Lembaga Keuangan Syariah
EKONOMI SYARIAH
Kelompok 9
Suci Amelia (108084000031)
Rizky Aprilia Permata
(108084000033)
Avanda Fahri (108084000034)
IESP
5A
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDY
PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
Lembaga Keuangan Syariah
A.
Lembaga
Keuangan Syariah Bank
1.
Bank
Syariah
Bank Syariah adalah
lembaga keuangan yang operasionalnya dengan menggunakan prinsip syariah. Elemen
penting dari syariah adalah larangan terhadap riba. Elemen lainnya mencangkup
pada penekanan kontrak yang adil, keterkaitan antara keuangan dengan
produktivitas, profit sharing dan larangan terhadap judi serta berbagai
ketidakpastian lainnya. Konsep akad dalam bank syariah mencangkup dunia dan akhirat.
Rukun akad ada tiga, yakni; pelaku akad, objek akad, dan shighat atau
pernyataan pelaku akad berupa ijab dan kabul. Akad atau transaksi yang
digunakan bank syariah dalam operasinya terutama diturunkan dari kegiatan
mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari kegiatan tolong-menolong
(tabarru). Turunan dari tijarah adalah perniagaan (al-bai') yang berbentuk
kontrak pertukaran dan kontrak bagi hasil dengan segala variasinya.
Produk
Bank Syariah:
1).
Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing)
Melalui kontrak ini,
dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga keuangan bersama nasabahnya)
dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk sebuah perusahaan (syirkah al
inan) sebagai sebuah badan hukum (legal entity). Setiap pihak memiliki bagian
secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal mereka dan mempunyai hak
mengawasi (voting right) perusahaan sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian
keuntungan, setiap pihak menerima bagian ke-untungan secara proporsional dengan
kontribusi modal masing-masing atau sesuai dengan kesepakatan yang telah
ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan merugi, maka kerugian itu juga
dibebankan secara proporsional kepada masing-masing pemberi modal.
2)
Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Pada mudharabah,
hubungan kontrak bukan antar pemberi modal, melainkan antara penyedia dana
(shahibul maal) dengan entrepreneur (mudharib). Pada kontrak mudharabah,
seorang mudharib (dapat berupa perorangan, rumah tangga perusahaan atau suatu
unit ekonomi, ter¬masuk bank) memperoleh modal dari unit ekonomi lainnya untuk
tujuan melakukan perdagangan. Mudharib dalam kontrak ini menjadi trustee atas
modal tersebut.
Jika proyek selesai, mudharib akan mengembalikan modal tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh shahibul maal. Sedang mudharib kehilangan keuntungan (imbalan bagi-hasil) atas kerja yang telah dilakukannya.
Jika proyek selesai, mudharib akan mengembalikan modal tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh shahibul maal. Sedang mudharib kehilangan keuntungan (imbalan bagi-hasil) atas kerja yang telah dilakukannya.
Ada dua tipe
mudharabah, yaitu Mutlaqah (tidak terikat) dan Muqayyadah (terikat).
a) Mudharabah Mutlaqah: pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Pengelola bertanggung jawab untuk mengelola usaha sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
a) Mudharabah Mutlaqah: pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Pengelola bertanggung jawab untuk mengelola usaha sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
b)
Mudharabah Muqayyadah: pemilik dana menentukan syarat dan
pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu,
tempat, jenis usaha dan sebagainya. Pengelola menggunakan modal tersebut dengan
tujuan yang dinyatakan secara khusus, yaitu untuk menghasilkan keuntungan.
3.
Murobahah
Yakni penyaluran dana
dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan nasabah kemudian menjualnya
kembali dengang menaikan harga sesuai dengan margin keuntungan yang ditetapkan
bank, nasabah bisa mengansur dengan angusran flat.
Berdasarkan barang yang
dipertukarkan, jual beli terbagi empat macam;
a)
Bai' al muthlaqah, yaitu pertukaran antara barang atau
jasa dengan uang. Uang berperan sebagai alat tukar.
b)
Bai' al muqayyadah, yaitu jual-beli di mana pertukaran
terjadi antara barang dengan barang (barter). Aplikasi jual-beli semacam ini
dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi transaksi ekspor yang tidak dapat
menghasilkan valuta asing (devisa).
c)
Bai' al sharf, yaitu jual-beli atau pertukaran antara
satu mata uang asing dengan mata uang asing lain.
d)
Bai' as salam adalah akad jual-beli di mana pembeli
membayar uang (sebesar harga) atas barang yang telah disebutkan spesifikasinya,
sedangkan barang yang diperjualbelikan itu akan diserahkan kemudian, yaitu pada
tanggal yang disepakati. Bai' as salam biasanya dilakukan untuk produk-produk
pertanian jangka pendek.
Sedangkan pembagian
jual beli berdasarkan harganya terbagi empat macam;
a) Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
a) Bai’ al murabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
b)
Bai’ al musawamah adalah jual-beli biasa, di mana penjual
tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatnya.
c)
Bai' al muwadha'ah yaitu jual-beli di mana penjual
melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar atau
dengan potongan (discount).
d)
Bai’ al-tauliyah, yaitu jual beli dimana penjual
melakukan penjualan dengan harga yang sama dengan harga pokok barang.
e)
Bai' al istishna', yaitu kontrak jual-beli di mana harga
atas barang tersebut dibayar lebih dulu tapi dapat diangsur sesuai dengan
jadwal dan syarat-syarat yang di¬sepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli
diproduksi dan diserahkan kemudian.
4. Ijarah (sewa-menyewa)
Al ijarah atau sewa
adalah kontrak yang melibatkan suatu barang (sebagai harga) dengan jasa atau
manfaat atas barang lainnya. Penyewa dapat juga diberi opsi untuk memiliki
barang yang disewakan tersebut pada saat sewa selesai, dan kontrak ini disebut
al ijarah wa iqtina' atau al ijarah muntahiyah bi tamlik, di mana akad sewa
yang terjadi antara bank (sebagai pemilik barang) dengan nasabah (sebagai
penyewa) dengan cicilan sewanya sudah termasuk cicilan pokok harga barang.
5.
Qard
Qard adalah meminjamkan
harta kepada orang lain tanpa mengharap imbalan. Dalam literatur fiqih qard
dikategorikan sebagai aqd tathawwu', yaitu akad saling membantu dan bukan
transaksi komersial. Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank
Islam dapat memberikan fasilitas yang disebut al qard al hasan, yaitu penyediaan
pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya.
Secara syariah peminjam
hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah
membolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya,
tetapi bank sama sekali dilarang untuk meminta imbalan apapun. Bank juga dapat
menggunakan akad ini sebagai produk pelengkap untuk memfasilitasi nasabah yang
membutuhkan dana talangan segera untuk jangka waktu yang sangat pendek
6.
Wadi’ah
Wadi’ah berarti
menitipkan sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara. Barang
yang dititipkan disebut ida', yang menitipkan disebut mudi' dan yang menerima
titipan disebut wadi'.
a).
Wadi'ah Yad Amanah
Wadi'ah yad amanah
adalah akad titipan di mana penerima titipan (custodian) adalah penerima
kepercayaan (trustee), artinya ia tidak diharuskan mengganti segala risiko
kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan, kecuali bila hal itu
terjadi karena akibat kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan atau bila
status titipan telah berubah menjadi wadi'ah yad dhamanah.
Di bawah prinsip yad
amanah ini aset titipan dari setiap pemilik harus dipisahkan, dan aset tersebut
tidak boleh dipergunakan dan cus¬todian tidak berhak untuk memanfaatkan aset
titipan tersebut. Status penerima titipan berdasarkan wadi'ah yad amanah akan
berubah menja¬di wadi'ah yad dhamanah apabila terjadi salah satu dari dua hal
ini: (1) harta dalam titipan telah dicampur, dan (2) custodian menggunakan
harta titipan.
Penerapannya dalam perbankan dapat dilihat, misalnya dalam pelayanan jasa penitipan surat-surat berharga (custodian).
Penerapannya dalam perbankan dapat dilihat, misalnya dalam pelayanan jasa penitipan surat-surat berharga (custodian).
b).
Wadi'ah Yad Dhamanah
Wadi'ah Yad Dhamanah
adalah akad titipan di mana penerima titipan (custodian) adalah trustee yang sekaligus
penjamin (guarantor) keamanan aset yang dititipkan. Penerima simpanan
bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada
aset titipan tersebut.
Dengan prinsip ini,
custodian menerima simpanan harta dari pemi¬liknya yang memerlukan jasa
penitipan, dan penyimpan mempunyai kebebasan mutlak untuk menariknya kembali sewaktu-waktu.
Di bawah prinsip ini harta titipan tidak harus dipisahkan dan dapat di-gunakan
dalam perdagangan, dan custodian berhak atas pendapatan yang diperoleh dari
pemanfaatan harta titipan dalam perdagangan.
Jadi, custodian
memperoleh izin dari pemilik harta untuk menggunakannya dalam perniagaan selama
harta tersebut berada di tangannya. Penyimpan sewaktu-waktu dapat menarik
sebagian atau seluruh harta yang mereka miliki. Dengan demikian mereka
memerlukan jaminan penerimaan kembali atas simpanan mereka.
Semua keuntungan yang
dihasilkan dari penggunaan harta tersebut selama dalam status simpanan adalah
menjadi hak custodian. Tetapi custodian diperbolehkan memberikan bonus kepada
pemilik harta atas kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian.
7.
Kafalah
Kafalah menurut mazhab
Hanafi adalah memasukkan tanggung jawab seseorang ke dalam tanggung jawab orang
lain dalam suatu tuntutan umum, dengan kata lain menjadikan seseorang ikut
bertanggung jawab atas tanggung jawab orang lain yang berkaitan dengan masalah
nyawa, utang atau barang. Meskipun demikian penjamin yang ikut bertanggung
jawab tersebut tidak dianggap berutang, dan utang pihak yang dijamin tidak
gugur dengan jaminan pihak penjamin.
Ada tiga jenis kafalah,
yaitu:
a)
Kafalah bin nafs, yaitu jaminan dari diri si penjamin
(personal guarantee);
b) Kafalah bil maal, yaitu jaminan pembayaran utang atau pelunasan utang. Aplikasinya dalam perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (advance payment bond) atau jaminan pembayaran (payment bond).
b) Kafalah bil maal, yaitu jaminan pembayaran utang atau pelunasan utang. Aplikasinya dalam perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (advance payment bond) atau jaminan pembayaran (payment bond).
c)
Kafalah muallaqah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi
oleh kurun tertentu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini
diterapkan untuk jaminan pelaksanaan suatu proyek (performance bonds) atau
jaminan penawaran (bid bonds).
8. Hawalah
Hawalah adalah akad
pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga
pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang
(muhal atau da'in) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal 'alaih).
Menurut mazhab Hanafi ada dua jenis hawalah, yaitu:
Menurut mazhab Hanafi ada dua jenis hawalah, yaitu:
a)
Hawalah mutlaqah: Seseorang memindahkan utangnya kepada
orang lain dan tidak mengaitkan dengan utang yang ada pada orang itu. Menurut
ketiga mazhab lain selain Hanafi, kalau muhal 'alaih tidak punya utang kepada
muhil, maka hal ini sama dengan kafalah, dan ini harus dengan keridaan tiga
pihak (da'in, madin dan muhal 'alaih).
b) Hawalah Muqayyadah: Seseorang memindahkan utang dan mengaitkan dengan piutang yang ada padanya. Inilah hawalah yang boleh (jaiz) berdasarkan kesepakatan para ulama.
Ketiga mazhab selain mazhab Hanafi hanya membolehkan hawalah muqayyadah dan mensyariatkan pada hawalah muqayyadah agar utang muhal kepada muhil dan utang muhal 'alaih kepada muhil harus sama, baik sifat maupun jumlahnya. Kalau sudah sama jenis dan jumlahnya maka sahlah hawalah. Kalau berbeda salah satunya, maka hawalah tidak sah.
b) Hawalah Muqayyadah: Seseorang memindahkan utang dan mengaitkan dengan piutang yang ada padanya. Inilah hawalah yang boleh (jaiz) berdasarkan kesepakatan para ulama.
Ketiga mazhab selain mazhab Hanafi hanya membolehkan hawalah muqayyadah dan mensyariatkan pada hawalah muqayyadah agar utang muhal kepada muhil dan utang muhal 'alaih kepada muhil harus sama, baik sifat maupun jumlahnya. Kalau sudah sama jenis dan jumlahnya maka sahlah hawalah. Kalau berbeda salah satunya, maka hawalah tidak sah.
9.
Ju'alah
Ju'alah adalah suatu
kontrak di mana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua
atas pelaksanaan suatu tugas/ pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk
kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam
menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti
Referensi Bank, Informasi Usaha dan sebagainya. Prinsip ini juga digunakan oleh
Bank Indonesia dalam Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
10. Sharf
Sharf adalah transaksi
pertukaran antara emas dengan perak atau pertukaran valuta asing, di mana mata
uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau dengan mata uang asing
lainnya. Bank Islam sebagai lembaga keuangan dapat menerapkan prinsip ini,
syarat-syaratnya antara lain: (1) harus tunai; (2) serah terima harus
dilaksanakan dalam majelis kontak; dan (3) bila dipertukarkan mata uang yang
sama harus dalam jumlah/kuantitas yang sama.
2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah
BPRS ialah lembaga
keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka,
tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan mekanismenya menggunakan prisip-prinsip syariah. BPRS
dilarang untuk melakukan transaksi seperti, melekukan kegiatan usaha valuta
asing, penyertaan modal, melakukan usaha asuransi.
Perbedaan
Bank Syariah dengan BPRS
a) Kegiatn
usaha yang diperbolehkan oleh BPRS sangat terrbatas bila dibandingkan dengan BS,
yaitu meliputi deposito berjangka, tabungan, dll. BPRS tidak diperkenankan
untuk menerima simpanan giro.
b) Kantor
operasional BPRS dibatasi dalam satu wilayah propinsi.
c)
BPRS bertempat disekitar masyarakat
pedesaan serta memfokuskan pelayanannya kepada kebutuhan masyarakat tersebut.
Tujuan
BPRS
a) Mensejahterakan
ekonomi umat Islam, terutama masyarakat pedesaan.
b) Menambah
lapangan kerja di tingkat kecamatan shingga mengurangi arus urbanisasi.
c) Membina
semanagt Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan
income per kapita.
B.
Lembaga
Keuangan Non-Bank
1.
Takaful
dan Retakaful
Takaful ialah saling memikul resiko diantara sesama muslim
sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang
lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong
dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan yang
ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.
Takaful tegak di atas tiga prinsip yaitu saling bertanggung
jawab, saling bekerja sama dan membantu, saling melindungi.
Produk
Individual :
1. Asuransi Pendidikan (Fulnadi),
rencana pendidikan untuk sang buah hati.
2. Asuransi non saving (Term Life /
Personal Accident / kesehatan).
3. Asuransi Jiwa, Kesehatan + Tabungan
(Takaful falah) whole life.
4. Asuransi Kesehatan Keluarga (family
care).
5. Asuransi + Investasi (Takaful
istiqomah/mizan/alia/salam) bisa untuk dana cadangan apa saja,: pergi haji,
beli rumah, pensiun, kesehatan, kecelakaan,cacat tetap, penyakit kritis.
Produk
Umum :
6. Asuransi Kendaraan Takaful (Abror/Jaminan Standar/ TLO),
7. Asuransi proyek, cargo, marine, pembiayaan, dll
8. Takaful Baituna (Asuransi Perlindungan Rumah), kebakaran.
Produk
Kumpulan :
9. Fulmedicare (Health Insurance/Fullmedicare/mini group)
Beberapa hal yang perlu
diketahui Keunggulan produk Takaful sbb :
a) Dana Premi Dikelola dengan Transparan serta menjauhi hal-hal ketidakjelasan, gambling dan riba,
b) Mendapatkan manfaat dalam bentuk proteksi
dengan aqad ”Takafuli”,
c) Produk yang kompetitif dgn biaya pengelolaan
yang lebih murah, sehingga lebih menguntungkan,
d) Semua produk yang diluncurkan syariah dan telah di sahkan oleh Dewan Pengawas Syariah,
e) Perusahaan telah mendapatkan ISO 9001,
d) Semua produk yang diluncurkan syariah dan telah di sahkan oleh Dewan Pengawas Syariah,
e) Perusahaan telah mendapatkan ISO 9001,
f) Asuransi PERTAMA dan
TERBAIK SYARIAH (versi MUI Award, Majalah Investor, Karim Business Consulting,
infoBank)
g) Adanya bagi hasil
dari surplus bila tidak terjadi klaim.
Retakaful
Retakaful ialah
transaksi dimana penangung ulang sepakat untuk menggantii sebagian dari
kerugian perusahaan takaful.
Metode
Retakaful
a) Retakaful
Proporsional, pembagian resiko secara proporsional antara pool asuransi dengan
pool reasuransi. Keuntungan dan kerugian akan dibagi secara sama.
b) Reakaful
Non-Proporsional, bekerja berdasarkan besarnya kerugian, bukan berdasarkan
besarnya resiko. Pool asuransi akan membayar klaim pada batas tertentu dan
begitu pula Pool Reasuransi.
2.
Koperasi Syariah
Koperasi Syariah berdiri untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan
perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Modal Awal
koperasi bersumber dari dana usaha,dana-dana ini dapat bersumber dari dan
diusahakan oleh koperasi syariah, misalkan dari Modal Sendiri, Modal Penyertaan
dan Dana Amanah. Modal Sendiri didapat dari simpanan pokok, simpanan wajib,
cadangan, Hibah, dan Donasi, sedangkan Modal Penyerta di dapat dari Anggota,
koperasi lain, bank, penerbitan obligasi dan surat utang serta sumber lainnya
yang sah. Adapun Dana Amanah dapat berupa simpanan sukarela anggota, dana
amanah perorangan atau lembaga.
Usaha
Koperasi Syariah
a) Usaha
koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat
(thayyib) serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil, dan tidak riba,
perjudian (masyir) serta ketidak jelasan (ghoro).
b) Untuk
menjalankan fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana
tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi.
c) Usaha-usaha
yang diselenggarakan koperasi syariah harus dinyatakan sah berdasarkan fatwa
dan ketentuan Dewan syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
d) Usaha-usaha
yang diselenggarakan koperasi syariah harus dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Tujuan dan peran Koperasi
Syariah
a) Koperasi
syariah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang
berkeadilan sesuai prinsip-prinsip islam.
b) Membangun
dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya, guna meningkatkan, kesejahteraan sosial ekonominya.
c) Memperkuat
kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional
(fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan
prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam
d) Berusaha
untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha
bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Koperasi syariah berfungsi dan
berperan sebagai:
a)
Sebagai mediator antara menyandang dana dengan
penggunan dana, sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta.
b) Menguatkan
kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan kontrol
terhadap koperasi secara efektif
c) Mengembangkan
dan memperluas kesempatan kerja
d) Menumbuhkan
kembangkan usaha-usaha produktif anggota.
3. Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah ialah pasar modal yang
mempertemukan mereka yang membutuhkan dana jangka panjang dengan mereka yang
dapat menyediakan dana tersebut beserta seluruh mekanisme kegiatannya terutama
mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangakan dan mekanisme perdagangannya
telah mengikuti prinsip-prinsip syariah.
Instrumen pasar modal
adalah:
a) Emiten atau
perusahaan public yang menerbitkan efek syariah dan wajib menjamin bahwa kegiatannya
memenuhi prinsip-prinsip syariah (bebas dari: riba, spekulasi/perjudian, barang
atau jasa yang bersifat mudarat)
b) Efek syariah
mencakup saham syariah (bukti kepemiikan atas suatu perusahaan), obligasi
syariah, reksa dana, dll.
c)
Obligasi
syariah
adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip yariah yang dikeuarkan
oleh emiten kepada pemegang obligasi yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi.
Transaksi
yang Dilarang dalam Pasar Modal Syariah:
a) Tidak
boleh mengandung unsure spekulasi dan manipulasi
b) Najsy,
penawaran palsu
c) Ba’I
al-ma’dum, menjual atas barang yang belum dimiliki (short selling)
d) Insider
Trading, memakai informasi orang dalam bentuk memperoleh keuntungan atas
transaksi yang dilarang
e) Menimbulkan
informasi yang menyesatkan
f) Margin
Trading, yaitu melakukan transakis atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman
berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah tersebut
g) Ikhtikar
(penimbunan), yaitu melakukan pembeliaan atau dan pengumpulan suatu efek
syariah untuk menyebabkan perubahan harga efek syariahh, dengan tujuan
mempengaruhi pihak lain.
Obligasi
Syariah
adalah surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip yariah yang dikeuarkan oleh emiten kepada
pemegang obligasi yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi. Melibatkan dua phak yaitu penerbit dan pihak investor.
Jenis obligasi syariah
ada dua:
a) Obligasi
Mudharabah, obligasi syariah yang menggunakan akad mudharabah.
b) Obligasi
Ijarah obligaasi yang memakai akad ijarah atau suatu jenis akad untuk mengambil
manfaat dengan jalan pengantian. Artinya, pemilik harta memeberikan hak kepada
peminjam, dan peminjam harus membayar sewa.
Reksadana
Syariah
Reksadana syariah ialah
suatu wadah yang digunakan masyarakat untuk berinvestasi secara kolektif,
dimana pengelolaan dan kebijakan investasinnya mengacu pada yariat islam.
Jenis reksadana ada
dua:
a) Reksa
Dana Pendapatan Tetap, ialah rekadana yang sekurangkurangnya investasi sebesar
80% dari portfolio yang dikelolanya ke dalam efek yang bersifat hutang. Jenis
pendapatannya berupa deposito, obligasi syariah, dll.
b) Reksa
Dana Campuran, ialah bisa melakukan investasi dalam bentuk hutang maupun dalam
bentuk saham, obligasi atau deposito.
Keuntungan
Reksadana Syariah
a) Jumlah
dana tidak terlalu besar
b) Akses
untuk beragam investasi
c) Diversifikasi
investasi
d) Kemudahan
invests
e) Dikelola
oleh managemen professional
f) Transparansi
informasi
g) Likuiditas
h) Biaya
rendah
i)
Return yang kompetitif
Resiko
Investsi Reksadana
a) Resiko
berkurangnya nilai unit penyerta (NUP)
b) Resiko
liquiditas
c) Resiko
wanprestasi
4.
Pengadaian Syariah
Rahn ialah suatu produk
jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah hanya
dibebani terhadap biaya administrasi, biaya simpan, dan biaya pemeliharaan
barang.
Persamaan
dan Perbedaan Gadai Konvensional dengan Rahn
Persamaan:
a) Hak
gadai berlaku atas pinjaman uang
b) Tidak
boleh mengambil manfaat atas barang yang digadaikan
c) Biaya
atas barang yang digadaikan ditanggung oleh si pemberi gadai
d) Apabila
batas aktu pinjaman uang telah habis, maka barang boleh dijual atau dilelang
Gadai
Konvesional
·
Profit orientation
·
Hak gadai hanya pada benda bergerak
·
Mengenal istilah bunga uang
·
Dilaksanakan melalui suatu lembaga
perum
penggadaian
Rahn
·
Non-profit orientation (sukarela/tolong
menolong)
·
Hak gadai pada seluruh harta
(bergerak/tidak)
·
Tidak ada istilah bunga uang
·
Dilaksanakan tanpa melalui lembaga
Prosedur
Pengajuan Pinjaman
a) Nasabah
mengisi formulir permintaan rahn
b) Menyerahkan
formulir yang disertai kelengkapan identitas serta barang jaminan ke loket
c) Petugas
menaksir barang yang diserahkan
d) Besarnya
pinjaman adalah 90% dari harga taksir
e) Apabila
sepakat, nasabah akan menandatangani akad dan menerima uang pinjaman.
5.
Lembaga Wakaf
Wakaf ialah perbuatan
hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu guna kepentingan
ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Unsur-unsur wakaf
a) Wakif,
orang atau organisasi atau badan hukum yang mewakaf.
b) Nazhir, orang atau organisasi atau badan hukum yang
menerima wakaf.
c) Harta
benda wakaf, harta benda bergerak atau tidak bergerak yang diwakafkan yang
secara sah dimiliki oleh wakif.
d) Ikrar
wakaf, yang dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir
e) Peruntukan,
benda wakaf hanya untuk diperuntukan untuk sarana dan kegiatan ibadah,
pendidikan dan kesehatan, bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim
piatu, bea siswa, kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan
dengan syariah dan undang-undang.
Tugas dan Wewenang
Badan Wakaf Indonesia
a) Melakukan
pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf.
b) Melakukan
pengeloalaan dan pengembangan harta wakaf dalam skala nasional dan
internasional.
c) Memberikan
persetujuan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta wakkaf.
d) Memberhentikan
atau mengganti nazhir.
e) Memberikan
persetujuan atas penukaran harta wakaf
f) Memberikan
saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang
perwakafan
6.
Lembaga Zakat
Lembaga pengelolaan
zakat ialah lembaga yang melakukan kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian zakat.
Harta
yang Wajib Dizakati
a) Kepemilikan
yang sempurna. Maksudnya ialah kekuasaan atau legalitas yang dapat memberikan
hak kepada yang memilikinya untuk digunakan sekehendaknya dengan segala manfaat
tanpa berkaitan dengan orang lain.
b) Tumbuh
dan Berkembang. Harta itu harus menghasilkan keuntungan, penghasilan, dan
economic rent jika disewakan.
c) Mencapai
Nishab. Nishab adalah batasan minimal dari harta untuk dikenakan zakat atasnya.
d) Kelebihan
di atas kebutuhan pokok. Jika jumlah harta yang telah mencapai nishab tersebut
sudah diluar dari kebutuhan pokok orang yang akan berzakat.
e) Bebas
dari beban utang. Jika si pemilik yang akan mengeluarkan zakat masih memiliki
hutang yang sebesar nishabnya itu ia lebih diutamakan untuk melunasi hutangnya
dulu.
f) Berlalunya
masa setahun. Bahwa harta yang ada
ditangan si pemilik harus melalui masa dua belas bulan. Namun syarat ini hanya
berlaku untuk binatang ternak, atau
barang-barang modal.
Penerima
Zakat
a) Fakir,
orang yang tidak mempunyai harta cukup untuk memenuh kebutuhan pokoknya.
b) Miskin,
orang yang tidak memiliki apa-apa.
c) Amilin
Zakat, orang yang ditunjuk untuk mengumpulkan zakat serta mendistribusikannya.
d) Mu’allaf,
orang yang dipandang oleh Negara layak untuk menerima zakat demi memperkuat
iman mereka karena baru masuk islam.
e) Budak
f) Gharim,
orang yang mempunyai hutang tapi tidak dapat melunasi hutang-hutang mereka.
g) Fii
Sabililah, orang yang sedang berjihad dijalan Allah.
h) Ibnu
Sabil, orang yang sedang dalam perjalanan dan kehabisan bekal.
Daftar
Pustaka
1. Muhammad
sholahuddin, S.E., M.Si, Lukman Hakim, S.E., M.Si., 2008, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah Kontemporer, Surakarta:
Muhammadiyah University press.
2.
http://www.takaful.com/index.php/publisher/articleview/action/view/frmArticleID/70
Tidak ada komentar:
Posting Komentar