A. Identifikasi Model
1. Menggunakan Correlogram yaitu ; Autocorrelation function ( ACF ) dan Partial Correlation Function ( PACF )
ACF ( ρk ) → korelasi data yang berurutan dalam runtut waktu
→ perbandingan antara kovarian pada kelambanan k dengan variannya
PACF (ρkk )→ korelasi antara Yt dan Yt-k setelah menghilangkan efek antara Y yang terletak diantara Yt dan Yt-k ( sudah ada dalam program statistic yang menyediakan informasi ACF & PACF ) seperti pada gambar 1.a dan 1b.
Gambar 1a,1b dan 1c. menjelaskan bahwa :
• Bila koefisien ACF menurun perlahan-lahan,( eksponensial ) ,sedangkan nilai PACF menurun drastis pada lag tertentu ,modelnya adalah AR
• PACF menurun drastis pada lag 1 maka modelnya adalah AR(1)
• Bila ACF menurun drastis pada kelambanan tertentu ,sedangkan PACF menurun secara eksponensial maka model yang tepat adalah MA
• Pada gambar 1b, koefisien ACF menurun drastic pada lag 1 dan 2 maka model tentatifnya adalah MA (2)
• Bila ACF dan PACF menurun drastis secara eksponensial, maka model yang tepat adalah ARMA.
Tabel 1. Pola ACF & PACF
Model Pola ACF Pola PACF
AR (p)
MA(q)
ARMA (pq) Menurun secara eksponensial
Menurun drastic pada lag tertentu
Menurun secara eksponensial
Menurun drastis lag tertentu
Menurun secara eksponensial
Menurun secara eksponensial
Contoh gambar 2. Identifikasi Model ARIMA IHSG tidak stasioner pada tingkat level
Menunjukkan pola IHSG pada tingkat difference pertama, adalah data stasiner
Evaluasi pola koefisien ACF dan PACF secara individual tidak signifikan (pada gambar 3) dari lag 30
Uji koefisien ACF dan PACF secara serempak dari Ljung – Box ( LB ) dengan kelambanan sebesar 39,842 , sedangkan nilai statistik Х² ,df = 30 dengan α = 0,05 adalah sebesar 43,7729.
2. Penentuan Model ARIMA
Analisis kembali pola correlogram untuk penentuan model ARIMA
Correlogram DIHSG menunjukkan penurunan drastis pada kelambanan pertama pada ACF
Pola PACF menurun drastis pada kelambanan 1
Pola ACF dan PACF ,tidak pas dengan tabel 1 diatas.
Untuk itu perlu model tentatif untuk DIHSG berupa model Autoregresive
Yaitu model ARIMA (1,1,0) ,ARIMA ( 0,1,1, ) dan ARIMA ( 1,1,1, )
B.Estimasi Model ARIMA
Berdasarkan identifikasi model tentatif DIHSG ,model Autoregresive
Yaitu ARIMA ( 1,1,0 ), ARIMA ( 0,1,1, ) dan ARIMA (1,1,1, )
Model tentatif ARIMA :
• DIHSGt = βo + β1 AR (1) + et ------ (1)
• DIHSGt = βo + β1 AM(1) + et ------- (2)
• DIHSGt = βo + β1 AR(1) + MA(1) + et -------- (3)
Dimana DIHSG = difference pertama IHSG
Estimasi model tentatif persamaan
Uji kelayakan model , mencari model yang terbaik
Model terbaik didasarkan pada goodness of fit ( tingkat signifikansi variabel independen ,konstanta ,uji F dan R².
1. Estimasi Model ARIMA DIHSG
Hasil estimasi persamaan (1), (2) dan (3) di atas, seperti pada tabel 2. ai kritis statistik t uji dua sisi pada α 1% = 2,576, α 5% = 1,960, dan α10% = 1,645
Pada model ARIMA (1,1,0) konstanta tidak signifikan sedangkan koefisien AR(1) signifikan
Model ARIMA (0,1,1) konstanta tidak signifikan , koefisien MA(1) signifikan..
Model ARIMA(1,1,1) konstanta maupun koefisien AR(1),dan MA(1) tidak signifikan
Berdasarkan goodness of fit,ada dua model yaitu ARIMA (1,1,0) atau ARIMA (0,1,1) ,
Ditinjau dari uji F dan R², model ARMA (01,1 ) yang lebih baik.
Dalam model ARIMA (1,1,0) ,dan ARIMA ( 0,1,1) kedua kostanta tidak signifikan dan harus dikeluarkan dari model
Model Konstanta AR(1) MA(1) R² F
ARIMA
(1,1,0) (0,2013)
(0,8305) -0,148231
-(4,352093) 0,021974 18,94071
ARIMA
(0,1,1) 0,205438
0,874275 -0,154658
(-4.547118)
0,023138 19,99107
ARIMA
(1,1,1) 0,199607
0,850811 0,022060
0,100238 -0,176000
-0,811869 0,02349 10,02059
Tabel 2. Estimasi Model Tentatif ARIMA DIHSG
Hasil estimasi ARIMA (1,1,0) dan ARIMA (0,1,1 ) tanpa kostanta seperti tabel berikut :
Model AR(1) Ma(1) R²
Arima (1,1,0)
-0,147533
(-4.333713) 0,021175
0,022254
Arima (0,1,1)
-0,153686
(-4,520503)
Koefisien AR(1) dalam model ARIMA (1,1,0 ) dan koefisien MA(1) dalam model ARIMA (0,1,1) adalah signifikan secara statistik
Jika dilihat dari R², model ARIMA ( 0,1,1 ) lebih baik dari model ARIMA (1,1,0)
C. Uji Diagnosis Model Arima
1. Model yang telah ditemukan adalah ARIMA (0,1,1,) sebagai model tentatif
2. Mencari/ menentukan model terbaik dengan melihat apakah residual yang diperoleh relatif kecil karena bersifat random ( white noise )
3. Cara untuk melihat apakah residual bersifat random adalah analisis residual dengan correlogram baik melalui ACF maupun PACF
4. Jika koefisien ACF maupun PACF secara individual tidak signifikan maka residual bersifat random, tidak perlu cari model artenatif lain dari ARIMA
5. Jika tidak bersifat Random, maka kembali langka awal , memilih model lain.
6. untuk melihat apakah koefisien ACF dan PACF signifikan atau tidak, dengan uji Barlet ,Box dan Pierce , Ljung-Box
7. Contoh Uji diagnosis model ARIMA DIHSG
Analisis model ARIMA DIHSG dengan tanpa konstanta
Nilai ACF dan PACF residual ARIMA (0,1,1) dengan panjang lag 30
Uji secara simultan berdasarkan Uji statistik Ljung-Box sampai lag 30 = 2 0,916
( Q – statistik pada lag 30 )
Bandingkan dengan nilai statistik Х²,df = 30, α 5% adalah sebesar 43,7729
Probabilitas Ljung – Box adalah sebesar 0,862 atau pada α = 86,2%
Dapat disimpulkan bahwa analisis correlogram,baik ACF maupun PACF menunjukkan bahwa estimasi residual pada model ARIMA (0,1,1 ) adalah residual yang bersifat white noise , jadi tidak diperlukan model lain.
D. Prediksi Model ARIMA
1. Dilakukan setelah mendapat model yang tepat .
2. Hasil estimasi yang telah didapatkan ,digunakan untuk prediksi prilaku IHSG
3. Persamaannya dapat ditulis :
DIHSG = - 0,1537 MA(1)
t = ( -4,5205)
R² = 0,0223
4. Gunakan Software ( eviews ) dalam melakukan prediksi terhadap model yang sudah ada.
5. untuk evaluasi kesalahan peramalan ,dignakan standar uji ; Root Mean Squares Error ( RMSE ) ,Mean Absolut Error ( MAE ) atauMean Absolute Percentage Error ( MAPE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar