Sabtu, 19 November 2011
TUGAS Etika bisnis kelompok 4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK DAN MEMPENGARUHI ETIKA SESEORANG
TUGAS Etika bisnis kelompok 4
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK DAN MEMPENGARUHI ETIKA SESEORANG
Disusun Oleh:
Muslih Yunan Saputra (1080840000 )
Muamar Faruqi (1080840000 )
Fika Khairun Nisa (108084000037)
Satria Adyatma (1080840000 )
JURUSAN Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
JAKARTA 2011
1. Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa teori berkaitan dengan factor pembentuk perilaku. Pertama, dikemukakan oleh John Locke yang diberi nama “teori tabularasa” yang mengatakan bahwa “child born like a sheet of white paper a void of all characters” ketika anak lahir diumpamakan sebagai kertas buram yang putih , tidak ada tulisan ,goresan,atau bahkan apapun. Jiwa anak masih bersih dari pengaruh keturunan sehingga pendidikan dan pengalaman dapat dibentuk sesuai kehendaknnya. Menurut Locke orang tua mempunyai peranana penting dalam mengisi lembaran kertas yang bersih tersebut. Teori ini dikenal kemudian dengan pengalaman dan lingkungan yang menjadi cikal bakal lahirnya teori belajar.
Sedangkan teori lain yg bertolak belakang dengan pandangan John Locke diatas dikemukakan oleh seorang filosif asal Perancis bernama Jean Jacques Rousseau (1712-1778) , bahwa semua orang ketika dilahirkan mempunyai dasar-dasar moral yg baik. Teori ini dikenal dengan istilah “noble savage” yg menerangkan segi moral (hal-hal yg berkenaan dengan baik dan buruk) dengan menitikberatkan pada factor keturunan sebagai factor yg penting terhadap isi kejiwaan dan gambaran kepribadian seseorang.
Dari kedua teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya prilaku seseorang banyak dipengaruhi oleh beberapa factor yg sangat mendasar yg dialami dan dijalani kehidupan yg dilaluinya sejak masa kanak-kanak sampai dewasa. Nilai prilaku dapat diibaratkan sebagai software, supaya prilaku dapat diamati, dihayati dan diaktualisasikan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
“ Setiap bayi yang baru dilahirkan dalam keadaan suci, maka orangtua (ibu dan bapak) yang akan membentuknya apakah ia akan diberi hidayah (masuk islam) atau menjadi seorang nasrani ataupun menjadi seorang majusi” (Al-Hadits).
2. Tahapan Perkembangan Hidup Manusia
Tahapan-tahapan perkembangan hidup manusi, yang antara lain:
2.1. Tahap Perkembangan Jasmani dan Rohani
Perkembangan merupakan perubahan yang terus menerus dialami, tetapi ia tetap menjadi kesatuan. Perkembangan berlangsung secara perlahan-lahan masa demi masa. Charlotte Buhler, seorang ahli psikologi dalam bukunya :Practicche Kinder Psychologie”, 1949, mengemukakan masa perkembangan anak dan pemuda sebagai berikut ;
1. Masa Pertama
Pada masa ini anak berlatih mengenal dunia lingkungan dengan berbagai macam gerak. Pada waktu lahirnya ia mengalami dunia tersendiri yang tak ada hubungannya dengan lingkungannya. Perangsangan-perangsangan luar hanya sebagian kecil yang dapat disambutnya, sebagian besar lainnya masih ditolaknya. Pada masa ini terdapat 2 peristiwa penting, yaitu belajar, berjalan dan berbicara.
2. Masa Kedua
Keadaan dunia luar makin dikuasai dan dikenalnya melalui bermain, kemajuan bahasa dan pertumbuhan kemauannya. Dunia luar dilihat dan dinilainya menurut keadaan dan sifat batinnya. Semua binatang dan benda mati disamakan dengan dirinya.
3. Masa Ketiga
Keinginan bermain Berkembang menjadi semangat bekerja. Rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan semakin tinggi. Demikian pula rasa sosialnya semakin tinggi. Pandangan terhadap dunia sekelilingnya diterima secara objektif.
4. Masa Keempat
Keinginan maju dan memahami kenyataan mencapai puncaknya. Pertumbuhan jasmani sangat subur dan kejiwaannya tampak tenang. Pada masa ini mulai timbul kritik terhadap diri sendiri, Kesadran akan kemauan, penuh pertimbangan, mengutamakan tenaga sendiri, disertai berbagai pertentangan yang timbul dengan dunia lingkungan dan sebagainya.
5. Masa Kelima
Pada awal masa Pubertas kelihatan lebih subjektif, kemampuan dan kesadaran dirinya terus meningkat. Hal ini mempengaruhi sifat-sifat dan tingkah lakunya. Keseimbangan antara dirinya sendiri dengan pengaruh dunia lingkungan. Mereka membentuk pribadi, menerima norma-norma budaya dan kehidupan.
2.2. Tahap Perkembangan Moralitas Seseorang
Pada awal kehidupan seorang bayi, kita tidak dapat menilai tingkah lakunya sebagai bermoral, atau tidak bermoral. Pada hakekatnya, seorang anak bayi belum bermoral, artinya ia belum memiliki pengetahuan dan pengertian akan apa yang diharapkanoleh kelompok social dimana ia hidup. Contoh kisah Nabi Musa A.S terlepas dari pembahasan mengenai “kehendak Allah” , bahwa situasi musa ketika disuguhkan kepadanya mainan dan bara api ketika Fir’aun ingin menguji apakah Musa adalah bayi yang menurut peramal kelak ia akan mengambil kekuasaannya atau ia hanya bayi seperti kebanyakan bayi lainnya, dengan keluguan bayi Musa kecil mengambil bara api dan memasukkannya ke mulutnya yang pada akhirnya peristiwa tersebut mengurangi kemampuan musa dala berkomunikasi, yang ada dibenak Musa kecil ketika itu adalah bahwa bara api yang menyala-nyala itu menarik hatinya dan menggerakkan nalurinya untuk mengambil.
Dari peristiwa diatas kita dapat menyimpulkan bahwa ketika manusia dilahirkan ia tidak mempunyai kemampuan untuk menilai dan memilih perilaku yang dapat membahayakan atau tidak.Interaksinya dengan kehidupan social lah yang membentuk dan mengarahkannya untuk dapat memilih perilaku yang sesuai bagi diri dan lingkungannya.
Di sini islam datang untuk menerangi diri dan lingkungan tersebut dengan cahaya kebajikan (virtue) den prilaku baik (good manners) yang menjadi misi kedatangan para Rasul. Dalam konteks ini, prilaku baik menjadi tujuan utama diutusnya Rasululllah SAW dalam sebuah hadits nya yang berbunyi ;
“ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan good moral “.
Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan etika dan akhlak yang baik yang secara factual dibuktikan dalam sejarah kehidupan beliau yang termaktub dalam banyak biografi yang ditulis oleh banyak ahli sejarah, baik muslim maupun non muslim.
Untuk itu, ibadah yang diajarkan oleh Rasulullah punya peranan penting dalam pembentukan prilaku baik tersebut.
Bentuk ibadah dalam islam bukanlah hal mistik yang menghubungkan manusia dengan ‘alam gaib’, sehingga manusia dianggap mengerjakan sesuatu yang tidak berarti. Sesungguhnya seluruh ibadah dalam islam dirancang sebagai bentuk pelatihan agar manusia mendapat akhlak yang benar, kebiasaan yang baik dan terpuji yang terus menghiasi kehidupannya sepanjang hayat.
Shalat misalnya sebagai sebuah ibadah yang menjadi tiang agama yang dirancang untuk dapat mencegah menusia dari perbuatan keji dan munkar. Zakat bertujuan untuk membersihkan diri seorang muslim, hartanya, menanamkan benih-benih kebajikan, dan simpati, serta mengenali lingkungan sekitar untuk untuk dapat menjalin kasih dan persahabatan.
Begitu juga dengan ibadah- ibadah lain yang secara keseluruhan punya tujuan mulia agar dapat membentuk pribadi- pribadi Muslim yang produktif, professional, bersimpati, menebar kasih dan saying kepada sesame dan bahkan kepada alam semesta.
3. Faktor Pembentuk Etika
Etika baik atau akhlak mulia itu tidak didapat dan terbentuk dengan sendirinya, tetai ada factor-faktor lain selain faktor ibadah, seperti yang dikemukakan oleh ahli Etika Bisnis Islam dari Amerika, Rafiq Issa Beekun mengungkapkan bahwa perilaku etika individu dapat dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu : 1)interpretasi terhadap hukum, 2) Faktor Organisasional dan, 3) Faktor Individu dan situasi. Dijelaskan sebagai berikut;
1. Interpretasi terhadap hukum. Secara filosofis, system hukum dibentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap jiwa dan raga manusia dari berbagai faktor yang dapat menghilangkan eksistensi manusia. Hukum akan hidup dan diyakini keberadaannya apabila dirasakan ada manfaatnya bagi manusia. Ketika hukum itu bertentangan dengan kepentingan manusia, maka ia dapat membahayakan eksistensinya dan tidak akan ditaati.
2. Faktor yang kedua adalah Lingkungan atau organisasi dimana ia hidup. Tanpa masyarakat (lingkungan; orang tua, saudara, teman, guru dsb)kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang, demikian pula halnya dengan aspek moral pada anak. Nilai- nilai moral yang dimiliki seorang anak lebih merupakan sesuatau yang diperoleh anak dai luar, ia akan merekam setiap aktivitas yang terjadi di lingkungannya yang lambat laun akan membentuk pola tingkah laku bagi kehidupannya dimasa yang akan datang. Seorang karyawan akan terbentuk prilaku etiknya apabila organisasinya memang mempunyai ketentuan kode etik yang menjunjung tinggi etika bisnis.
3. Faktor ketiga adalah faktor individu. Hal-hal yang masuk dalam kategori ini antara lain; pengalaman batin seseorang yang juga merupakan faktor bagi terbentuknya perilaku etik bagi seseorang, misalnya seorang anak yang terbiasa dengan suasana keluraga yang harmonis akan membentuk perilakunya kelak menjadi seorang yang mencintai, peduli akan sesama dan saling menghormati karena empatinya terbentuk oleh pengalaman hidupnya tersebut. Akan tetapi sebaliknya apabila ia terbiasa dengan suasana yang tidak harmonis seperti orang tua yang sering bertengkar dan bagaimana perlakuan kasar ayahnya terhadap ibundanya dapat menjadikan seorang anak laki-laki kelak sebagai orang yang kasar (senang main pukul) atau bagi anak perempuan bahkan membenci ayahnya atau ia akan membenci setiap laki-laki sebagai makhluk yang kasar dan tidak berbudi.
Faktor lainnya adalah kondisi atau situasi. Faktor ini memberikan kontribusi yang cukup besar bagi terbentuknya perilaku etika seseorang, misalnya, si Ahmad sebagai seorang manager akuntansi disebuah perusahaan. Pada suatu saat ia diperintah membuat sebuah laporan dengan memanipulasi kewajiban pembayaran pajak agar tidak terlalu besar, padahal perusahaan telah membabankan atau mengambil pajak dari para konsumennya.
Dalam hal ini ia dihadapkan pada suatu hal yang dilematis, di satu sisi ia tidak ingin melawan atasannya karena etikanya adalah ‘bawahan harus menaati atasan’. Disisi yang lain ia paham dan sadar bahwa perbuatan memanipulasi laporan adalah sesuatu yang tidak etis.
Dalam situasi seperti ini ia dihadapkan pada kondisi yang berat untuk memilih antara mengikuti atasannya dengan mengorbankan prinsip nilai/moral yang selama ini diyakininya atau ia mempertahankan standar nilai yang ia miliki dengan resiko dipecat. Ketika ia memilih opsi kedua maka ia akan teringat lagi kondisi lain yang dihadapinya seperti, kewajibannya untuk menafkahi keluarga, cicilan rumah dna mobil yang masih harus dibayar dan lain sebagainya.
Dalam kondisi ini, sesungguhnya islam memandang kondisi dilematis seperti ini sebagai ajang menguji stendar iman seseorang dan sebagai bagian dari jihad. Karna sesungguhnya sikap taat pada atasan seperti diatas telah menjebaknya terlibat dalam persekongkolan penipuan terhadap Negara.
Ketika sikap menolak itu diambil, ia layak untuk disebut sebagi seorang mujahid dalam memerangi perilaku koruptif yang menjadi sumber utama kehancuran banyak negeri. Dalam kondisi ini, sesungguhnya si Ahmad telah dapat memenangkan pertarungan antara godaan hawa nafsu dan konsistensi pada nilai-nilai agama. Memang menurut hadist Rasulullah bahwa setiap kaum dihadapkan pada fitnah dan fitnah umatku adalah harta (Turmidzi). Dan fitnah ini sesungguhnya yang sedang berkecamuk dalam diri Ahmad.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi etika seseorang
• Pengaruh keluarga
Keluarga merupakan tempat tumbuhnya seorang individu,karena itu keluarga mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan etika seorang individu.individu akan berprilaku mencontoh orang tuanya atau keluarga dekat,akan berprilaku separti yang disuruh orang tuanya.keluarga yang berprilaku etis akan mendorong individu melakukan tindakan yang etis, sampai pada masa besarnya.
• Pengaruh faktor situasional
Situasi akan menentukan etika individu.sebagai contoh,jika seseorang mencuri barangkali mempunyai karena ia membutuhkan uang tersebut karena anaknya sakit.meskipun nampaknya jalan yang diambil merupakan jalan pintas,tetapi situasi semacam itu membantu memahami kenapa seseorang dapat melakukan tindakan yang tidak etis.
• Nilai,moral dan agama
Seseorang yang memprioritaskan sukses pribadi dan penyampaian tujuan keuangan tentunya mempunyai prilaku yang lain dibandingkan mereka yang memprioritaskan untuk menolong orang lain.keputusan dan prilaku manajer seringkali dipengaruhi oleh kepercayaan.sebagai contoh manajer yang percaya pada nilai kebersamaan tidak akan memberhentikan karyawan meskipun perusahaan sedang mengalami kesulitan.
• Pengalaman hidup
Selama hidupnya,manusia mengalami banyak pengalaman yang baik,yang buruk,maupun yang jelek.pengalaman tersebut merupakan proses yang normal dalam kehidupan seseorang.sebagain contoh,seseorang yang mencuri kemudian tidak tertangkap barang kali akan mendorong mencuri kembali dimasa mendatang.sebaliknya jika ia tertangkap dan dihukum,dapat membuatnya jera untuk melakukan pencurian.
• Pengaruh teman
Teman sebaya terutma akan berpengaruh terhadap pembentukan etika seseorang.contoh yang paling baik adalah masa kanak-kanak.bila seseorang anak berteman dengan anak yang nakal,maka ada kecenderungan anak tersebut tertular nakal.demikian juga dengan teman permainan pada waktu seseorang individu menginjak dewasa.jika lingkungan mempunyai standar etika yang tinggi,seseorang individu akan cenderung mempunyai etika yang tinggi juga.
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
1. Kebutuhan Individu
2. Tidak Ada Pedoman
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4. Lingkungan Yang Tidak Etis
5. Perilaku Dari Komunitas
5.1 . Sanksi Pelanggaran Etika :
1. Sanksi Sosial
Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’
2. Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain.
5.2. Perilaku Etika dalam Bisnis
Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan. Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas.
Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita. Jika kita ingin mencapai target ditahun 2000, sudah saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan atas.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi pada tahun dapat diatasi.
Studi kasus
Factor lainnya adalah kondisi atau situasi. Factor ini memberikan kontribusi yang cukup besar bagi ternbentuknya prilaku etika seseorang, misalnya , si Ahmad sebagai seorang manager akuntasi di suatu perusahaan. Pada suatu saat ia di perintah direkturnya untuk membuat sebuah laporan dengan memanipulasai kewajiban pembayaran pajak agar tidak terlalu besar, padahal perusahaan telah membebankan atau mengambil pajak dari para konsumennya.
Dalam kondisi seperti ini ia dihadapkan pada situasi hala yang dilematis, di satu sisi ia tidak ingin melawan atasannya karena etikanya adalah ‘bawahan harus menaati atasan’. Disisi lain ia paham dan sadar bahwa perbuatan manipulasi laporan adalah sesuatu yg tidak etis.
Pada suasana dilematis seperti ini, ia dihadapkan pada kondisi yang besar untuk memilih antara mengikuti atasannya dengan mengorbankan prinsip nilai/moral yang selama ini diyakininya atau ia mempertahankan standar nilai/moral yang dimilikidengan resiko di pecat. Ketika memilih opsi kedua maka ia akan teringat lagi kondisi lain yang akan dihadapinya seperti, kewajibannya untul menafkahi keluarganya, cicilan rumah dan mobil yang masih harus dibayar dan lain sebagainya.
Factor kondisi seperti inilah yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berprilaku atau tidak berprilaku etis. Kemungkinan pilihannya adalah jika kondisi dan situasi keuangan kurang baik maka ia akan cenderung memilih pilihan pertama (mentaati perintah atasan), walaupun resikonya ia harus rela berkorban nilai-nilai hati nuraninya. Ayau jika kondisi keuangannya baik, mungkin karena ia mempunyai penghasilan tambahan di luar profesinya sebagai karyawan maka ia akan memilih pilan kedua (menolak perintah atasannya) dan memenangkan standar nilai yang dimilikinya.
Dalam kondisi ini sesunggunya islam memandang kondisi dilematis seperti ini sebagai ajang menguji standar nialai seseorang dan sebagai bagian dari jihad. Karena sesungguhnya sikap taat pada atasan seperti diatas telah menjebaknya terlibat dalam persengkokolan penipuan terhadap Negara. S.H.Alatas bahwa si ahmad telah melakukan apa yang disebut dengan supportive corution yaitu melakukan tindakan yang memfasilitasi dan menyokong terjadinya korupsi. Bukan tindakan koruptif itu adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi?
Presentation1.pptx
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/2134277-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-etika/
http://lismasetyowati.blogspot.com/2010/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-etika.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar