari 1933, Bombay India) adalah salah satu ekonom kontemporer Muslim yang paling terkenal pada zaman modern ini di timur dan barat. Ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Umer Chapra dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama, sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang mempunyai karakter yang baik. Keluarganya termasuk orang yang berkecukupan sehingga memungkinkan ia mendapatkan pendidikan yang baik. Masa kecilnya ia habiskan di tanah kelahirannya hingga berumur 15 tahun. Kemudian ia pindah ke Karachi untuk meneruskan pendidikannya disana sampai meraih gelar Ph.D dari Universitas Minnesota. Dalam umurnya yang ke 29 ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Khairunnisa Jamal Mundia tahun 1962, dan mempunyai empat anak, Maryam, Anas, Sumayyah dan Ayman.
Dalam karir akademiknya DR. M. Umer Chapra mengawalinya ketika mendapatkan medali emas dari Universitas Sindh pada tahun 1950 dengan prestasi yang diraihnya sebagai urutan pertama dalm ujian masuk dari 25.000 mahasiswa. Setelah meraih gelar S2 dari Universitas Karachi pada tahun 1954 dan 1956, dengan gelar B.Com / B.BA ( Bachelor of Business Administration ) dan M.Com / M.BA ( Master of Business Administration ), karir akademisnya berada pada tingkat tertinggi ketika meraih gelar doktoralnya di Minnesota, Minneapolis. Pembimbingnya, Prof. Harlan Smith, memuji bahwa Umer Chapra adalah seorang yang baik hati, mempunyai karakter yang baik dan kecemerlangan akademis. Menurut Profesor ini, Umer Chapra adalah orang yang terbaik yang pernah dikenalnya, bukan hanya dikalangan mahsiswa namun juga seluruh fakultas.
DR. Umer Chapra terlibat dalam berbagai organisasi dan pusat penelitian yang berkonsentrasi pada ekonomi Islam. Saat ini dia menjadi penasehat pada Islamic Research and Training Institute (IRTI) dari IDB Jeddah. Sebelumnya ia menduduki posisi di Saudi Arabian Monetary Agency (SAMA) Riyadh selama hampir 35 tahun sebagai penasihat peneliti senior. Aktivitasnya di lembaga-lembaga ekonomi Arab Saudi ini membuatnya di beri kewarganegaraan Arab Saudi oleh Raja Khalid atas permintaan Menteri Keuangan Arab Saudi, Shaikh Muhammad Aba al-Khail. Lebih kurang selama 45 tahun beliau menduduki profesi diberbagai lembaga yang berkaitan dengan persoalan ekonomi diantaranya 2 tahun di Pakistan, 6 tahun di Amerika Serikat, dan 37 tahun di Arab Saudi. Selain profesinya itu banyak kegiatan ekonomi yang dikutinya, termasuk kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga ekonomi dan keuangan dunia seperti IMF, IBRD, OPEC, IDB, OIC dan lain-lain. Beliau sangat berperan dalam perkembangan ekonomi Islam. Ide-ide cemerlangnya banyak tertuang dalam karangan-karangannya. Kemudian karena pengabdiannya ini beliau mendapatkan penghargaan dari Islamic Development Bank dan meraih penghargaan King Faisal International Award yang diperoleh pada tahun 1989.
Beliau adalah sosok yang memiliki ide-ide cemerlang tentang ekonomi islam. Telah banyak buku dan artikel tentang ekonomi islam yang sudah diterbitkan samapai saat ini telah terhitung sebanyak 11 buku, 60 karya ilmiah dan 9 resensi buku. Buku dan karya ilmiahnya banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk juga bahasa Indonesia. Buku pertamanya, Towards a Just Monetary System, Dikatakan oleh Profesor Rodney Wilson dari Universitas Durham, Inggris, sebagai “Presentasi terbaik terhadap teori moneter Islam sampai saat ini” dalam Bulletin of the British Society for Middle Eastern Studies (2/1985, pp.224-5). Buku ini adalah salah satu fondasi intelektual dalam subjek ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Muslim modern sehingga buku ini menjadi buku teks di sejumlah universitas dalam subjek tersebut. Buku keduanya, Islam and the Economic Challenge, di deklarasikan oleh ekonom besar Amerika, Profesor Kenneth Boulding, dalam resensi pre-publikasinya, sebagai analisis brilian dalam kebaikan serta kecacatan kapitalisme, sosialisme, dan negara maju serta merupakan kontribusi penting dalam pemahaman Islam bagi kaum Muslim maupun non-Muslim. Buku ini telah diresensikan dalam berbagai jurnal ekonomi barat. Profesor Louis Baeck, meresensikan buku ini di dalam Economic Journal dari Royal Economic Society dan berkata: “ Buku ini telah ditulis dengan sangat baik dan menawarkan keseimbangan literatur sintesis dalam ekonomi Islam kontemporer. Membaca buku ini akan menjadi tantangan intelektual sehat bagi ekonom barat. “ ( September 1993, hal. 1350 ). Profesor Timur Kuran dari Universitas South Carolina, mereview buku ini dalam Journal of Economic Literature untuk American Economic Assosiation dan mengatakan bahwa buku ini menonjol sebagai eksposisi yang jelas dari keterbukaan pasar Ekonomi Islam. Kritiknya terhadap sistim ekonomi yang ada secara tidak biasa diungkap dengan pintar dan mempunyai dokumentasi yang baik.  Umer Chapra, menurutnya telah membaca banyak tentang kapitalisme dan sosialisme sehingga kritiknya berbobot. Dan, Profesor Kuran merekomendasikan buku ini sebagai panduan sempurna dalam pemahaman ekonomi Islam.
Pendapat M. Umer Chapra terhadap ekonomi Islam pernah dikatakannya dan didefinisikannya sebagai berikut: Ekonomi Islam didefinisikan sebagai sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.
ABU YUSOF (798 M)
·         Perintis pemikiran ekonomi Islam awal, dengan pengenalan kitab terkenal beliau KITAB AL-KHARAJ.
·         Aplikasi teori beliau dipakai dalam zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid.
·         Membicarakan kewangan secara umum, pengurusan cukai, pembagian tanah, keseimbangan harga dan tanggungjawab kerajaan dalam ekonomi.
·         Perbincangan Abu Yusuf berkaitan dengan sumbangan pertanian dan cukai yang dikenakan terhadap hasil dan ekuiti.
·         Dalam kitab beliau Abu Yusof ada juga berbicara soal permintaan dan penawaran barang dalam pasar, kawalan harga, ihtikar (sorokon barang), monopoli dan lain.
YAHYA ADAM AL-QURASHI (818 M)
·         Beliau tokoh pemikir awal yang mengemukakan teori kewangan awam di zaman Abbasi.
·         Buku beliau yang terkenal bernama AL-KHARAJ juga yang tamat penulisan dan pembukuannya di zaman Khalifah al-Ma'mun.
·         Yahya Adam Al-Quraishi melihat himpunan kompilasi hadits yang menjadi asas penyelesaian pertikaian permasalahan berkaitan masalah ekonomi dalam negara terutama berkenaan isu Al-Ghanimah, Al-Fai' dan Cukai. Ini berbeza dengan Kitab Al-Kharaj (Abu Yusof) yang meletakkan kaedah analisis undang-undang sebagai bermulanya teori penyelesaian sesuatu isu dalam negara.

ABU UBAYD AL-QASIM B. SALLAM (838M)
·         Terkenal dengan KITAB AL-AMWAL beliau yang menjadi kitab khas teori yang berkaitan kewangan Islam dizaman itu yang mana kedudukannya setaraf denga AL-KHARAJ (Abu Yusof).
·         Dibagian awal Kitab al-Amwal beliau banyak menceritakan pengurusan harta berpandukan Al-Quran dan As-Sunnah.
·         Secara terperinci kitab ini banyak menceritakan 3 jenis kutipan dan hasil yaitu zakat, al-ghanimah, al-fai' dan usyur.
ABU QASIM AL-JUNAYD AL-BAGHDADI (910M)
·         Merupakan tokoh sufi(sufisme) yang juga merupakan seorang ahli peniaga dan saudagar yang meyakini bahawasanya ilmu tassawuf banyak mendidiki pasaran berlaku secara adil dan saksama serta mengelak kepentingan diri dalam pasaran seterusnya membina falsafah ekonomi Islam yang tersendiri berlainan dari fitrah sistem yang jauh dari nilai Islami.
·         Seterusnya menegaskan penerapan nilai sufi banyak meletakkan pasar dalam keridhaan dan nilai usaha yang bermatlamatkan dunia dan akhirat serta berlandaskan syariah.
AL-MAWARDI (d. 450 AH / 1058 AD)
·         Tokoh Islam yang masyhur ini memiliki idealistik tersendiri. Latar belakang beliau yang terlibat dalam politik dan pentadbiran kerajaan telah memungkin hadirnya KITAB AL-AHKAM AL-SULTANIYAH di dunia ini.
·         Kitab ini banyak berkaitan dengan ekonomi Islam dalam konteks Makro seperti  pendapatan dan perbelanjaan, menjaga hak awam, dan hak istimewa dalam meluaskan pasar.
·         Beliau menekan kewujudan Institusi Hisbah yang diuruskan muhtasib selaku jurubicara keadilan dalam pasaran.
·         KITAB ADAB AL-DIN WA DUNYA, merupakan kitab berkaitan perihal falsafah ekonomi Islam menurut Al-Mawardi contohnya perilaku pasaran, kebajikan dan menjadi muslim yang baik.
·         Kitab ini juga membicarakan pertanian, penternakan, perdagangan dan perindustrian sebagai empat sektor utama.
·         Beliau juga membicarakan mengenai prinsip al-Mudharabah dalam kertas kerja beliau yang dinamakan al-Hawi.
TOKOH EKONOMI KONVENSIONAL
ADAM SMITH (1723-1790)
1.      Adam Smith adalah seorang pemikir besar dan ilmuwan kelahiran Kirkaldy Skotlandia tahun 1723, guru besar dalam ilmu falsafah di Universitas Edinburgh, perhatiannya bidang logika dan etika, yang kemudian semakin diarahkan kepada masalah-masalah ekonomi. Ia sering bertukar pikiran dengan Quesnay dan Turgot dan Voltaire.
2.      Adam Smith adalah pakar utama dan pelopor dalam mazhab Klasik. Karya besar yang disebut di atas lazim dianggap sebagai buku standar yang pertama di bidang pemikiran ekonomi gagasannya adalah sistem ekonomi yang mengoperasionalkan dasar-dasar ekonomi persaingan bebas yang diatur oleh invisible hand, pemerintah bertugas melindungi rakyat, menegakkan keadilan dan menyiapkan sarana dan prasarana kelembagaan umum.
3.      Teori nilai yang digunakan Adam Smith adalah teori biaya produksi, walaupun semula menggunakan teori nilai tenaga kerja. Barang mempunyai nilai guna dan nilai tukar. Ongkos produksi menentukan harga relatif barang, sehingga tercipta dua macam harga, yakni harga alamiah dan harga pasar dalam jangka panjang harga pasar akan cenderung menyamai harga alamiah, dan dengan teori tersebut timbul konsep paradoks tentang nilai.
4.      Sumber kekayaan bangsa adalah lahan, tenaga kerja, keterampilan dan modal. Dengan demikian, timbul persoalan pembagian pendapatan yakni upah untuk pekerja, laba bagi pemilik modal dan sewa untuk tuan tanah. Tingkat sewa tanah akan meningkat, sedangkan tingkat upah menurun, dengan asumsi berlaku dana upah, dan lahan lama-kelamaan menjadi kurang subur, sedangkan persaingan tingkat laba menurun yang akhirnya mencapai kegiatan ekonomi yang stationer. Smith berpendapat bahwa pembagian kerja sangat berguna dalam usaha meningkatkan produktivitas. Pembagian kerja akan mengembangkan spesialisasi. Pertambahan penduduk berarti meningkatkan tenaga kerja, dalam hal ini meningkatkan permintaan dan perluasan pasar.
IRVING FISHER
Fisher dilahirkan di negara bagian New York pada tahun 1867. Ia belajar sains dan filsafat di Yale.. Di sini ia memiliki berbagai kepentingan. Sebagai contoh, ia menerbitkan puisi dan bekerja pada astronomi, mekanik, dan geometri. Terlepas dari semua kepentingan ini, Fisher paling tertarik pada matematika dan ekonomi. Pada saat itu, Yale tidak mempunyai Departemen Ekonomi. Terlepas, Fisher dilanjutkan dengan kepentingan dan mendapat gelar Ph.D. pertama in economics ever awarded by Yale. ekonomi yang pernah diberikan oleh Yale. Oleh karena itu Fisher tinggal di Yale untuk seluruh karier. Fisher memiliki banyak kepentingan karena berkembang dan bertahan TBC di awal 30-an Fisher memiliki minat besar di bidang kesehatan dan kebersihan. Dia menulis best seller nasional berjudul How to Live: Aturan untuk Hidup Sehat Berdasarkan Modern Science. Fisher juga adalah seorang penemu. Perusahaannya bergabung dengan yang lain untuk membentuk Remington Rand, yang kemudian dikenal sebagai Sperry Rand. Merger ini membuat pria yang sangat kaya. Namun, ia kehilangan banyak kekayaan ini di pasar saham crash pada tahun 1929. Selama hidupnya Fisher juga berkampanye untuk Larangan, perdamaian, dan egenetika. Fisher died in New York April 29, 1947. Fisher meninggal di New York April 29, 1947.
Fisher adalah ekonom matematika. Namun, tidak seperti banyak akademisi ia juga penulis yang sangat jelas. Jadi, ia menjadi Fisher adalah pendiri atau presiden kedua Econometric Society dan American Economic Association. Meskipun ia rusak reputasinya dengan bersikeras selama masa Depresi Hebat pemulihan yang sudah dekat. Irving Fisher adalah salah satu matematika terbesar Amerika ekonom dan salah satu penulis ekonomi paling jelas sepanjang masa. Dia memiliki kecerdasan untuk menggunakan matematika dalam hampir semua teori dan pengertian yang baik untuk memperkenalkan hanya setelah ia jelas menjelaskan prinsip-prinsip sentral dalam kata-kata. Dan dia menjelaskan dengan sangat baik. Teori Fisher Menarik ditulis dengan jelas bahwa mahasiswa pascasarjana ekonomi, yang masih belajar hari ini, sering menemukan bahwa mereka bisa membaca-dan mengerti-setengah buku dalam satu duduk. Dengan tulisan-tulisan lain dalam ekonomi teknis, ini tidak pernah terjadi. Meskipun ia rusak reputasinya dengan bersikeras selama masa depresi hebat pemulihan yang sudah dekat, model-model ekonomi kontemporer minat dan modal didasarkan pada prinsip-prinsip Fisherian. Demikian pula, monetarisme didasarkan pada prinsip-prinsip Fisher uang dan harga.
Seperti banyak Klasik ekonom, Fisher memiliki latar belakang yang bervariasi. Ia dilahirkan di New York State pada tahun 1867 dan spesialisasi pertama adalah matematika. Dia lulus dari Yale dengan gelar BA dalam bidang matematika, tapi kemudian ia berpaling kepada ekonomi, memperoleh gelar PhD, dan sangat berpengaruh dalam berbagai bidang. Satu daerah tertentu adalah angka indeks pembangunan - matematika teknik yang sangat berharga dalam ilmu ekonomi. Angka indeks yang kita gunakan saat ini termasuk indeks FTSE untuk mengukur nilai-nilai berbagi dan RPI untuk mengukur inflasi. Ia juga menulis tentang dan berkampanye untuk perdamaian dunia, sehat dan gaya hidup sehat dan sering dianggap oleh para koleganya sebagai sesuatu yang eksentrik. Pengaruhnya memudar menjelang akhir kariernya, tapi ia meninggalkan warisan teori yang masih sangat penting bagi kami. Banyak Klasik dan teori monetaris inflasi didasarkan pada-Nya (Fisher) Persamaan Exchange.Ekonom Amerika Irving Fisher (1867-1947) membuat kontribusi penting dan orisinal di bidang ekonomi, matematika, statistik, demografi, kesehatan masyarakat dan sanitasi, dan urusan publik.
Maka hampir tidak mungkin untuk berlaku adil terhadap Fisher banyak kontribusi ekonomi dan statistik, namun tulisan-tulisannya tentang teori dan kebijakan moneter dan angka indeks telah memperoleh pengakuan khusus. Dia dibawa ke tulisannya yang kejernihan, ketepatan analitis, dan kekakuan dari matematikawan yang dicapai.
KARYA-KARYA IRVING FISHER:
1. Dalam The Purchasing Power of Money (1911) Fisher sepenuhnya merombak teori uang ke dalam kuantitas-teori klasik-of-uang persamaan MV + M'V '= PQ, yang membuat daya beli uang (atau kebalikannya, umum tingkat harga P) sepenuhnya ditentukan oleh persediaan uang beredar M, dengan kecepatan sirkulasi V, volume deposito bank M ', mereka sirkulasi kecepatan V', dan total volume transaksi Q.
2. Fisher teorinya diterjemahkan ke dalam kebijakan resep "100 persen uang" (semua deposito bank harus didukung oleh cadangan 100 persen daripada pecahan cadangan, yang digunakan kemudian dan sekarang oleh hampir semua sistem perbankan) atas dasar bahwa kebijakan seperti akan mengendalikan besar siklus bisnis. Dia menghabiskan sebagian besar kekayaan pribadinya mempromosikan (gagal) kebijakan.
3. Dalam teori suku bunga didasarkan pada suplai tabungan dan permintaan untuk modal seperti yang ditentukan oleh masa kini dan prospek masa depan peluang investasi.
4. Dia juga membedakan antara nominal dan tingkat bunga riil dan mengembangkan konsep positif, negatif, dan netral preferensi waktu. Teori Fisher mengantisipasi kemudian karya-karya anggota sekolah Cambridge.
5. Nelayan membuat kontribusi yang signifikan dan asli dalam teori statistik, ekonometri, dan nomor indeks teori. The Making of Index Angka (1922) menjadi referensi standar pada subjek. Setelah metodis dan analisis kuantitatif dari berbagai nomor indeks formulasi, ia mengembangkan "ideal" index, geometrik mean dari Laspeyre Paasche dan indeks. Ia menganggap rumusan ini "ideal" karena bertemu dengan "waktu pembalikan" dan "faktor pembalikan" tes.
6. Dikatakan dari kontribusi Fisher ekonomi dan statistik yang ia membangun kolom dan lengkungan besar tetapi ia tidak pernah menyelesaikan bangunan intelektual yang dapat ditunjuk Fisher Fisher teori atau sistem ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa ia meletakkan dasar-dasar kuat yang lain membangun bangunan-bangunan mereka.
J.B. SAY
Jean Batiste Say adalah seorang pakar ekonomi kelahiran Perancis yang berasal dari keluarga saudagar dan menjadi pendukung pemikiran Adam Smith. Say memperbaiki sistem Adam Smith dengan cara yang lebih sistematis serta logis. Karya Say yaitu theorie des debouchees (teori tentang pasar dan pemasaran) dan dikenal sebagai Hukum Say (Say’s Law) yaitu supply creats its oven demand tiap penawaran akan menciptakan permintaanya sendiri. Menurut Say dalam perekonomian bebas atau liberal tidak akan terjadi “produksi berlebihan” (over production) yang sifatnya menyeluruh, begitu juga pengangguran total tidak akan terjadi. Yang mungkin terjadi menurut Say ialah kelebihan produksi yang sifatnya sektoral dan juga pengangguran yang sifatnya terbatas (pengangguran friksi).
THOMAS ROBERT MALTHUS
Dilahirkan tahun 1766 di Inggris, sepuluh tahun sebelum Adam Smith menerbitkan The Wealth of Nations dan meninggal tahun 1834. Malthus adalah seorang ilmuwan di bidang teologi yang kemudian memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah ekonomi dalam perkembangan masyarakat. Malthus adalah alumnus dari University of Cambridge, Inggris, tempat ia menyelesaikan pelajaran dalam ilmu matematika dan ilmu sejarah klasik. Malthus diangkat menjadi Profesor of History and Political Economy di East India College. Bagian yang paling penting dalam pola dasar pemikiran Malthus dan kerangka analisisnya ialah menyangkut teori tentang sewa tanah dan teori tentang penduduk dengan bukunya yang berjudul An Essay on the Principle of Population. Teori Malthus pada dasarnya sederhana saja. Kelahiran yang tidak terkontrol menyebabkan penduduk bertambah menurut deret ukur padahal persediaan bahan makanan bertambah secara deret hitung.
DAVID RICARDO
Ricardo adalah seorang Pemikir yang paling menonjol di antara segenap pakar Mazhab Klasik. Ia sangat terkenal karena kecermatan berpikir, metode pendekatannya hampir seluruhnya deduktif. David Ricardo telah mengembangkan pemikiran-pemikiran Adam Smith secara lebih terjabar dan juga lebih sistematis. Dan pendekatannya teoretis deduktif, pemikirannya didasarkan atas hipotesis yang dijadikan kerangka acuannya untuk mengkaji berbagai permasalahan menurut pendekatan logika. Teori yang dikembangkan oleh Ricardo menyangkut empat kelompok permasalahan yaitu: teori tentang distribusi pendapatan sebagai pembagian hasil dari seluruh produksi dan disajikan sebagai teori upah, teori sewa tanah, teori bunga dan laba, teori tentang nilai dan harga, teori perdagangan internasional dan, teori tentang akumulasi dan perkembangan ekonomi.


MARSHALL
1.      Sumbangan yang paling terkenal dari pemikiran Marshall dalam teori nilai merupakan sitetis antara pemikiran pemula dari marjinalis dan pemikiran Klasik. Menurutnya, bekerjanya kedua kekuatan, yakni permintaan dan penawaran, ibarat bekerjanya dua mata gunting. Dengan demikian, analisis ongkos produksi merupakan pendukung sisi penawaran dan teori kepuasan marjinal sebagai inti pembahasan permintaan. Untuk memudahkan pembahasan keseimbangan parsial, maka digunakannya asumsi ceteris paribus, sedangkan untuk memperhitungkan unsur waktu ke dalam analisisnya, maka pasar diklasifikasikan ke dalam jangka sangat pendek, jangka pendek, dan jangka panjang. Dalam membahas kepuasan marjinal terselip asumsi lain, yakni kepuasan marjinal uang yang tetap.
2.      Pemikiran Alfred Marshall mahir dalam menggunakan peralatan matematika ke dalam analisis ekonomi. Dia memahami, bahwa untuk memudahkan pembaca, maka catatan-catatan matematikanya diletakkan pada bagian catatan kaki dan pada lampiran bukunya. Pembahasannya tentang kepuasan marjinal telah mulai sebelum 1870, sebelum buku Jevons terbit, tetapi karena orangnya sangat teliti dan modes, dia tidak mau cepat-cepat menerbitkan bukunya.
3.      Dalam pembahasan sisi permintaan, Marshall telah menghitung koefisien barang yang diminta akibat terjadinya perubahan harga secara relatif. Nilai koefisien ini dapat sama dengan satu, lebih besar dan lebih kecil dari satu. Tetapi, ada dua masalah yang belum mendapat penyelesaian dalam hal sisi permintaan, yakni aspek barang-barang pengganti dan efek pendapatan. Robert Giffen telah dapat membantu penyelesaian kaitan konsumsi dan pendapatan dengan permintaannya terhadap barang-barang, sehingga ditemukan Giffen Paradox. Peranan substitusi kemudian diselesaikan oleh Slurtky.
4.      Marshall menemukan surplus konsumen. Pengertian ini dikaitkan pula dengan welfare economics. Bahwa konsumen keseluruhan mengeluarkan uang belanja lebih kecil daripada kemampuannya membeli. Jika itu terjadi maka terjadi surplus konsumen. Selama pajak yang dikenakan pada konsumen lebih kecil daripada surplusnya itu, maka kesejahteraannya tidak menurun. Tetapi, pajak juga dapat digunakan untuk subsidi, terutama bagi industri-industri yang struktur ongkosnya telah meningkat. Marshall menjelaskan pula mengapa kurva ongkos total rata-rata menurun dan meningkat. Hal ini berkaitan dengan faktor internal dan eksternal perusahaan atau industri.
5.      Mekanisme permintaan dan penawaran dapat mendatangkan ketidakstabilan, karena setiap usaha yang dilakukan untuk kembali ke posisi seimbang ternyata membuat tingkat harga dan jumlah barang menjauhi titik keseimbangan. Keadaan tidak stabil itu terjadi jika kurva penawaran berjalan dari kiri-atas ke kanan-bawah. Jika variabel kuantitas independen, terjadi kestabilan, tetapi jika berubah harga menjadi independen, maka keadaan menjadi tidak stabil.
SCHUMPETER
Pemikiran yang paling menonjol dari Schumpeter tentang pembahasan ekonomi jangka panjang terlihat dalam analisisnya baik mengenai terjadinya inovasi komoditi baru, maupun dalam menjelaskan terjadinya siklus-bisnis. Keseimbangan ekonomi yang statik dan stasioner itu mengalami gangguan dengan adanya inovasi, namun gangguan itu berusaha mencari keseimbangan baru. Inovasi akan terhenti kalau kapten industri (wiraswasta) telah terlihat dengan persoalan-persoalan rutin. Walaupun Schumpeter menggunakan andaian-andaian ekonomi ortodoks, tetapi dia memasukkan aspek dinamik dengan mengkaji terjadinya fluktuasi bisnis, di mana terjadi resesi, depresi, recovery, dan boom. Invensi dan inovasi merupakan kreativitas yang bersifat destruktif. Penemuan hari ini dapat dihancurkan oleh penemuan esok, tetapi ekonomi tetap tumbuh.
GUNNAR MRYRDAL
Pemikiran Gunnar Myrdal seorang ekonomi Swedia yang terbesar dewasa ini tertarik dengan pengkajian sosiologi. Dia mempelajari sebab-sebab terjadinya kemiskinan di negeri-negeri maju dan yang sedang berkembang. Dalam mengatasi persoalan-persoalan itu tidak dapat hanya dengan teori-teori ekonomi ortodoks, oleh karena teori itu terlalu sempit. Perencanaan ekonomi di negeri-negeri yang sedang berkembang akan mengarahkan pembangunan yang jelas, dan perencanaan itu meliputi segala aspek, yakni ekonomi, pendidikan, kesehatan, kependudukan, dan semua sektor. Alat analisisnya seperti yang dilakukan oleh Mitchell, yakni sebab-musabab yang bersifat kumulatif. Jadi, kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, sosial dan kejiwaan dapat berhimpun menjadi sebab kejadian yang merugikan atau yang menguntungkan pembangunan.
JOHN KEYNETH GALBRAITH
Menjelaskan perkembangan ekonomi kapitalis di AS, yang tidak sesuai dengan ramalan-ramalan yang bersifat manipulatif dari teori ekonomi ortodoks. Andaian-andaian ekonomi ortodoks menurut Galbraith ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya. Tidak ada lagi persaingan sempurna, pasar telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan ini menentukan selera konsumen. Kekuasaan konsumen telah tidak berarti sehingga timbul dependent-effect pemilik modal telah terpisah dengan para manajer yang profesional, dan para manajer ini telah menjadi technostructure masyarakat. Konsumsi masyarakat telah menjadi tinggi, tetapi sebaliknya terjadi pencemaran lingkungan, dan kualitas barang-barang swasta tidak dapat diimbangi oleh barang-barang dan jasa publik. Kekuatan-kekuatan perusahaan besar dikontrol oleh kekuatan pengimbang seperti kekuatan buruh, pemerintah, dan lembaga-lembaga konsumen. Namun demikian, untuk menjamin kelanjutan kekuasaan perusahaan- perusahaan ini, mereka meminta pemerintah untuk menstabilkannya.
DAFTAR PUSTAKA


PERBANDINGAN SISTEM EKONOMI MONETER ISLAM DENGAN SISTEM EKONOMI MONETER KONVENSIONAL



PERBANDINGAN SISTEM EKONOMI MONETER ISLAM DENGAN SISTEM EKONOMI MONETER KONVENSIONAL

PENDAHULUAN

Keadilan sosio-ekonomi, salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat Islam yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan sebagai fenomena yang terisolasi, semangat ini harus menembus seluruh interaksi manusia, sosial, ekonomi, dan politik.

Ketidakadilan di suatu daerah telah tersebar, satu lembaga yang salah mungkin bisa mempengaruhi yang lain, bahkan dibidang bisnis dan ekonomi, semua nilai harus bergerak kearah keadilan sehingga secara keseluruhan mendukung bukan melemahkan apalagi menghilangkan keadilan sosio ekonomi.

Di antara ajaran Islam yang paling penting untuk menegakkan keadilan dan membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya “memperkaya diri secara tidak sah (aql amwal al-nas bi al-batil). Al-qur’an dengan tegas memerintahkan kaum muslimin untuk tidak saling berebut harta secara batil atau dengan cara yang tidak dapat dibenarkan, sebagaimana firman Allah SWT  dalam surat al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi :

 وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِاْلإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ {البقرة: 188}
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”     
                                                                    
Oleh karena itu, makalah ini mengupas mengenai pandangan Islam dan perbandingannya dengan moneter konvensional mengenai dalam rangka menjaga keadilan, ketentraman, dan keharmonisan sosio-ekonomi masyarakat.
Dimana Ekonomi Moneter merupakan salah satu instrumen penting dalam perekonomian modern, dimana dalam perekonomian modern terdapat dua kebijakan perekonomian yang dijadikan instrumen oleh pemerintah dalam menstabilkan perekonomian suatu negara, yang pertama adalah Kebijakan Fiskal, yaitu kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dalam merealisasi tujuan-tujuan ekonomi. Yang kedua adalah kebijakan moneter. Kebijakan Moneter adalah langkah pemerintah untuk mengatur penawaran uang dan tingkat bunga. Pada makalah ini saya sebagai penulis, akan mencoba menyajikan konsep-konsep dasar dan perbandingan antara sistem ekonomi moneter konvensional dengan sistem ekonomi moneter islam.
Dalam beberapa pemikiran masih “terkungkungi” cara berfikir ekonomi konvensional, yaitu cara berfikir ribawi, sehingga ada kalanya tidak pas dengan konsep ekonomi islam sesungguhnya, namun ekonomi konvensional dapat jadikan bahan komparasi untuk melihat sempurnanya agama islam sebagai sebuah ajaran sekaligus sebagai sistem.
Hal ini sekaligus diharapkan memberikan jawaban atas keruwetan yang dimiliki konsep-konsep ekonomi konvensional bahwa ada satu sistem ekonomi yang menguntungkan, adil dan menentramkan, yaitu konsep Ekonomi Islam.                                                          









ISI

A.      KONSEP EKONOMI MONETER KONVENSIONAL
Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas tentang peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi dalam suatu negara.

B.       UANG DALAM EKONOMI KONVENSIONAL

a)      Peranan Uang Dalam Ekonomi Konvensional
Dalam ekonomi, uang di definisikan sebagai “anything that is generally accepted as a medium of exchange” atau segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.

b)     Fungsi Uang
Uang pada dasarnya berfungsi sebagai alat transaksi yang berguna sebagai refleksi dari nilai sebuah barang atau jasa. Berikut ini adalah fungsi uang berdasarkan pandangan konvensional:
Fungsi utama uang dalam teori ekonomi konvensional adalah :
1)      Sebagai alat tukar (medium of exchange) uang dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah pertukaran.
2)      Sebagai alat kesatuan hitung (unit of Account) untuk menentukan nilai/ harga sejenis barang dan sebagai perbandingan harga satu barang dengan barang lain.
3)      Sebagai alat penyimpan/penimbun kekayaan (Store of Value) dapat dalam bentuk uang atau barang.

c)      Tujuan Memegang Uang
·         Tujuan transaksi. Dalam rangka membayar pembelian-pembelian yang akan mereka lakukan.
·         Tujuan Berjaga-jaga. Sebagai alat untuk menghadapi kesusahan yang mungkin timbul di masa yang akan datang.
·         Tujuan Spekulasi. Dalam masyarakat yang menganunt sistem ekonomi konvensional ini, maka fungsi uang yang tak kalah pentingnya adalah untuk spekulasi, dimana pelaku ekonomi dengan cermat mengamati tingkat bunga yang berlaku saat itu, jika menguntungkan bila dibandingkan investasi, maka masyarakat cendrung mendepositokan saja uang, dengan harapan mendapat imbalan bunga.

d)     Teori Perilaku Uang
Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan prilaku uang dalam ekonomi konvensional, antara lain:
Ø  Teori Moneter Klasik. Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori kuantitas uang (MV = PT). Keberadaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga, tetapi ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
Ø  Teori Keynes. Menurut Keynes, motif seseorang untuk memegang uang ada tiga tujuan yaitu: Transaction motive, Precautionary motive (keperluan berjaga-jaga) dan Speculative motive. Motif transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan motif spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga.
Ø  Konsep Time Value of Money. Dua hal yang menjadi alasan munculnya konsep ini adalah : presence of inflation dan preference present consumption to future consumption.

e)      Teori Economic Value Of Time Vs Time Value Of Money
Teori konvensional meyakini bahwa uang saat ini lebih bernilai dibanding uang di masa depan (time value of money). Teori ini berangkat dari pemahaman bahwa uang adalah sesuatu yang sangat berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Dengan memegang uang orang dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang akibat inflasi. Sedangkan jika menyimpan uang dalam bentuk surat berharga, pemilik uang akan mendapatkan bunga yang diperkirakan diatas inflasi yang terjadi. Teori time value of money ini tampak tidak akurat, karena setiap investasi selalu mempunyai kemungkinan mendapat hasil positif, negatif bahkan tidak mendapat apa-apa. Dalam teori keuangan hal ini dikenal dengan istilah risk-return relation. Disamping itu kondisi ekonomi tidak selalu menghadapi masalah inflasi, keberadaan deflasi yang seharusnya menjadi alasan munculnya negative time value of money ini diabaikan oleh teori konvensional.
Sedangkan dalam Ekonomi Islam memandang waktulah yang memiliki nilai ekonomis (penting). Pentingnya waktu disebutkan Allah dalam QS.Al Ashr:1-3, yaitu:

وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣)
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Selanjutnya  terkait dengan konsep ekonomi Moneter Konvensional maka tidak bisa dipisahkan dengan Kebijakan Moneter.
Kebijakan Moneter adalah Kebijakan pemerintah dalam mengatur penawaran uang dan tingkat bunga yang dilaksanakan oleh Bank sentral. Bentuk Kebijakan Moneter ini terdiri dari Kebijakan Moneter Kuantitatif dan Kebijakan Moneter Kualitatif.
Kebijakan Moneter Kuantitatif adalah merupakan suatu kebijakan umum yang bertujuan untuk mempengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat bunga dalam perekonomian. terdiri dari:
1. Operasi pasar terbuka
Pada masa inflasi maka Bang Sentral akan mengadakan operasi pasar terbuka dengan melempar surat-surat berharga ke Bank umum, sehingga kelebihan uang di Bank Umum tidak menyebabkan inflasi, dan sebaliknya pada masa deflasi.
2. Mengubah Tingkat Bunga dan Tingkat Disconto
          Tingkat bunga dan tingkat disconto merupakan instrumen pemerintah dalam stabilisasi moneter, ketika inflasi maka pemerintah melalui bank sentral dapat melakukan kebijakan menaikkan suku bungga sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan kestabilan moneter akan tercapai, dan begitu pula sebaliknya pada masa deflasi.
3. Mengubah Tingkat Cadangan Minimum
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengubah cadangan minimun bank-bank umum ketika inflasi maka pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan cadangan minimum yang harus dimiliki oleh bank umum, dengan demikian jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang, dan sebaliknya pada masa deflasi.
Sedangkan Kebijakan Moneter kualitatif dapat berupa :
1. Pengawasan pinjaman secara selektif
Melalui kebijakan ini maka pmerintah melalui bank sentral mengendalikan dan mengawasi peminjaman dan investasi-investasi yang dilakukan oleh bank-bank umum.
2. Pembujukan Moral
Bank sentral melakukan pertemuan dengan bank-bank umum, melalui forum ini maka bank sentral menjelaskan kebijakan-kebijakan yang sedang dijalankan pemerintah dan bantuan-bantuan apa yang diinginkan oleh bank sentral dari bank-bank umum untuk mensukseskan kebijakan tersebut.
3. Mengambil asumsi
Bahwa berbicara tentang ekonomi moneter terkait tentang dua hal :
           (1). Tentang uang dan aspek yang terpengaruh olehnya dan
           (2). adalah tentang tingkat bunga dan semua aspeknya.
C.  Konsep Ekonomi Moneter Syariah
Kebijakan moneter sebenarnya bukan hanya mengutamakan suku bunga. Bahkan sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, kebijakan moneter dilaksanakan tanpa mengunakan instrumen bunga sama sekali.
Perekonomian Jazirah Arabia ketika itu adalah perekonomian dagang, bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam; Minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya alam lainnya terbatas.
Lalu lintas perdagangan antara Romawi dan India yang melalui Arab dikenal sebagai Jalur Dagang Selatan. Sedangkan antara Romawi dan Persia disebut Jalur Dagang Utara. Sedangkan antara Syam dan Yaman disebut Jalur Dagang Utara-Selatan.
Perekonomian Arab di zaman Rasulullah SAW, bukanlah ekonomi terbelakang yang hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Valuta asing dari Persia dan Romawi dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab.
Dinar dan Dirham juga dijadikan alat pembayaran resmi. Sistem devisa bebas diterapkan, tidak ada halangan sedikit pun untuk mengimpor dinar dan dirham.
Transaksi tidak tunai diterima luas dikalangan pedagang. Cek dan promissory notes lazim digunakan. Misalnya Umar Ibnu-Khaththab ra. Beliau menggunakan instrumen ini untuk mempercepat distribusi barang-barang yang baru diimpor dari Mesir ke Madinah.
Instrumen factoring (anjak piutang) yang baru populer tahun 1980-an, telah dikenal pula pada masa itu dengan nama al-hiwalah, tapi tentunya bebas dari unsur bunga.
Apabila para pedagang mengekspor barang, berarti dinar/dirham diimpor. Sebalikanya, bila mereka mengimpor barang. Berarti dinar/dirham diekspor. Jadi dapat dikatakan bahwa keseimbangan supply dan demand di pasar uang adalah derived market dari keseimbangan aggregate supply dan aggregate demand di pasar barang dan jasa.
Nilai emas dan perak yang terkandung di dalam dinar dan dirham, sama dengan nilai nominalnya. Sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis sempurna terhadap tingkat pendapatan. Tidak ada larangan impor dirham dan dinar berarti penawaran uang elastis.
Sistem moneter mengunakan bimetallic standar, dengan emas dan perak (dalam bentuk uang dirham dan dinar) sebagai alat pembayaran yang syah. Nilai tukar emas dan perak pada masa ini relatif stabil dengan nilai kurs dinar – dirham 1 : 10. Permintaan akan uang dilandasi hanya oleh dua motif, yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga. Modelnya sebagai berikut :Md = Mdtr + Md pr ; apabila Md pr maka Mdtr. Mata uang dimpor, dinar dari romawi, dirham dari parsia dan disesuaikan dengan volume ekspor dan impor. Nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan atau dirham sama dengan nilai nominal (face value) uangnya. Penawaran uang terhadap pendapatan sangat elastis. Tinggi rendahnya permintaan uang bergantung kepada frekuensi transaksi perdagangan dan jasa. Permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga Kanz (larangan menimbun uang). Demand money, elastis, karena tidak adanya hambatan terhadap impor ketika demand meningkat.
A.    PERSPEKTIF UANG DALAM EKONOMI ISLAM

1.      Pengertian Uang Menurut Ekonomi Islam

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat tidak dapat melakukan semuanya secara seorang diri. Ada kebutuhan yang dihasilkan oleh pihak lain, dan untuk mendapatkannnya seorang individu harus menukarnya dengan barang atau jasa yang dihasilkannya. Namun, dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal yang tidak praktis jika untuk memenuhi suatu kebutuhan, setiap individu harus menunggu atau mencari orang yang mempunyai barang atau jasa yang dibutuhkannya dan secara bersamaan membutuhkan barang atau jasa yang dimilikinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sarana lain yang berfungsi sebagai media pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Jauh sebelum bangsa Barat menggunakan uang dalam setiap transaksinya, dunia Islam telah mengenal alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut, bahkan Al Quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan emas dan perak tersebut sebagai dinar dan dirham.
Uang dalam bahasa Arab disebut “Maal”, asal katanya berarti condong, yang berarti menyondongkan mereka kearah yang menarik, dimana uang sendiri mempunyai daya penarik, yang terbuat dari logam misalnya-tembaga, emas, dan perak. Menurut fiqh ekonomi Umar RA diriwayatkan[1], uang adalah segala sesuatu yang dikenal dan dijadikan sebagai alat pembayaran dalam muamalah manusia. Berdasarkan sejarah Islam, pada masa Rasulullah SAW. mata uang menggunakan sistem bimetallic standard (emas dan perak) demikian juga pada masa Bani Umayyah dan Bani Abassiyah. Dalam pandangan Islam mata uang yang dibuat dengan emas (dinar) dan perak (dirham) merupakan mata uang yang paling stabil dan tidak mungkin terjadi krisis moneter karena nilai intrinsik sama dengan nilai riil. Mata uang ini dipergunakan bangsa arab sebelum datangnya Islam.
Dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang menunjukkan pengertian uang dan keabsahan penggunaan uang sebagai pengganti sistem barter. Kata-kata yang menunjukkan pengertian ‘uang’ dalam al-Qur’an ada beberapa macam, yaitu :
a.       Dinar ( د ينا ر ), yaitu QS. Ali Imran : 75
b.      Dirham ( د ر هـم / د را هـم ), yaitu QS. Yusuf : 20
c.       Emas dan perak ( ذ هـب / فضـة ), penggunaan kata-kata emas dan perak ini banyak terdapat dalam al-Qur’an antara lain pada QS. At-Taubah : 34.
d.      Waraq atau uang tempahan perak ( و ر ق ), yaitu pada QS al-Kahfi ayat 19
e.       Barang-barang niaga yang biasa dijadikan alat tukar ( بضـا عـة ), tersebut antara lain pada QS. Yusuf ayat 88.

Ekonomi Islam secara jelas telah membedakan antara money dan capital. Dalam Islam, Uang adalah adalah public good/milik masyarakat, dan oleh karenanya penimbunan uang (atau dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang beredar. Implikasinya,  proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian. Oleh karenanya Islam melarang penumpukan / penimbunan harta, memonopoli kekayaan, “al kanzu” sebagaimana telah disebutkan dalam QS. At Taubah 34-35 berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الأحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (٣٤)
”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.

يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (٣٥)
”Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”

Uang Dalam Pandangan al-Ghazali & Ibnu Khaldun, Jauh sebelum Adam Smith menulis buku “The Wealth of Nations” pada tahun 1766 di Eropa., Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, uang berfungsi sebagai media penukaran, namun uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri. Maksudnya, adalah uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut, dan uang bukan merupakan sebuah komoditi. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna.[2] Maknanya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua barang. Dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.
Pembahasan mengenai uang juga terdapat dalam kitab “Muqaddimah” yang ditulis oleh Ibnu Khaldun. Beliau menjelaskan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Apabila suatu negara mencetak uang sebanyak-banyaknya, tetapi bukan merupakan refleksi pesatnya pertumbuhan sektor produksi, maka uang yang melimpah tersebut tidak ada nilainya.[3] Sektor produksi merupakan motor penggerak pembangunan suatu negara karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan permintaan (pasar) terhadap produksi lainnya. Menurut Ibnu Khaldun, jika nilai uang tidak diubah melalui kebijaksanaan pemerintah, maka kenaikan atau penurunan harga barang semata-mata akan ditentukan oleh kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand), sehingga setiap barang akan memiliki harga keseimbangan. Misalnya, jika di suatu kota makanan yang tersedia lebih banyak daripada kebutuhan, maka harga makanan akan murah, demikian pula sebaliknya. Inflasi (kenaikan) harga semua atau sebagian besar jenis barang tidak akan terjadi karena pasar akan mencari harga keseimbangan setiap jenis barang. Apabila satu barang harganya naik, namun karena tidak terjangkau oleh daya beli, maka harga akan turun kembali.
Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil terjadinya transaksi, sehingga perekonomian menjadi lesu. Selain itu, al-Ghazali juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham. Mencuri adalah suatu perbuatan dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus berulang setiap kali uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu yang lebih panjang.



2.      Fungsi Uang dalam Ekonomi Syariah vs Konvensional

Menurut konsep Ekonomi Syariah, uang adalah uang, bukan capital, sementara dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas. Misalnya dalam buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara bergantian[4]. Sedangkan dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan merupakan public goods. Capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang yang mengalir adalah public goods, sedangkan yang mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).
Islam, telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam ekonomi konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyak membicarakan masalah externalities, public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin dalam sabda Rasulullah Shalallahu alaihiwasalam, yakni “Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal, kecuali air, api, dan rumput”.
Berikut ini merupakan fungsi uang berdasarkan pandangan Ekonomi Islam:
a.       Dalam penggunaannya sebagai alat pembayaran atau media untuk pertukaran dalam melaksanakan transaksi ekonomi, maka penggunaan uang sejalan dengan konsep ekonomi syariah. Dimana manfaat uang mencapai nilai optimum bila peredarannya berlaku optimal. Akibatnya segala kegiatan yang mengganggu pemakaian uang dalam transaksi ekonomi tidak sesuai dengan Syariah Islam. Sehingga pada saat emas dipakai sebagai uang, maka penyimpanan emas yang mengakibatkan peredaran uang terganggu (kanzul maal) dilarang oleh Syariah Islam.
b.      Dalam penggunaannya sebagai sarana untuk menyimpan nilai maka penggunaan uang tidak bertentangan dengan konsep ekonomi syariah, selama uang tersebut masih bisa dipergunakan dalam kegiatan transaksi perniagaan. Oleh karena itu diperlukan adanya pihak ketiga (dalam hal ini adalah lembaga keuangan) yang menerima simpanan uang dari pihak yang ingin menyimpan nilai dan kemudian menyalurkannya kepada pihak-pihak yang ingin melakukan transaksi sehingga uang tersebut masih dapat dipergunakan dalam transaksi walaupun nilai yang disimpan oleh pemilik asal tidak berkurang.
c.       Namun penggunaan uang untuk spekulasi sama sekali bertentangan dengan Syariah Islam, baik karena spekulasi tersebut tidak disukai maupun karena spekulasi umumnya berkaitan dengan menghalangi terjadinya mekanisme pasar yang wajar guna mendapatkan fluktuasi harga yang abnormal. Spekulasi juga mengakibatkan ketidak stabilan nilai dari mata uang itu sendiri karena fluktuasi harga pada hakekatnya adalah fluktuasi nilai (daya beli) dari uang itu sendiri.

Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Syariah dan Konvensional adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account). Perbedaannya adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang”.
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena manfaat yang didapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan nilai mejadi komoditi dapat dirasakan saat ini, yang dikenal dengan teori “Bubble Gum Economic”.

B.     KEBIJAKAN MONETER DALAM PANDANGAN SISTEM EKONOMI ISLAM

1.      Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar.[5] Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.
a.       Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
b.      Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.
Persoalan kedua relatif bisa selesai andai saja semua bentuk transaksi yang di dalamnya terdapat unsur riba dinyatakan dilarang. Lembaga keuangan syariah, termasuk bank syariah, menjadi satu-satunya anak tunggal yang sah beroperasi di negeri ini menggantikan bank-bank konvensional. Dengan melarang semua transaksi ribawi, berarti telah menghilangkan factor utama penyebab labilitas moneter. Sebaliknya, tetap membiarkan bank-bank konvensional berjalan (sekalipun pada saat yang sama juga beroperasi bank-bank syariah) sama saja memelihara penyakit yang sewaktu-waktu akan memporak-porandakan kembali bangunan ubuh ekonomi Indonesia.
Sementara itu, persoalan pertama diatasi dengan cara mengkaji ulang mata uang kertas yng selama beberapa puluh tahun terakhir diterima begitu saja tanpa reserve (taken for granted), seolah tidak ada persoalan di dalamnya. Berapa banyak diantara kita yang menyangka bahwa uang kertas yang setiap hari ada di kantong kita menyimpan sebuah persoalan begitu mendasar?
Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki pandangan yang khas. Abdul Qodim Zallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan adalah sekumpulan kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara[6]. Yang paling penting dalam setiap sistem keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan (al-wahdatu al-naqdiyatu alasasiyah) dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain. Apabila satuan dasar keuangan itu adalah emas, maka sistem keuangan/moneternya dinamakan sistem uang emas. Apabila satuan dasarnya perak, dinamakan sistem uang perak. Bila satuan dasarnya terdiri dari dua satuan mata uang (emas dan perak), dinamakan sistem dua logam. Dan bila nilai satuan mata uang tidak dihubungkan secara tetap dengan emas atau perak (baik terbuat dari logam lain seperti tembaga atau dibuat dari kertas), sistem keuangannya disebut sistem fiat money. Dalam sistem dua logam, harus ditentukan suatu perbadingan yang sifatnya tetap dalam berat maupun kemurnian antara satuan mata uang emas dengan perak. Sehingga bisa diukur masing-masing nilai antara satu dengan lainnya, dan bisa diketahui nilai tukarnya. Misalnya, 1 dinar emas syar'i bertanya 4,25 gram emas dan 1 dirham perak syar'iy beratnya 2,975 gram perak.
Sistem uang dua logam inilah yang diadopsi oleh Rasulullah SAW. Ketika itu kendati menggunakan sistem uang dua logam, Rasulullah SAW memang tidak mencetak dinar dan dirham emas sendiri, tapi menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia (ini juga menunjukkan bahwa sistem uang dua logam tidak eksklusif hanya dilakukan oleh ummat Islam). Demikian seterusnya, sistem dua logam itu diterapkan oleh para khalifah hingga masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (79H). Baru di masa itulah dicetak dinar dan dirham khusus dengan corak Islam yang khas. Dengan cara itu, nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang dinar dan dirham akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh nilai instrinsiknya (nilai uang itu sebagai barang, yaitu emas atau perak itu sendiri), bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka, seberapapun misalnya dollar Amerika naik nilainya, mata uang dinar akan mengikuti senilai dollar menghargai 4,25 gram emas yang terkandung dalam 1 dinar. Depresiasi (sekalipun semua faktor ekonomi dan non ekonomi yang memicunya ada) tidak akan terjadi. Sehingga gejolak ekonomi seperti sekarang ini Insya Allah juga tidak akan terjadi. Penurunan nilai dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi. Yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu, mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas). Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya, oleh karena penemuan emas besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi yang disamping memakan investasi besar, juga waktu yang lama. Tapi, andaipun hal ini terjadi, emas temuan itu akan segera disimpan menjadi cadangan devisa negara, tidak langsung dilempar ke pasaran. Secara demikian pengaruh penemuan emas terhadap penurunan nilai emas di pasaran bisa ditekan seminimal mungkin. Disinilah pentingnya ketentuan emas sebagai milik umum harus dikuasai oleh negara.
Secara syar'i pemanfaatan sistem mata uang dua logam juga selaras dengan sejumlah perkara dalam Islam yang menyangkut uang. Diantaranya tentang nisab zakat harta yang 20 dinar emas dan 200 dirham perak, larangan menimbun harta (kanzu al-mal, bukan idzkar atau saving) dimana harta yang dimaksud disitu adalah emas dan perak, sebagaimanan disebut dalam Surah At Taubah 34. Juga berkaitan dengan ketetapan besarnya diyat dalam perkara pembunuhan (sebesar 1000 dinar) atau batas minimal pencurian (1/4 dinar) untuk dapat dijatuhi hukuman potong tangan. Itu semua menunjukkan bahwa standar keuangan (monetary standard) dalam sistem keuangan Islam adalah uang emas dan perak.
Untuk menuju sistem uang dua logam, Abdul Qodim Zallum menyarankan sejumlah hal. Diantaranya, menghentikan pencetakan uang kertas dan menggantinya dengan uang dua logam dan menghilangkan hambatan dalam ekspor dan impor emas[7]. Pemanfaatan emas sebagai mata uang tentu akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi emas (mungkin secara besar-besaran) untuk mencukupi kebutuhan transaksi yang semakin meningkat.

2.      Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter dalam Konvensional dan Syari’ah.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah Negara. Biasanya otoritas moneter dipegang oleh Bank Sentral suatu negara. Dengan kata lain, kebijakan moneter merupakan instrumen Bank Sentral yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi variable-variabel finansial seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang. Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik
secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai.
Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia.
Hal ini
disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
…………وَأَوْفُواْ الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ…….
“……. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”
Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai. Instrumen-instrumen pokok dari kebijakan moneter dalam teori konvensional[8] antara lain adalah:
a.       Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual surat berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin menambah suplai uang maka bank sentral akan membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar maka bank sentral akan menjual obligasi.
b.      Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral umumnya menentukan angka rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank sentral menurunkan angka tersebut maka dengan uang tunai yang sama, bank dapat menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada sebelumnya.
c.       Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the last lender resort). Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan tingkat suku bunga sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek yang berlaku di pasar bebas. Discount rate yang bank sentral kenakan terhadap pinjaman ke bank komersial mempengaruhi tingkat keuntungan bank komersial tersebut dan keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika discount rate relatif rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, maka bank komersial akan mempunyai kecendrungan untuk meminjam dari bank sentral.
d.      Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif berupa
himbauan/bujukan moral kepada bank.
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran operasionalnya.
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam. Tetapi sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change in monetary base.
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan kebijakan discount rate tersebut.  Bank Sentral Islam memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam[9], antara lain :
a.      Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %.  Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.
b.      Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
c.       Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending (meminjamkan), lending ratio dalam hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
d.      Refinance Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance  ratio
meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance
ratio
turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk memberikan pinjaman.
e.       Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu bisnis.  Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter, dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
f.       Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi.  Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar. Government Investment Certificate
Penjualan atau pembelian sertifikat bank sentral dalam kerangka komersial, disebut sebagai Treasury Bills.  Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh bank sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam jangka pendek dan berbunga meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di terima dalam Islam, maka sebagai penggantinya diterbitkan pemerintah dengan system bebas bunga, yang disebut GIC: Government Instrument Certificate.
Saat ini terdapat beberapa bank sentral, baik yang menggunakan single banking (bank Islam saja) maupun dual banking system yang telah menciptakan dan menggunakan instrumen pengendalian moneter ataupun menggunakan surat berharga dengan underlying pada transaksi-transaksi syariah. Prinsip transaksi syariah[10] yang digunakan antara lain adalah Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah
a.      Prinsip Wadiah
Digunakan di Indonesia berupa Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan Malaysia berupa Wadiah Interbank Acceptance (WIA).
b.      Prinsip Musyarakah
Negara yang menggunakan mekanisme ini adalah Sudan yang dikenal sebagai Government Musharakah Certificate (GMC) dan Central Bank Musharakah Certificate (CMC).
c.       Prinsip Mudharabah
Negara yang menggunakan adalah Republik Iran dikenal dengan National Participation Paper (NPP), dan Negara Malaysia dengan Mudharabah Money Market Operations
d.      Prinsip Al Ijarah
Instrumen pengendalian moneter yang digunakan antara lain
Sukuk Al Ijarah. Negara-negara yang sudah menerbitkan Sukuk dan menggunakannya
sebagai instrumen pengendalian moneter antara lain adalah Malaysia dan Bahrain.

3.      Strategi Kebijakan Ekonomi Islam
Dalam sebuah perekonomian Islam, permintaan terhadap uang akan lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya oleh tingkatan pendapatan uang dan distribusinya. Permintaan terhadap uang karena motif spekulatif pada dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian kapitalis. Suatu penurunan dalam suku bunga dibarengi dengan harapan tentang kenaikannya akan mendorong individu dan perusahaan untuk meningkatkan jumlah uang yang dipegang. Karena suku bunga seringkali berfluktuasi pada perekonomian kapitalis, terjadilah perubahan terus-menerus dalam jumlah uang yang dipegang oleh publik. Penghapusan bunga dan kewajiban membayar zakat dengan laju 2,5 persen per tahun tidak saja akan meminimalkan permintaan spekulatif terhadap uang dan mengurangi efek suku bunga ”terkunci”, tetapi juga akan memberikan stabilitas yang lebih besar bagi permintaan total terhadap uang. Hal ini lebih jauh akan diperkuat oleh sejumlah faktor antara lain sebagai berikut[11] :
a.       Aset pembawa bunga tidak akan tersedia dalam sebuah perekonomian Islam, sehingga orang yang hanya memegang dana likuid menghadapi pilihan apakah tidak mau terlibat dengan resiko dan tetap memegang uangnya dalam bentuk cash tanpa memperolah keuntungan, atau turut berbagi resiko dan menginvestasikan uangnya pada aset bagi hasil sehingga mendapatkan keuntungan.
b.      Peluang investasi jangka pendek dan panjang dengan berbagai tingkatan resiko akan tersedia bagi para investor tanpa memandang apakah mereka adalah pengambil resiko tinggi atau rendah, sejauh mana resiko yang dapat diperkirakan akan diganti dengan laju keuntungan yang diharapkan.
c.       Barangkali dapat diasumsikan bahwa --kecuali dalam keadaan resesi-- tak akan ada pemegang dana yang cukup irasional untuk menyimpan sisa uangnya setelah dikurangi oleh keperluan-keperluan transaksi dan berjaga-jaga selama ia dapat menggunakan sisanya yang menganggur untuk melakukan investasi pada aset bagi hasil untuk menggantikan paling tidak sebagian efek erosif zakat dan inflasi, sejauh dimungkinkan dalam sebuah perekonomian Islam.
d.      Laju keuntungan --bebeda dari laju suku bunga-- tidak akan ditentukan di depan. Satu-satunya yang akan ditentukan di depan adalah rasio bagi hasil, ini tidak akan mengalami fluktuasi, seperti halnya suku bunga karena ia akan didasarkan pada konvensi ekonomi dan sosial, dan setiap ada perubahan didalamnya akan terjadi lewat tekanan kekuatan-kekuatan pasar sesudah terjadi negosiasi yang cukup lama. Jika prospek ekonomi cerah, keuntungan secara otomatis akan meningkat. Karena itu, tidak ada apa pun yang didapat dengan menunggu.

4.      Kebijakan Moneter Pada Masa Rasulullah.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa mata uang yang digunakan bangsa arab, baik sebelum atau sesudahnya, adalah dinar dan dirham. Kedua mata uang tersebut memiliki nilai uang yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam perputaran uang. Walaupun demikian, dalam perkembangan berikutnya, dirham lebih umum digunakan daripada dinar. Hal ini sangat berkaitan erat dengan penaklukan tentara Islam terhadap hampir seluruh wilayah kekaisaran Persia. Sementara itu, tidak semua wilayah kekaisaran Romawi berhasil dikuasai oleh tentara Islam.
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW ini, kedua mata uang tersebut diimpor, dinar dari Romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume dinar dan dirham yang diimpor dan juga barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang diekspor ke dua negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada dibawah pengaruhnya. Lazimnya, uang akan diimpor jika permintaan uang (money demand) pada pasar internal mengalami kenaikan. Dan sebaliknya, komoditas akan diimpor apabila permintaan uang mengalami penurunan.
Karena tidak adanya pemberlakuan tarif dan bea masuk pada barang impor, uang diimpor dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan internal. Pada sisi lain, nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan dirham sama dengan nilai nominal (face value) uangnya, sehingga keduanya dapat dibuat perhiasan atau ornamen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada awal periode Islam, penawaran uang (money suply) terhadap pendapatan , sangat elastis.
Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa, menciptakan permintaan uang. Karena itu motif utama permintaan terhadap uang pada masa ini adalah permintaan transaksi (transaction demand). Sementara itu adanya peperangan antara kaum Quraisyi dan kaum muslimin (sedikitnya terjadi 26 ghozwah dan 32 sariyah yang berarti rata-rata 5 kali perang dalam setiap tahunnya), telah menimbulkan permintaan uang untuk berjaga-jaga (precautionary demand) terhadap kebutuhan yang tidak terduga. Akibatnya, permintaan terhadap uang selama periode ini secara umum bersifat permintaan transaksi dan pencegahan. Larangan penimbunan, baik uang maupun komoditas, dan talqqi rukhban tidak memberikan kesempatan kepada penggunaan uang dengan selain kedua motif tersebut.
Ketika penduduk arab banyak yang memeluk agama islam, jumlah populasi kaum muslimin berkembang dengan pesat. Disamping itu, harta rampasan perang (ghonimah) dibagikan kepada seluruh kaum muslimin, sehingga standar hidup dan pendapatan mereka meningkat. Berdasarkan semua ini, Nabi Muhammad SAW, melalui kebijakan khususnya, meningkatkan kemampuan produksi dan ketenaga kerjaan kaum muslimin
secara terus menerus.
Keseluruhan faktor ini meningkatkan permintaan transaksi
terhadap uang dalam perekonomian periode awal islam.
Disamping itu, penawaran uang tetap elastis karena tidak ada hambatan terhadap impor uang ketika permintaan terhadapnya mengalami kenaikan. Disisi lain, ketika penawaran akan naik, penawaran berlebih (exces supply) akan diubah secara mudah menjadi ornament emas atau perak. Akibatnya, tidak ada penawaran atau permintaan berlebih terhadap mata uang emas dan perak sehinga pasar akan selalu tetap pada keseimbangan (equilibrium). Oleh karena itu, nilai uang tetap stabil.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Artikel, Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Syari’ah, http//www.imz.or.id
2.      Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi kedua, Rajawali Pers Desember 1994.
3.      Adi Warman Karim, Ekonomi Islam Suatu kajian Ekonomi Makro, IIIT Indonesia, Mei 2002.
4.      Quthb Ibrahim Muhammad, Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Umar Bin Khattab, Azzam, Jakarta, 2003.
5.      Al-Quran

6.      A. Karim, Adiwarman, 2007, Ekonomi Makro Islami, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

7.      Chapra, M. Umer, 2000, Sistem Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani.
Kajian Pengembangan Instrumen OPT Dalam Rangka Pelaksanaan Pengendalian Moneter Melalui Perbankan Syariah, Direktorat Pengembangan Moneter Bank Indonesia, 2006

8.      Konsep Uang Dalam Ekonomi Islam (Online), (http://www.infogue.com/bisnis_keuangan/konsep_uang_dalam_ekonomi_islam/), diakses 10 Oktober 2009

9.      Masyhuri, 2005, Teori Ekonomi Dalam Islam, Yogyakarta: Kreasi Wacana,.
10.  Muhammad, 2002, Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami,
Jakarta: Penerbit Salemba Empat, Jakarta 2002

11.  Rogers Colin, Money, Interest and Capital.

12.  Samuelson, Paul A., 1991, Ekonomi edisi 12, Jakarta: Erlangga.

Yuliadi, Imamudin. “Ekonomi Moneter”.  Indeks. 200







[1] Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 10.
[2] Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 17.
[3] Ibid, hal. 21.
[4] Colin Rogers, Money, Interest and Capital, hal. 7.
[5] Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 21.
[6] Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 22.
[7] Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 23.
[8] Paul A. Samuelson & William D.Nordhaus, Ekonomi edisi 12, hal. 34.
[9]Kajian Pengembangan Instrumen OPT Dalam Rangka Pelaksanaan Pengendalian
Moneter Melalui Perbankan Syariah, Direktorat Pengembangan Moneter Bank Indonesia, 2006
[10] Drs. Muhammad M.Ag., Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami,
Hal. 67.
[11] Dr. M. Umer Chapra. Sistem Ekonomi Islam. Hal. 98.